#Diarasa-10

8 0 0
                                    

"Dari mana saja?"

"Aku?"

"Ya memang siapa lagi, jika bukan kau?"

"Aku kira, hantu yang sedang didekatmu, mungkin."

"Ish! Aku serius tahu!"

"Haha, bercanda, Sa. Kau selalu saja sensitif. Aku sedang berusaha memperbaiki segalanya, Sa."

"Ku rasa semuanya berjalan baik-baik saja, Jara. Mengapa harus pergi?"

"Kau hanya melihat yang memang terlihat, Sa. Rasanya kehidupan semakin menyusahkan saja."

"Baru hari ini, aku melihatmu menyalahkan hidup,"

"Aku hanya mengutarakan perasaan, Sa. Manusia biasa sepertiku, tidak akan selalu baik-baik saja."

"Kau benar. Jadi, dari mana saja selama ini?"

"Mungkin sedang pergi untuk merenungi hidup?"

"Mengapa jawabanmu terdengar membingungkan, sih!"

"Ya, memang saat ini sedang bingung. Aku.. merasa sedang kosong saja, Sa."

"Pergi bukan solusi, Jara. Aku selalu ada."

"Selalu ada? Haha. Assa, tak ada manusia yang benar-benar selalu ada."

"Kalau begitu, katakan jika kau butuh seseorang. Pasti aku akan berusaha menemanimu,"

"Assa, terkadang memang ada saatnya manusia tidak butuh dengan orang lain. Ia hanya butuh dirinya sendiri."

"Mengapa bisa begitu?"

"Entah, manusia sadar atau tidak. Tetapi, memang akan ada satu fase, dimana manusia merasa sedang mencari dirinya sendiri, Sa. Mereka ingin menemukan diri mereka sendiri. Mereka ingin mengerti dirinya sendiri. Mereka hanya ingin paham kemana dirinya selama ini."

"Diri kita, kan tidak kemana-mana, Jara. Mengapa harus dicari?"

"Apakah, ketika kau bercermin di kamarmu, melihat dirimu sendiri. Itu artinya, kau menemukan dirimu sendiri, Sa?"

"Hm.. entahlah."

"Kau hanya melihat dirimu sendiri secara fisik, Sa. Itu bukan menemukan dirimu yang sebenarnya."

"Lalu bagaimana?"

"Sayangnya aku masih mencari, Sa. Menemukan diri sendiri rasanya lebih susah daripada menolong orang lain."

"Semua memang selalu rumit jika kau yang merasakan ya, Jara."

"Aku hanya tidak ingin menjadi manusia yang hanya bisa makan dan tidur, Sa. Kurasa, Tuhan menciptakan semua ini bukan hanya untuk itu."

"Ya memang untuk ibadah, kan?"

"Assa. Ibadah bukan hanya sesederhana menunaikan sholat, bersedekah dan berbakti pada orang tua. Rahasianya jauh lebih dalam dari itu semua."

"Memangnya, ibadah seperti apa, Jara?"

"Tanyakan hatimu,"

"Mengapa harus hati?"

"Karena kemurnian manusia, ada dihatinya, Sa. Sebelum terkontaminasi oleh dosa yang diperbuat. Manusia suci dan berharga karena hatinya."

"Oh Tuhan. Kurasa aku harus menambah IQ jika berbicara denganmu,"

"Haha. Assa, ku beritahu dirimu. Kau sudah cukup tahu "menjadi manusia" dengan menanyakan ini semua."

"Mungkin memang manusia akan menanyakan ini suatu saat nanti, Jara."

"Semoga saja. Tetapi, bagaimana jika manusia tidak pernah terpikirkan hal tersebut? Mereka hanya menjalani semuanya, seperti orang kebanyakan. Hidup, menikah, lalu mati. Tidak ada yang berbeda."

"Semua memang akan menjalani, semua itu, kan?"

"Ya memang. Tetapi, selama waktu yang diberikan Tuhan, apa tidak pernah terbersit di pikiran manusia untuk tahu, mengapa mereka hidup, menikah lalu mati, Sa?"

"Untuk apa dipikirkan hal yang memang telah digariskan Tuhan?"

"Lalu kau menganggap Tuhan hanya ada untuk menciptakan tiap jalan manusia? Enak sekali menjadi manusia,"

"Lalu untuk apa, Jara?"

"Assa. Kehidupan, pernikahan, kematian, semua ada untuk memberikan pengajaran. Untuk membuat manusia selalu paham bahwa ia tak pernah menjalani seorang diri, untuk mengerti bahwa tiap manusia ada untuk suatu alasan yang pasti, tentunya untuk mengingatkan bahwa manusia bisa saja takkan sampai di fase itu dalam kehidupannya. Semua terasa punya tanya dan jawabnya masing-masing, Sa."

"Apakah aku akan sampai di semua fase itu, Jara?"

"Hei! Aku bukan Tuhan, Sa. Bisa iya, bisa juga mungkin takkan sampai. Tugas kita memang hanya memahami, menjalani dan memaknai semuanya, Sa."

"Baiklah. Rasa-rasanya kehidupan takkan pernah habis untuk diceritakan,"

"Yang utama di bumi memang kehidupan, kan? Tidak akan ada namanya manusia, tumbuhan dan hewan, jika kehidupan tak dinamai, Sa."

"Wah, kurasa ini semacam dongeng yang kau bacakan untukku, Jara."

"Haha. Artinya kau mendengarkanku. Assa, Hidup ini memang tentang kita. Pemeran utama tidak akan pernah hanya tinggal diam untuk menyaksikan figuran merebut perannya, kan? Kau pemera utama dalam kehidupanmu, dan ketidaktahuanmu hanyalah figuran yang mencoba mendekati agar bisa merebut peranmu. Hidup tentang kita, Sa. Bukan tentang bagaimana cara makan dan tidur saja, lalu merasa baik-baik saja dan tak mau mencari kebenarannya."

"Ok. Penjelasan panjang dari Pak Jarra yang Terhormat."

"Assa, Assa. Ayo kita pulang."

.....

171019

Have a nice day :)

-snjnl

Diarasa -Dialog Jara & Assa-Where stories live. Discover now