Chapter 13. Introspeksi Diri

6.9K 1.1K 125
                                    


"Ada apa denganmu? Kau gila?"

"Tidak. Aku benar-benar ingin memukulmu sekarang." Benjamin menyeringai.

Sesaat Rafe menjeda. Menelisik gurat yang Benjamin pancarkan padanya. Dan, lewat sorot yang menajam itu jelas rafe tahu kalau Benjamin tak main-main dengan perkataannya. Rafe jadi menerka-nerka.

"Kau, menyembunyikan sesuatu dariku?"

Benjamin tertawa kecil. "...Ya."

"Apa mungkin, tentang Gwen?"

"...Ya. Bukan hanya aku, tapi Gwen juga begitu –Ah, tidak. Kurasa...hampir semua orang tahu kecuali dirimu, Rafe. Kau tak sadar?"

"Kau−" Rafe mencoba menahan diri. Meski tinjunya yang merepal telah mengudara tepat bersisa jarak sepuluh senti tak sampai pada wajah Benjamin, namun dihempasnya lengan itu hingga terjuntai ke sisi badan. Merapatkan matanya erat sesaat sebelum ia kembali mendongak pada Benjamin yang menyeringai.

"Kenapa tak kau lanjutkan?" sindir Benjamin. Kekehannya mengudara. "Jadi benar dugaanku. Gwen merubahmu, ternyata."

"Katakan," ujar Rafe dengan nada rendahnya. Tak menanggapi apa yang Benjamin tuai barusan. "Pukul aku dan katakan apa yang kalian sembunyikan."

Sebelah alis Benjamin terangkat. Sudut bibirnya belum melunturkan seringaian hingga ia mengikis jarak yang ada. Terus menatap Rafe begitu lamat.

"Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya satu hal padamu, Rafe."

"..."

"Kau, apa kau mencintai Gwen?"

"...Ya. Aku, aku mencintainya−"


BUGH!!


"Maka kau juga harus mencintai anak yang sedang dikandungnya, Rafael Zachary."




Chapter 13INTROSPEKSI DIRI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 13
INTROSPEKSI DIRI





"Oh, ya Tuhan! Aku serasa sedang menggali kuburanku sendiri!" Gumam Benjamin tertahan. Berulang kali tangannya mengusap dada. Menenangkan jantungnya yang ingin meledak.

Padahal punggung jari-jari tangannya cukup nyeri karena baru saja memukul Rafe begitu kuat. Ya, sangat kuat hingga sekilas tadi Benjamin melihat sudut bibir Rafe menguarkan darah.

Oh, masa bodoh.

Ia benar-benar serius kali ini.

Benjamin bukannya menarik kesimpulan secara gegabah. Tentu saja ia juga dibuat bingung. Terlebih apa yang terjadi jelas-jelas membuat Gwen sebagai korban utama. Ia mana bisa membiarkan sahabatnya itu sengsara karena dua pria yang keras kepala.

DIVERGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang