Menyerah

2.4K 112 3
                                    

Selamat membaca!!

***

Dara berdehem untuk menghilangkan kecanggungan yang menyelimuti ruangan UKS. Saat ini hanya ada dirinya dan Nathan, sementara Lucas telah keluar duluan setelah diobati.

Gadis itu mulai mencelupkan kapas ke dalam obat merah. Tangannya tergerak mendekati wajah Nathan. Ia mulai menempelkan kapas tersebut pada sudut mata Nathan. Tak ada reaksi sedikitpun yang ditunjukkan oleh Nathan, cowok itu hanya diam sembari menatap wajah cantik Dara.

"Thanks."

Nathan menggerakkan kedua tangannya untuk mengiringi kata tersebut. Ya, cowok itu menggunakan bahasa isyarat sederhana yang ia ketahui.

Dara menghentikan aktivitasnya. Gadis itu menatap sekilas wajah Nathan sebelum akhirnya kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Udah mewarnai kehidupan gue selama tiga bulan ini."

Lagi, Nathan juga menggunakan bahasa isyarat. Cowok itu sudah mempelajari sedikit tentang bahasa isyarat. Dan ternyata cukup sulit baginya yang merupakan manusia normal.

Dara kembali menghentikan aktivitasnya. Gadis itu menunduk. Matanya terpejam, menahan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba muncul.

Nathan mengangkat dagu gadis itu," Liat gue," ucapnya penuh penekanan agar Dara bisa mengerti.

"Gue sadar, gue nggak pantes buat lo," kalimat Nathan yang ungkapkan begitu menyayat hati Dara.

Padahal ia hanya bisa melihat pergerakan bibir dan bahasa isyarat sederhana yang cowok itu lakukan. Tapi rasanya benar-benar menyakitkan. Apalagi jika ia mendengarnya secara langsung? Mungkin itu akan jauh lebih menyakitkan bagi seorang gadis cengeng layaknya Dara.

"Lo terlalu baik buat gue."

Dara masih menunduk. Menahan butiran-butiran air yang siap untuk meluncur kapan saja.

"Gue cuma sebatas pecundang yang nggak bisa mempertahankan cintanya," ucap Nathan tertawa hambar. Cowok itu tetap melanjutkan kalimatnya, meskipun ia tahu Dara tidak akan mengerti karena gadis itu menunduk.

Keheningan terjadi selama beberapa saat. Hanya suara detik jam dinding yang menunjukkan pukul 06.55 yang memenuhi ruangan.

"Dara!"

Dara terkejut bukan main mendengar panggilan yang ia dengar secara samar tersebut. Dara? Nathan baru saja memanggilnya dengan sebutan Dara. Kemana panggilan itu? Apa ia salah dengar. Maklum, gadis itu hanya bisa mendengarkan secara samar-samar suara di sekitarnya.

Gadis bersurai sebahu itu mendongak untuk melihat pergerakan bibir Nathan. Ia juga ingin mengetahui apa yang cowok itu katakan.

"Gue minta maaf!"

"Mungkin selama ini, lo nggak bahagia bareng gue...."

Tidak. Itu tidak benar, Dara bahagia selama ini bersama Nathan. Bahkan ia sangat bahagia.

"Makanya lo lebih memilih pertunangan itu. Gue terima kok!"

Tidak. Itu juga tidak benar, Dara tak bermaksud memilih pertunangan itu. Ia bahkan tidak suka dengan keputusannya sendiri, memilih dijodohkan oleh orang yang bahkan ia sendiri tidak tahu siapa, dan meninggalkan seseorang yang jelas-jelas mencintainya.

"Asalkan lo bahagia."

Nathan turun dari ranjang UKS, mendekati Dara, berdiri tepat di depannya, kemudian berucap pelan penuh penekanan yang membuat Dara tak bisa lagi menahan air matanya.

"Lupain gue!"

Waktu seakan berhenti berjalan. Tubuh Dara seakan mati rasa. Gadis itu mematung di tempatnya, menatap kosong ke arah lantai. Saat itu juga, Nathan berjalan keluar meninggalkannya sendirian.

Tubuh Dara merosot ke lantai, bersamaan dengan turunnya air mata yang membasahi pipinya. Gadis itu memeluk lututnya sendiri sambil terisak.

Maafin aku Nathan....

Sekitar tiga menit Dara menangis tanpa suara di UKS. Ingin rasanya ia menangis lebih lama lagi, menumpahkan segala rasa sesak yang memenuhi dadanya. Namun hal itu ia urungkan setelah mendengar bel masuk berbunyi.

Dara mengusap kasar air matanya. Ia harus kuat. Inilah jalan terbaik yang Tuhan berikan untuknya.

Gadis itu mencoba berdiri. Berjalan ke luar ruangan, mengabaikan rasa sesak di dadanya yang masih mengganjal. Mungkin ia akan menangis lagi nanti. Tapi yang terpenting ia harus fokus pada UKK kali ini. Nilainya harus bagus, meskipun ia tidak yakin dengan itu.

***

Di dalam ruangan, Anna menggigit bibir bawahnya dengan raut cemas. Bagaimana tidak, Dara belum juga masuk ke ruangan untuk mengikuti UKK. Padahal bel masuk telah berbunyi sejak satu menit yang lalu.

"Dara kemana sih?"

Pengawas UKK mulai membagikan kertas ulangan. Pada saat UKK memang tempat duduknya diacak bersama kelas lain. Dan kebetulan Anna dan Dara satu ruangan mengingat nomor absen mereka berdekatan.

Semua mata tertuju pada seorang gadis yang baru saja memasuki ruangan. Gadis itu terlihat membungkuk di depan pengawas UKK, meminta maaf atas keterlambatannya.

Anna bernafas lega karena gadis yang baru saja memasuki ruangan adalah Dara. Keningnya berkerut saat melihat jejak air mata yang masih terlihat di pipi tirus Dara. Bahkan mata dan hidung gadis bersurai sebahu itu terlihat memerah. Apakah Dara baru saja menangis?

Dara mulai berjalan ke arah tempat duduknya, menggeser kursi, kemudian duduk di atasnya. Tanpa mempedulikan tatapan orang-orang di sekitarnya, Dara mulai mengerjakan soal-soal itu.

Dari depan pojok kiri, Anna menatap prihatin sahabatnya itu yang duduk di banjar nomor dua barisan ke tiga. Selesai UKK nanti, ia akan mengintrogasi gadis itu.

***

Anna menepuk pelan punggung sahabatnya yang kini tengah menangis itu. Dara sudah menceritakan semuanya pada Anna. Saat ini mereka tengah berada di rumah Anna.

"Sstt... udah dong Ra! Jangan nangis lagi ah, gue ikutan sedih nih jadinya," ucap Anna sembari mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Mencegah air matanya ikut turun, dan bukannya mencarikan solusi justru ikut terlarut dalam keadaan ini.

"Gue yakin, lo pasti bisa ngehadapin ini semua! Lo kuat Ra!" ucap Anna sembari menguraikan pelukannya.

"Udah ah."

Anna menghapus jejak air mata pada pipi Dara, kemudian kembali memeluk sahabatnya itu.

"Makasih," ungkap Dara menggunakan bahasa isyarat sesaat setelah menguraikan pelukannya.

Anna mengangguk sambil tersenyum, "Sama-sama."

"Temenin aku jalan-jalan yuk!"

Anna tersenyum lebar sebelum akhirnya mengangguk setuju. Setidaknya dengan cara ini sahabat baiknya itu bisa melupakan masalah sejenak.

"Kita mau kemana? Terserah lo dah, gue temenin."

Dara berpikir sejenak, "Keliling taman aja deh, sekalian jajan di sana. Pasti banyak, kan penjual makanan?"

"Oh... Pasti banyak lah. Mau minta berapa lo? Bayar sendiri tapi, hehehe... Kalo perlu gue juga sekalian."

Dara mengerucutkan bibirnya kesal. Meskipun begitu gadis itu tetap menuruti keinginan sahabatnya. Lagi pula ia juga membawa cukup banyak uang jika hanya digunakan untuk mentraktir curut yang satu ini.

Yang terpenting bagi Dara adalah ia sadar, masih ada orang yang mau perduli dengannya. Menerima kekurangannya dengan lapang dada, serta menyambut kedatangannya dengan senyuman.

***

Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan!

Saya ucapkan banyak terimakasih bagi para pembaca setia yang masih menunggu kelanjutan dari cerita ini....

See you next time!!

Arigatou gozaimasu!!

Selasa, 11 Februari 2020

NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang