Berusaha

16.5K 1.2K 26
                                    

"Seburuk-buruknya kegagalan, adalah gagal nikah di usia muda." –Jomblo yang tersakiti



Siapa yang mau semua ini terjadi? Divya bertanya pada diri sendiri, ia terlalu hampa saat ini. Siapa? Aku atau dia?

Bukan lagi tisu yang ia gunakan untuk mengelap air mata bercampur ingus, tetapi selimut dan teman-temannya yang berada di atas kasur. Sungguh, kamar itu sangat berantakan. Bahkan nyaris tidak pantas disebut sebagai kamar. Tak pernah sekalipun Divya sejorok dan sebetah ini tinggal di tempat sumuk bin menjijikan karena bekas ingus dan air mata membekas pada baju dan selimutnya.

Dia ingin bercerita, entah pada siapa. Akhirnya ia lampiaskan pada tangisan.

Butuh tempat mencurahkan kegundahan? Baik, bukankah Robb-nya Maha Mendengar?

Ya Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini? Dia yang mengakhiri hubungan ini lebih dulu, tapi dia juga yang merasa lebih tersakiti. Perempuan.

Apa tidak ada secuil harapan untuknya menikah tahun ini? Ya, tentu dengan mantan kekasihnya. Memangnya siapa lagi laki-laki yang dekat dengannya? Divya memutar otaknya, mencari sesosok laki-laki yang ada dalam lingkarannya. Frans? Dia bukan tipe Divya. Frans juga sudah punya planning menikah tahun ini. Beberapa waktu lalu pria itu bertuangan. Bahkan Divya yang membantu Frans ketika akan membuat kejutan untuk kekasihnya. Temannya sudah melangkah sejauh itu, namun Divya belum mempersiapkan apa-apa, hubungannya malah kandas di tengah jalan. Kandas setelah empat tahun tak dapat kepastian.

Divya masih menangis, sendiri di sebuah kamar kost berukuran 4 x 5 meter. Kalau tidak ingat masih ada tetangganya yang sedang berleha-leha di kamar sebelah, mungkin dia akan berteriak sekencang-kencangnya, melampiaskan kesal dan amarah. Betapa detik ini hidupnya sungguh memilukan. Rencananya gagal, pernikahan yang ia idam-idamkan harus terkubur menjadi kenangan pahit. Ia kembali menyeka air mata dengan punggung tangan yang sudah basah.

Tiga jam sudah ia guling-gulingan tak tentu arah, perasaannya hancur dan campur aduk. Divya mengambil handphone yang sempat ia matikan ketika berada di dalam taksi. Handphone-nya sudah On, lalu berentet pesan mulai masuk, membuat tangisnya yang sempat terhenti banjir lagi.

Dianta Gilang : Di, kamu nggak apa-apa, kan? Kamu dimana sekarang? Aku mau ketemu kamu, Didi...

Dianta Gilang : Kita perlu bicara baik-baik.

Dianta Gilang : Kenapa kita harus begini?

Read.

Untuk apa dibalas?

Satu menit kemudian, mulai masuk pesan yang lainnya.

Dianta Gilang : Aku minta maaf, Di.

Dianta Gilang : Kita masih bisa ketemu, kan? Di, aku butuh kamu...

Divya ingin membanting ponselnya ketika sebuah pangilan masuk mendadak muncul di layar, untungnya bukan dari Gilang. Masih ada cobaan lain untuk dirinya. Ketika hari ini ia patah hati dan besok masih diingatkan soal pekerjaan. Divya mendadak ingin resign!

Ia angkat telepon itu dengan malas-malasan, mengusap air mata di pipi dengan punggung tangan. "Apa sih, Jul? Lo nggak tahu apa ini hari kramat buat bahas kerjaan!" ujarnya galak. Ia memang masih ingin marah dan Julia adalah korban pertamanya.

Terdengar kekehan Julia dari ujung sana. "Sorry, kayaknya lo deh yang harus protes sama bos ganteng! Dia kabarin gue pagi ini, report-nya suruh di-review yang lain dulu sebelum masuk ke mejanya besok. Lo bisa bantuin gue, kan, Di?"

"Frans aja sih! Atau lo kasih ke QC aja langsung. Gue capek dan pusing!" suara Divya makin ketus tidak ketulungan. Dan jelas-jelas dia menolak permintaan temannya itu.

Story Of Divya (REPOST 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang