Baiklah

7.6K 533 51
                                    

Tak!

"Akh!" Arman memekik saat kepalanya dijitak dengan sangat sadis oleh adik kembarnya sendiri.

"Kenapa kau menjitakku?" Tanya Arman sambil mengusap kepalanya.

Arman baru saja bangun tadi pagi dan saat sang adik datang, sang adik malah menjitak kepalanya. Keterlaluan memang adiknya itu!

"Kalau tidak mau merawat diri sendiri sana pergi jauh-jauh dariku!" Ujar Arsen dengan wajah kesal.

"Aku juga tidak mau sakit, Arsen," ujar Arman membalas.

"Tidak mau sakit tapi, tidak menjaga diri! Dasar aneh!"

"Kau!"

"Apa? Benar, kan?"

Arman menghela kecil. Dia diam saja. Dia salah dan dia tahu. Dia tidak memperhatikan dirinya sendiri dan terlarut dalam kenikmatan sesaat dari rokok. Arman memang sudah mendengar dari suster yang dari mengantar obat padanya. Suster itu bilang, paru-paru Arman agak tidak sehat. Karena itulah, Arman membiarkan adiknya memarahinya walau dia juga marah.

"Jangan sembarangan merokok lagi!" Omel Arsen dan Arman mengangguk.

"Albern itu masih kecil, kalau kau kena penyakit berbahaya karena rokok bagaimana dengan Albern?" Ujar Arsen sambil berkacak pinggang seperti ibu kost yang tengah menagih uang sewa.

"Apa kakak tidak mau melihat bagaimana Albern tumbuh besar?" Tanya Arsen.

Arman tersenyum kecil. Bayangan putranya bertumbuh dari hari ke hari membuatnya tersenyum, juga sadar kalau dia tidak akan bisa melihat itu semua meski dia masih sehat. Arman menghilangkan senyum di bibirnya. Arsen melihat itu. Dia melihat raut wajah kakaknya kembali suram.

"Kenapa?" Tanya Arsen.

Arman menggeleng. Dia tersenyum pada adiknya.

"Apa kau khawatir padaku?" Tanya Arman menggoda.

Arsen langsung berpura-pura hendak muntah dan Arman terbahak. Arsen tahu kakaknya tengah menyimpan segala hal di hatinya sendiri tanpa mau berbagi. Tapi, dia lupa kalau dia tidak seahli Arsen dalam menyembunyikan hal itu.

"Kenapa?" Tanya Arman.

Arsen menggeleng. Dia menimbang-nimbang sebentar sebelum menarik napasnya dalam.

"Natasha kemarin menangis," ujar Arsen membuat Arman terdiam.

"Oh," Arman menjawab seadanya.

"Kak, apa kakak tidak mencintai Natasha lagi?"

"Kenapa? Kamu mau marah?" Tanya Arman tanpa menjawab pertanyaan adiknya.

"Aku bertanya serius kakak,"

"Aku juga menjawab dengan serius,"

Arsen menatap tajam matanya dan Arman menghela kecil.

"Apa ada gunanya?" Tanya Arman akhirnya.

"Apanya?"

"Aku mencintai dia atau tidak. Apa sekarang hal itu ada gunanya?"

"Maksud kakak?"

"Jangan berpura-pura lupa! Kami akan pisah setelah ini. Dia sendiri yang mengatakan hal itu, dan papi yang mengurus suratnya,"

Arsen menatap kakaknya. Dia melihat Arman nampak sangat sedih dan putus asa. Arman menghela berat.

"Saat surat itu selesai dibuat kembali, bukan kah aku harus menandatanganinya?"

"Kak..."

"Sudahlah. Semuanya kebodohanku sendiri," ujar Arman sambil mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang