19

6.2K 814 22
                                        

Jaemin semakin mengepalkan tangannya, anak laki-lagi itu lalu menyeka air matanya yang sudah mengalir deras dari sudut matanya hingga membasahi pipinya.

Bunda dan Papa sama-sama tertegun, lalu Bunda mulai mendekati Jaemin. Jaemin terdiam begitu Bunda memeluknya erat.

"Enggak, Sayang... Kamu gak paham, wajarkan kalo orang tua kadang berantem? Ini cuman perbedaan pendapat kok, Jaemin jangan ngerasa kayak gitu." Sahut Bunda dengan halus, tangan bunda terulur untuk mengelus wajah Jaemin harap-harap bisa membuat anak itu tenang.

Namun kenyataannya tidak, anak itu sudah terlanjur sedih.

Bunda terdiam hingga matanya melirik Papa yang kini nampak menyesal, emosi. Itu yang terus menjalar memenuhi perasaan Bunda.

"Jaemin... Kamu jangan khawatir sama omongan Bunda kamu. Keluarga kita bakalan tetep utuh, kamu gak usah ngerasa kecil hati." Sahut Papa sembari menatap Jaemin penuh harap.

Jaemin nampak menahan isakkannya, hingga sesenggukan itu muncul. Ia terlanjur kecewa, jika sudah begini hatinya pasti akan sangat keras.

"Jaemin gak suka kalo Bunda sama Papa bertahan dengan alasan ada Minhee sama Jaemin, kalo emang udah gak cocok. Aku sama Minhee, sebagai anak cuman bisa nerima keputusan kalian." Tuntas Jaemin sebelum ia melepas pelukannya pada Bunda, lalu pergi beranjak dari sana menuju kamarnya.

Papa menghela nafas pelan, dengan Bunda yang nampak mematung. Rasanya Papa sudah bertambah pusing sekarang.

"Ivanka, Jaemin gak seharusnya tahu ini. Dia pasti bakalan tertekan, tapi... Kalo kamu emang udah gak tahan lagi sama aku, semua keutuhan keluarga ini tergantung sama kamu sekarang."

****

Jaemin melirik jam weker yang berada di atas nakasnya, menunjukan pukul 4 pagi. Jaemin menghela nafas kasar, niatnya tidur hingga siang bolong sirna begitu ia bermimpi buruk.

Jaemin menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, padahal udaranya dingin. Ia malah berkeringat, ada yang salah di dalam pikirannya kini.

Masalah tadi malam cukup membuat Jaemin merasa was-was dengan keluarganya.

Jaemin bangkit dari ranjangnya, lalu berjalan keluar kamarnya. Matanya kembali tertuju ke pintu putih samping kamarnya, di mana kamar Minhee berada.

Jaemin membuka pintu itu, hatinya melega begitu mendapati Minhee yang masih lelap tertidur.

Pada akhirnya pemuda berambut cokelat kelam itu melangkahkan kakinya melewati anak tangga dengan langkah pelan, dari sana ia bisa mendapati Papa yang tidur di sofa ruang tamu.

Kepala Jaemin mendadak pening, orang tuanya tidak pernah tidur terpisah seperti ini. Tapi itu hanya setahunya, sekarang kenyataan itu semakin mendesak masuk ke dalam hidupnya.

Jaemin duduk di tiga tangga terbawah rumahnya, pemuda itu memegangi kepalanya. Hingga air sebening kristal itu kembali mengalir dari sudut matanya.

"Tuhan, kenapa hamba merasa hidup ini semakin tidak adil?"

****

Jaemin menghela nafas pelan sembari mengaduk gelas berisi cairan hitam itu dengan pelan, lalu menambahkan sesendok gula pasir ke dalamnya.

"DOR!!"

Minhee yang baru saja tiba dan berteriak menjadi kehilangan senyumnya begitu melihat Jaemin yang nampak melamun, Minhee menghela nafas kasar sembari menepuk lengan Jaemin.

[✓] What's Wrong : JaeminheeМесто, где живут истории. Откройте их для себя