Menduga

3.3K 342 24
                                    

Gibran melangkah keluar ruang sekretariat OSIS. Rapat tentang acara perpisahan kelas 12 ini tak kunjung usai, pikirnya.

Ros sudah menunggu sahabatnya diambang pintu kelas. Tentu dengan Miko yang berdiri disampingnya.

"Oy, Gib. Jadi kan?"

Gibran mengangguk pelan, sambil berjalan melewati dua sejoli ini. Seusai membereskan perlengkapannya, Gibran berjalan bersama mereka keluar sekolah.

"Jadi nyamuk aja gua terus." celoteh Gibran.

"Yee sekali-kali nonton bertiga. Kapan lagi kan?" ucap Miko merangkul Gibran, dengan tangan satunya merangkul Ros.

"Gib, kalau gak mau, gak apa-apa kok." tutur Ros khawatir.

"Santai, Ros. Gabut juga dirumah, lagian gua juga udah biasa jadi nyamuk."

Ketiganya pun tertawa dan melanjutkan perjalanan mereka dengan motor. Seperti biasa, Gibran sendiri. Beriringan dengan Miko dan Ros yang merasa dunia milik berdua.

Diwaktu-waktu seperti ini, Gibran mengharapkan seseorang akan menemaninya dan tak bisa dipungkiri, ia merasa cemburu kepada pasangan-pasangan seperti Miko dan Ros yang menghabiskan waktu mudanya dengan bersuka cita bersama-sama.

"Ben mana sih..." batinnya.

--

"Ben, yuk. Gue udah siap." ucap Rana merapikan atasannya.

Ben hanya bersungut-sungut mengucek satu matanya, "Harus banget nonton apa?"

"Iih... gue kan pengen catching up sama lo. Habis itu kita makan,yuk. Jarang-jarang lho gue ke Indo..."

Ben menggaruk kepalanya dan akhirnya bangkit dari kasur dan berjalan keluar kamarnya bersama Rana yang sudah cantik.

Rana menggandeng tangan Ben dengan tiba-tiba saat menuruni tangga. Ben sempat kaget dan melirik Rana yang sudah seperti balita yang gelendotan. Ben kemudian diam saja dan tak menganggap gerak-gerik Rana sebagai suatu masalah.

"Ma, jalan ya. Pak Sirlan mana?" ucap Ben kepada Cecil yang tengah memainkan ponselnya di ruang tamu.

"Sama Rana kan? Gausah, kamu aja yang bawa. Nih." Cecil memberikan kunci mobilnya pada Ben

"Oh iya, Ben. Ini. Kalau ada apa-apa bilang ya, Nak." lanjut Cecil memberikan ponsel Ben yang telah lama disimpan Brian.

Cecil sudah menaruh hatinya pada Rana, sama seperti Gibran sewaktu itu. Ben merasakan sedikit kebebasan yang tak pernah ia dapatkan jika bersama Gibran. Bahkan jika Rana tidak pulang, ponselnya mungkin tak akan kembali. Aneh rasanya, tapi yang jelas, Ben merasa senang saat ini.

--

"Masih 30 menit lagi. Apa kita cari makan dulu ya?" ujar Miko seraya memasukkan tiga tiket masuk kedalam kantung celananya.

"Mik, kan kita baru aja makan..." tutur Ros.

Miko hanya menggaruk kepala sambil setengah tertawa. Sementara Gibran masih sibuk melihat ponselnya, entah mengharapkan apa.

"E-Eh... itu Kak Ben bukan sih?" tanya Ros.

Mendengar namanya disebut, Gibran langsung menoleh kearah pintu masuk bioskop. Sedikit aneh menurutnya melihat Ben bergandengan tangan dengan orang lain. Hati Gibran semakin tidak menentu, ingin sekali rasanya membombardir Ben dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Good Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang