64. Shinketsu

217 25 0
                                    

"Tidak," jawab Shira yang tampak keringat dingin dan meneguk ludah. Dia tau siapa pria yang memakai penutup kepala dari sarung itu di depan.

Anggota Shira juga tahu kalau pria itu pengawal Raja, namun lebih dari itu kenangan buruk segera menerpa kepala Shira dan tidak ada siapapun yang tahu.

Mereka berjalan masuk. Mata mereka berkeliling menatap ramainya penonton.

"Seperti area gladiator," kata Hendrik senang, "penyambutan yang sangat meriah."

"Bukan," Fister turut membenarkan opini Shira. Otaknya lebih encer menerka situasi dibandingkan Hendrik.

"Ini bukan penyambutan, jika analisisku benar. Pasti ada sesuatu yang Wakil Gildo sembunyikan."

"Iya," jawab Andre yang dapat melihat Wakil Gildo duduk di podium elit bersama dua Wakil lain serta pemimpin dari pasukan lain.

Dari seberang podium, Gildo duduk membungkuk mengusap-usap kepala dan berteriak ketika sang teman berkata, "mereka tidak akan bertahan."

"Aku tahu!"

Gildo benar-benar tidak menyangka kalau sang Raja serius ingin mengeksekusi dirinya serta Jenderal Henri. Bisa dilihat dari penguji yang ia kirim, pengawal pribadinya langsung.

"Ahh, bajingan! Kupikir dia hanya akan mengirim salah satu bawahan dari kalian. Tapi kalau sudah begini mereka tidak akan punya kesempatan," umpat Gildo sambil menunjuk dua pemimpin pasukan lain.

"Kalau sudah begini, minta maaflah sebelum semuanya terlambat,"saran Jenderal Rohar, pemimpin tertinggi dari pasukan G-1.

"Tidak usah diberi saran Rohar, biarkan saja dia menikmati pilihannya. Toh aku juga sangat senang kalau dia dan bajingan itu dieksekusi. Toh, akhirnya aku tak perlu mengotori tanganku lebih banyak lagi. Hahaha."

Sementara itu, Jenderal Esno dari pasukan Stampfer terlihat paling senang menikmati penderitaan yang dialami Sacred Forced. Penderitaan yang mereka buat sendiri.

Pria yang paling sepuh diantara pemimpin pasukan lain. Esno Jegar, dia sangat membenci Sacred Forced terutama pemimpin tertinggi mereka. Tapi sayang, ia tak punya kekuatan lebih untuk menyingkirkan mereka walau ia adalah sepupu Raja.

Ditertawai begitu, Gildo Selfgard terdiam dan memilih kembali duduk. Harga dirinya sangat tinggi, ia tak akan meminta maaf. Pria berumur empat puluh enam tahun itu lebih memilih menikmati pilihannya seperti yang dikatakan Esno Jegar.

Alex dan Edi Gein tidak bisa menasehati lebih banyak. Mereka tidak bisa mengubah pendirian pria paruhbaya itu dan begitu juga sebaliknya. Tidak ada siapapun di dunia ini yang sanggup mengubah pendirian seseorang. Yang hanya bisa mereka lakukan adalah bersiap untuk kemungkinan terburuk.

"Ini pertarungan," Shira langsung ke poin inti. Ia tidak peduli apakah anak buahnya siap atau tidak. Yang jelas mereka tidak bisa mundur.

Mereka terus maju, bersamaan dengan itu tanah tiba-tiba naik membawa mereka lebih tinggi satu meter dari lapangan. Podium arena terbentuk.

Sang pengawal menyambut mereka. "Selamat datang kembali, Shira ..."

"Jangan sebut nama belakangku, aku tidak sudi!" Bentak Shira.

Pengawal itu menurut lalu dengan nada sedikit melecehkan ia berkomentar.

"Bajingan itu hanya mengirim kelompok senior ya, dia meremehkanku."

"Langsung saja Gelman, atau harus kubilang Pak tua Gelman! Untuk apa kau disini?"

"Heh, tentu saja untuk bertarung sampai mati."

ANDRE FOSKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang