[vol. 2] 18. Kamu Bagiku

4.3K 779 513
                                    

You're in smile, is more than enough for me. Meanwhile you're in breathe, is more than everything for me.


***

Cklek

Suara pintu terbuka menampakkan sosok Sakura di baliknya. Dilihatnya Angkasa masih belum sadarkan diri paska operasi luka tusuk di bagian perutnya dua hari lalu.

Gadis itu berjalan lambat, mendekati Angkasa yang terbaring lemah dengan sepasang mata yang terpejam erat. Kemudian berdiam diri tepat di samping ranjang, memerhatikan Angkasa dengan rasa cemas yang tertahan dalam sesaknya.

Sakura sudah kehilangan ayahnya. Lalu kehilangan ibunya. Dan kini, ia tidak ingin kehilangan Angkasa juga. Hanya Angkasa yang Sakura punya. Hanya Angkasa yang mampu menguatkannya. Hanya Angkasa yang bisa menjadi alasannya untuk tersenyum setelah kepergian ibunya.

Gadis itu menunduk. Menangis tanpa isak yang sama sekali tidak terdengar, sekalipun dadanya benar-benar sakit seperti terlilit kuat, dan tidak ada penawar yang bisa melepaskannya. Sehingga tanpa ia sadari, seseorang baru saja membuka matanya meski perlahan, dan tampak dipaksakan. Memberikan uluran tangan, demi menyeka air mata yang menetes di pipinya.

"Cengeng amat," cetusnya, yang membuat kepala Sakura terangkat.

Gadis itu terkejut. Sepasang mata merahnya membulat sempurna. "Kak Angkasa udah sadar?"

"Udah dari semalam. Kamunya nggak ada," lantun Angkasa dengan suara lemah, seraya memberi senyuman dan menarik tangan gadis itu hingga terduduk. "Duduk, sini."

"Hiks... Hiks... Hiks...."

Bukannya senang atau terharu mengetahui hal tersebut, Angkasa dibuat bingung ketika Sakura tiba-tiba malah menangis lagi dan kini terdengar suara. Gadis itu menangis terisak. Air matanya berjatuhan semakin banyak, lebih banyak dari yang Angkasa lihat sebelumnya. Menutupi kedua matanya dengan jari-jarinya.

"Kenapa malah nangis? Nggak seneng, ya, saya udah sadar? Biar bisa berdua-duaan sama Galen gitu? Hm?" tanya Angkasa, yang sebenarnya menggoda.

"Kakak, mah, ih!" Sakura semakin kesal. Lantas tangisannya semakin menjadi.

Angkasa mengernyit. "Ih, malah kejer? Kenapa?"

"Pake segala tanya 'kenapa'! Kakak nggak tau, sih, dua hari selama Kakak nggak sadarkan diri, aku itu cemas! Aku khawatir! Aku takut Kak Angkasa kenapa-kenapa karena aku!" Sakura terus menangis. Namun di sela tangisannya, ia pun menambahkan, "Aku udah kehilangan ayah. Kehilangan ibu. Dan sekarang aku nggak mau kehilangan Kak Angkasa!"

Sesaat Angkasa menahan senyumnya, tepat ketika ia mendengar kalimat terakhir Sakura.

"Maafin aku, ya, Kak. Kakak begini gara-gara aku. Gara-gara Kakak nyelamatkan aku."

Akan tetapi senyum itu seketika surut saat ketika ia mendengar kalimat barusan. Sakura benar-benar tidak tahu apapun yang baru ia ketahui. Sakura tidak tahu, kalau yang terjadi sebenarnya justru sebaliknya. Dirinyalah yang menyebabkan gadis itu dalam bahaya. Ditampar oleh kenyataan memang benar-benar menyakitkan.

Sakura meraih tangan Angkasa. Menggenggamnya erat dengan jari-jemarinya. "Aku nggak mau kehilangan Kak Angkasa."

Dua pasang mata itu bertemu. Berbeda dengan Sakura, justru ada luka yang mendalam, tersirat di mata Angkasa saat menatap Sakura. Dada Angkasa juga terasa nyeri dalam diamnya. Setidaknya ini lebih baik dan ia yakin tidak akan terlalu menyakitkan bagi Sakura, lantaran gadis itu belum resmi menjadi miliknya.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang