[vol. 2] 11. Matahari dan Bulan

4.8K 791 124
                                    

Nanti saya akan ceritakan ke kamu, bagaimana cara matahari mencintai bulan dan membuktikan ketulusannya.

***

"Terus Kak Angkasa maunya apa biar aku bisa menebus semuanya?" tanya Sakura dengan suara memelan, saking pasrahnya ia lantaran tidak tahu lagi apa yang harus dirinya lakukan atas segala yang telah ia perbuat pada Angkasa.

Sama seperti Angkasa, mata gadis itu pun juga terus menjatuhkan air mata. Memerah, dengan rasa sesak yang lebih dari setimpal dibanding rasa sesak yang Angkasa rasakan. Gadis itu menunduk, sampai tiba-tiba ia dapati tangan Angkasa meraih tangannya. Membuat pandangannya otomatis kembali terangkat, menatap Angkasa.

Sekian detik mata mereka beradu.

Lalu kemudian Angkasa merengkuh tubuh Sakura dengan begitu erat. "Lupakan soal misi itu. Saya cuma mau kemu terus di sisi saya, Sakura. Jangan pernah menjauh, apalagi meninggalkan saya sendirian seperti sebelum-sebelumnya. Saya udah pernah kehilangan seseorang yang saya cintai, dulu. Dan sekarang saya nggak mau hal itu terulang lagi dalam hidup saya. I love you more than I love my self."

💕

Setelah sekian menit Angkasa menunggu di ruang tamu sambil memainkan kunci mobilnya, akhirnya seseorang yang ia tunggu-tunggu keluar juga dari kamarnya. Sakura keluar usai mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia kenakan untuk berpergian. Tidak repot layaknya gadis-gadis di luaran sana, Sakura hanya mengganti apa yang ia kenakan dengan baju terusan selutut berlengan pendek, dengan model bahu yang sedikit terbuka.

Sepatunya pun bukan heels atau ber-hak tinggi. Melainkan kets biasa dengan warna yang sepadan dengan bajunya.

Agak berbeda dengan biasanya memang. Jika biasanya seorang Sakura hanya memakai kemeja sebagai luaran dengan dalaman kaus oblong, atau kadang hanya kaus saja berlengan panjang, dengan bawahan jeans atau ripped jeans, a.k.a jeans yang robek-robek kalau kata Angkasa. Kali ini gadis itu mengenakan pakaian yang setidaknya lebih feminim dan bisa menunjukkan sisi keperempuannya.

"Ini baru Sakura Evelyna," ujar Angkasa sesaat setelah mengamati penampilan Sakura.

Kening Sakura berkerut. "Terus kemarin-kemarin aku apa? Bukan Sakura Evelyna gitu?"

"Bukan," sahut Angkasa santai. "Kemarin-kemarin itu kamu Sakura-kura ninja."

"Ih, Kakak, mah!" Sakura cemberut. Bibirnya mengerucut.

Sedangkan Angkasa malah tertawa melihatnya. Namun kemudian ia berjalan mendekat. "Sebetulnya saya lebih suka kamu cemberut gini. Daripada senyum-senyum nggak jelas," godanya lagi.

Angkasa baru tahu, kalau menggoda Sakura itu adalah hal yang menyenangkan ternyata.

"Yaudahlah, Kak Angkasa jahat. Aku nggak jadi mau diajak Kakak. Aku mau ganti baju lagi, diem di rumah aja." cetus Sakura, mengancam.

Baru hendak berbalik, tetapi tiba-tiba tangan Angkasa menahannya. "Kamu bakal nyesel kalau biarin aku pergi sendiri, terus digodain perempuan lain. Udah cantik gini, sih, cocoknya jalan sama saya."

Mendengar itu seketika Sakura tersenyum. Namun entah kenapa tahu-tahu saja Angkasa mencubit pipinya yang tampak mengembang lantaran senyumnya.

"Aw! Sakit tau!" marahnya dengan kontan menepuk tangan Angkasa. "Kakak kenapa, sih, nggak suka liat aku senyum? Aku jelek, ya, kalau lagi senyum?"

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang