..: Bab 13 :..

4.5K 605 44
                                    

Ainsley tidak bisa memejamkan matanya sama sekali sehingga ketika pagi menjelang, dia merasa sangat tidak berdaya. Sudah dipastikan bahwa lingkaran hitam di bawah matanya akan sangat terlihat jelas. Memiliki kulit putih apalagi dirinya yang jarang berada di bawah sinar matahari langsung telah membuat kulitnya pucat. Begitu pula dengan lusinan bangsawan lainnya. Mama pun begitu.

Ainsley menghela napas lelah ketika dirinya mendengar pintu kamarnya diketuk dan dibuka pelan. Jelas sudah  Yemima masuk ke dalam kamarnya dan akan membantunya bersiap. Papa pasti sudah menunggunya untuk acara berkuda yang rencananya memang akan mereka lakukan.

"Astaga! Milady, apa yang terjadi dengan Anda?" Tanya Yemima ngeri.

Ainsley meringis. Bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya dengan kepala yang bertumpu di lututnya yang tertekuk.

"Apa Papa di bawah?" tanyanya dengan retina yang mengikuti gerakan Yemima.

"Ya Milady. Milord bahkan sudah berpakaian lengkap untuk berkuda pagi ini. Apakah sebaiknya saya mengatakan jika Anda sedang tidak dalam keadaan yang baik?"

Ainsley menggeleng. Dia menepuk pipinya beberapa kali dan segera beranjak. Enggan untuk membuat sang Papa kecewa kepadanya.

"Aku tidak apa-apa. Lebih dari itu, bisakah kau mulai membantuku untuk bersiap?"

Yemima mengangguk patuh. Membantu Ainsley mandi dan memilihkan pakaian berkuda berwarna cokelat dan merah yang sesuai dengan surai Ainsley. Pilihan Lady Catriona tidak pernah salah. Pakaian itu sangat cocok dan sesuai untuk digunakan Lady Ainsley.

"Apakah mungkin Anda tidak merasa nyaman dengan kamar ini? Saya akan meminta untuk menyiapkan kamar lainnya."

Ainsley meringis. Bukan sebab kamar yang dirinya tempati lah yang membuatnya tidak bisa memejamkan mata. Namun rasa marah dan rasa malu kepada tunangan kurang ajarlah yang membuatnya kesal.

"Aku akan baik-baik saja. Setelah berkuda aku akan beristirahat untuk sejenak."

"Baik Milady." Yemima lalu mulai mendandani surai cokelat kemerahan milil Ainsley. Membuat kepangan di yang berkumpul di bagian belakang.

"Apakah Anda akan menggunakan topi, Milady?"

"Huh?" Ainsley merasa bingung untuk sesaat.

"Lady Catriona tidak menyukai topi ketika dirinya berkuda. Dia mengatakan bahwa topi mengganggu penglihatannya."

Ainsley membenarkan itu. Tetapi tidak ada bangsawan Inggris yang dirinya kenal tidak menggunakan aksesoris tersebut. Jika Mama melihatnya, mungkin Mama bisa pingsan karena terkejut.

Tetapi, oh tentu saja! Tempatnya bukanlah di daratan Inggris. Di sini tentunya berbeda dan dia juga ingin mencobanya. Mencoba berkuda dan merasakan sinar matahari untuk menyentuh wajah dan rambutnya.

"Tidak perlu. Aku tidak ingin menggunakannya," jawabnya dengan senyum lebar.

Ainsley lalu meminum susu dengan campuran buah rasberry yang pelayan antarkan ke kamarnya. Ainsley menyukainya. Bahkan teramat sangat menyukainya dan baru tersadar bahwa sudah lama sekali dia tidak menikmati minuman kesukaannya. Dia juga menghabiskan sedikit biskuit yang tersedia dan siap untuk sesi berkudanya bersama Papa.

"Lord Graeme sudah menunggu Anda di pintu depan, Milady."

Ainsley mengangguk. Berjalan dan menuju tempat yang dimaksud dengan ingatan terakhirnya. Itu tidak sulit karena sebagian besar tempat ini memang sama sekali tidak berubah.

Sepatu boot yang dia gunakan terdengar menggema di lorong yang sepi. Langkahnya terasa ringan dan sekuat mungkin, Ainsley menyimpan kemarahannya di sudut paling dalam kepalanya.

Ini sesinya bersama Papa untuk pertama kali setelah sekian lama. Mungkin Ainsley belum memaafkan Papa. Tetapi bukan berarti bahwa dirinya tidak akan menikmati sesi ini.

Ketika Ainsley sampai di bibir pintu, senyumnya tidak bisa menghilang begitu dirinya melihat kuda arab miliknya. Papa bilang bahwa Phantom adalah miliknya dan Ainsley menyukainya. Astaga.

"Phantom!" Panggil Ainsley dan membuat cuping telinganya bergerak-gerak seolah telah mengenali tuannya.

Ainsley mendekati kuda arab itu. Menepuk lehernya lembut dan mengagumi bulu hitam malamnya.

"Kurasa dia juga menyukaimu, Nak." Graeme terkekeh. Tidak bisa menahan diri dari rasa suka cita yang dirasakan oleh Ainsley.

"Selamat pagi, My Lord. Saya merasa bersemangat hari ini. Bukankah ini pagi yang cerah?"

"Kau masih saja memanggilku begitu. Rupanya sogokan berkuda saja tidak mempan ya." Gerutu Graeme yang membuat Ainsley tersenyum geli.

Ainsley lalu naik ke pelananya. Memandang bukit di depannya dan memicingkan matanya. "Balapan sampai danau, My Lord?"

Graeme terkekeh. Danau yang Ainsley maksud berada di sisi lain bukit. Dibutuhkan seperempat jam berkuda untuk sampai di sana.

"Kuharap kau tidak akan menangis ketika kukalahkan, Cherry."

Ainsley sedikit tersipu. Papa memang senang memanggilnya dengan nama panggilan ketika kecil. Ainsley pikir Papa akan berubah dan tidak lagi memanggilnya dengan kata ganti itu lagi.

"Tentu saja. Semoga Anda lah yang tidak akan tertinggal." Tanpa aba-aba Ainsley mulai memacu kudanya. Bergerak cepat dan mulai tertawa ketika Phantom membawanya menerobos angin.

Dan oh Tuhan! Ainsley merindukan momen berkudanya. Dia menyukai ketika angin membelainya dan cahaya matahari yang hangat mulai menerpanya. Di sini, oh di tempat ini dirinya bahkan bisa menghidu aroma yang nyatanya sangat dia rindukan. Aroma hutan selalu menyenangkan baginya dan sayangnya, dia jarang bisa menemukannya di London sana.

Ainsley mengenal bukit itu dengan baik karena Papa sering membawanya serta ketika dia masih kanak-kanak. Ainsley mulai menambah kecepatan. Mulai meninggalkan bayangan Papa di belakangnya dan berbelok tajam ke sebuah jalan yang Ainsley tahu lebih dekat daripada yang seharusnya.

Dia menyeringai lebar. Membayangkan bagaimana wajah sang Papa ketika tahu bahwa Ainsley telah sampai di danau itu.

Dan benar saja, sepuluh menit kemudian, Ainsley mulai memperlambat lajunya. Sampai di danau berwarna hijau seperti yang ia ingat dengan air terjun mungil yang menjadi latarnya.

Ainsley turun dari Phantom. Menuntun kuda itu untuk berteduh di bawah pohon yang dekat dengan danau.

"Kuharap kau tidak berkuda seliar itu lagi." Gumam suara berat menyentak Ainsley. Tubuhnya membeku dan dia berharap bahwa dirinya salah.

"Jika ayahmu tidak bisa membuatmu patuh, mungkin aku harus membantunya, Lass."

Ainsley menggeram kesal. Dia berbalik dan bersiap untuk menyemburkan amarahnya kepada pria itu ketika yang dia temui adalah penampilan Hector Reid dengan dada bidangnya yang berkilau dengan air yang masih membasahinya. Rambut berantakan yang membuatnya terlihat liar. Dan semua itulah yang pada akhirnya membuat Ainsley bungkam.

Dia pasti sudah gila karena berpikir untuk menyentuh tetesan air di dada bidang Hector. Ainsley bahkan ingin menyerap rasa lembab di helaian surai Hector. Dan ketika dia mendongak dan bersitatap dengan netra gelap Hector, Ainsley merasa degup jantungnya mulai menggila.

Ini tidak bisa dibiarkan.

***







22 Okt 2019
Up sesuai janji 😛

Something OddsWhere stories live. Discover now