[25] High Hopes

3.7K 609 441
                                    

Many typos
Agak dimaafin lah typo-typo nya cyn, setiap manusia tidak pernah luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya. Tsahhhhh



I remember it nowIt takes me back to when it all first startedBut I've only got myself to blame for it, and I accept it now

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I remember it now
It takes me back to when it all first started
But I've only got myself to blame for it, and I accept it now

It's time to let go, go out and start again
But it's not that easy

***


Nata terbangun dengan kepala yang sakit luar biasa. Perlahan pria bertubuh jakung itu mengedarkan pandangan di ruangan yang terasa asing, namun dia dapat mengenali tempat itu. Rumah sakit.

Nata menggerejap karena pengelihatannya masih sedikit kabur, perlahan pria itu bangkit dari tidurnya dan mulai mencari perempuan yang tadi malam bersama dengannya, Bianca.

Dengan sedikit panik Nata mencari, mengedarkan pandangan dengan liar kesana kemari sampai akhirnya menemukan Bianca terbaring lemah di ranjang sebelahnya.

Nata menarik napas lega, perempuan itu masih tertidur dengan beberapa lecet di wajahnya. Nata mengamati dari tempatnya duduk, Bianca tidak terluka parah. Setidaknya tidak ada gips yang menempel di tangan atau kakinya.

"Suster!" Nata memanggil para perawat yang berlalu lalang di hadapannya saat ini. Salah satu dari perawat itu mendekat dan memeriksa kondisi Nata.

"Perempuan yang di sebelah saya, gak apa-apa kan Sus?"

Suster tersebut menggeleng "Lecet-lecet Mas, tapi gak ada yang serius. Tidak ada patah tulang atau hal fatal lainnya"

Nata akhirnya bisa bernapas lega, masalah mobil bisa di urus nanti. Sekarang saatnya berbicara serius dengan Bianca setelah perepuan itu sadar nanti. "Makasih Suster"

Suster tersebut mengangguk dan pamit. Selepas suster tersebut pergi, Nata menoleh ke Bianca yang ternyata sudah sadar dan menatap bingung sekelilingnya. Perempuan itu akhirnya beradu tatap dengan Nata dan mengerutkan kening bungung

"Kita du rumah sakit?"

Nata mengangguk pelan, "Iya"

Bianca mencoba bangkit dari tidurnya, perempuan itu meringis nyeri karena beberapa anggota tubuhnya sakit. Setelah berhasil duduk berhadap hadapan dengan Nata di ruang unit gawat darurat rumah sakit tersebut, Bianca pun memusatkan perhatian kepada Nata, mencaritau apakah pria itu terluka parah.

Untungnya Nata terlihat baik-baik saja, meski memar di tangan dan lecet di wajahnya membuat pria itu sedikit berbeda.

"Kita harus bicara, Bi" Suara berat Nata memenuhi telinga Bianca. Pria itu tampak tenang menatap Bianca, namun Bianca tau kalau Nata sedang sangat marah dan meminta alasan sikap Bianca kemarin.

I'm a MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang