Pengusiran

8.1K 533 42
                                    

Grepp!

Arman terkejut. Badannya tidak terjatuh yang ada justru dia merasakan seseorang menahan badannya dengan memeluknya.

"Apa yang kau lakukan, Arman? Tidak bosan masuk ICU terus, hm?" Ujar sosok yang menangkapnya.

Arman mengangkat kepalanya dan membulatkan matanya dengan cepat. Namun, sedetik kemudian dia kembali meringis kesakitan. Tulang punggungnya terasa sangat sakit. Namun, kakaknya saat ini ada di depannya. Arman tidak mau melewatkan kesempatan dan membiarkan kakaknya pergi lagi.

"K-"

"Ssstt... diamlah!" Sang kakak berujar dengan cepat memotong ucapannya. Sang kakak membaringkan badannya kembali ke atas ranjang rawatnya.

"Arsen,"

Arman melihat kakaknya yang sedang memanggil adik mereka. Lalu, Arsen yang sudah berdiri dan hendak menyuntikkan langsung ke lengannya. Arman yang masih ingin bicara dengan sang kakak pun menggerakkan badannya sebagai tanda protes. Bukannya didengar, sang kakak malah menahan badan Arman agar tetap berbaring di ranjang rawat itu.

"Kalau kau mau bicara denganku, lebih baik kau tidur lebih dulu. Kau pikir aku senang melihatmu kesakitan begitu?"

Arman menurut. Dia membiarkan Arsen menyuntikan obat penenang dan obat pereda nyeri padanya. Dia masih bisa melihat raut khawatir di wajah tegas kakaknya. Arman sejujurnya tidak mau terlelap. Dia mau terus terjaga agar sang kakak tidak pergi kemana pun. Dia tidak mau mengulang kesalahan yang sama pada kakaknya.

Efek obat itu mulai terasa. Arman mulai tidak merasakan sakit lagi, serta dia merasa mengantuk. Mata Arman perlahan terpejam dengan sendirinya.

"Dasar menyebalkan!" Gerutu Arman saat dia terbangun.

Arman melirik jam di ponselnya. Sudah jam tujuh malam. Keluarganya sudah pulang. Sang kakak hanya meninggalkan memo kecil untuknya. Menyuruhnya untuk menurut pada suster dan istirahat.

"Setidaknya kakak sudah kembali,"

.........

"Masih tidur," gumaman itu terdengar samar di telinga Arman.

Arman sedikit tertarik dari alam mimpi saat mendengar itu. Disusul rasa hangat di badannya dan suara air yang mengalir setelahnya. Alhasil, Arman terbangun dari tidurnya. Dia melihat pakaiannya sudah berganti. Arman melirik ke sofa dan menemukan jas berwarna biru gelap.

"Kak?" Panggil Arman dengan ragu.

Arman tidak yakin, sosok yang baru saja membantunya membersihkan badan adalah ayahnya atau kakaknya. Namun sosok yang keluar dari kamar mandi itu membuat Arman merasa lega. Mengingat sejak semalam dia takut kakaknya pergi lagi.

"Kenapa?" Tanya sang kakak.

Arman hanya menatapnya lalu menggeleng pelan. Arman tersenyum dan menatap lega ke arah sang kakak.

"Kamu kenapa senyum-senyum?"

"Tidak,"

"Mau makan?"

"Nanti saja,"

Arman melihat kakaknya mengangguk. Sang kakak duduk di kursi dan menungguinya untuk sejenak. Saat pintu terketuk dari luar, saat itu Ardan berdiri. Ardan mengambil jasnya yang tersampir di sofa. Hal itu membuat Arman penasaran.

"Kakak mau kemana?" Tanya Arman.

"Kerja tentu saja. Memangnya kemana lagi?"

"Tidak menungguiku disini?"

"Tidak. Sudah ada perawat yang menemanimu disini. Lagipula Natasha juga akan datang nanti,"

Arman mengangguk kecil. Ada sedikit perasaan kesal dan kecewa karena kakaknya lebih memilih kerja dibanding merawatnya. Arman menghela kecil saat mendengar suara pintu yang tertutup. Namun, suara langkah kaki membuatnya mengangkat kembali kepalanya yang tadi tertunduk.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang