Celengan Amarrrah

724 121 3
                                    

Banyak yang bilang, mereka bertiga udah kayak kembar. Padahal yang kembar malah Chaewon sama Felix, kembar padahal beda emak.

Namanya juga sepupuan mungkin kayak Yena sama Yuqi juga mirip. Atau Yuri sama Yoojung pun gak kalah mirip.

Tapi diantara saudara-saudara yang lain, cuma Chaewon sama Felix juga yang gak akur sampe sekarang. Sebenernya Chaewon sih yang sensitif banget kalau sama Felix.

"Sabar aja, Lix. Chaewon tuh emang kadang suka meledak gituh," kata Yena yang saat itu lagi lesehan di karpet bareng Felix. "Lagian kalo dipikir-pikir, itu bukan salah lu, bukan mau lu juga begitu. Gua yakin Chaewon juga udah cukup dewasa."

Felix ketawa dengan suara berat khasnya. "Iya, Kak. Makanya kan gua kesini buat berusaha memperbaiki. Selagi masih dikasih waktu."

"Lu ngomong masih dikasih waktu kayak waktu lu terbatas aja." Yena mendengus ke arah sepupunya.

Cowok yang lagi duduk di samping Yena itu berakhir cuma ngeliatin TV, keliatannya lagi mikir.

"Kak," panggil Felix setelah lama diem-dieman. "Gua pengen bahagiain Chaewon. Gua pengen ngeliat Chaewon senyum ke gua walau cuma sekali, sebelum terlambat."

"Perasaan dari dua adek gua malah cuma lu yang manggil gua 'kak'," celetuk Yena, too much information lalu kembali fokus ke percakapan. "Semangat deh kalo begitu. Posisi sudut pandang kalian berdua gak ada yang ngenakin. Chaewon yang masih nyimpen rasa dendam, lu juga yang sebenernya susah dari dulu."

Felix menganggukan kepalanya kemudian senyum, Yena ikutan senyum. "Ngomong-ngomong ini Chaewon pergi lama amat?"

Gak lama dari itu, hape Yena yang dicolok deket dispenser bergetar tanda ada notifikasi baru. Yena buru-buru bangun, nyamperin hapenya.

Itu balesan Yujin karena Yena sempet nyindir secara frontal tentang cerpennya waktu itu. Masih mending cuma disindir daripada beneran dituntut, duh.

Disela Yena fokus ke hape, dan Felix nontonin acara TV, terdengar suara orang sahut-sahutan sampe bikin Yena segera bergerak ke sumber suara.

"Waduh, waduh kenapa nih?" tanya Yena berkacak pinggang ngeliat ternyata dua adeknya yang ribut tadi. Dibelakang keliatan Hyunjin yang bingung.

"Yul, kamu bisa ngomongin sama kita berdua daripada jadi beban sendiri begitu. Liat sekarang, kamu kayak anggap diri kamu sendiri bukan bagian keluarga," ujar Chaewon sambil tangan kanannya menahan Yuri yang mau masuk ke dalem. "Udah berapa lama kita hidup bareng, Yul?"

"Makanya karena kita hidup bareng udah lama yang bikin Yuri muak hidup bareng kalian. Chae pikir Yuri gak kepikiran semua omongan orang yang ngebandingin kita terus berakhir Yuri yang dihujat dan Chae yang dipuji? Kita hidup bareng udah lama, tapi Chae gak pernah ngertiin gimana perasaan Yuri, apa itu yang namanya saudara?"

Beneran, itu Yena maupun Chaewon sama-sama kagetnya denger semua yang keluar dari mulut Yuri. Selama ini, Yuri muak hidup bareng mereka. Dan selama ini pula Yuri menganggap persaudaraan mereka beban. Itu kayak pukulan telak ke gigi, rasanya sakit nyut-nyutan.

Chaewon mengusap mukanya frustasi, sementara Yena masih terbengong-bengong. Felix yang lagi nonton pun matiin tv-nya biar bisa mendengar dengan jelas apa yang terjadi.

Cukup lama hening mengudara antara ketiga kakak-beradik itu, Chaewon berlalu masuk ke dalem rumah sambil menghela napas. Yena sempet ngeliatin lamat-lamat semua pergerakan Chaewon, lalu ikutan menghela napas tapi mukanya nunduk nahan emosi.

"Mau jadi apa kalian berdua hidup tanpa gua," gumam Yena sambil geleng-geleng kepala, setelahnya menoleh ke arah Yuri sambil senyum khas seorang kakak. "Yuri udah makan belom? Bapak bawain bakso aci noh."

Hati Yuri seketika kayak disentil. Setelah semua yang Yuri omongin, Yena masih bisa senyum dam sempetnya nanyain makan. Muka Yena nista banget Yuri jadi pengen nangis liatnya.

"Yena, hiks." isakan tangis samar-samar terdengar, Yuri pelan-pelan lari ke pelukan Yena sambil makin kejer nangisnya. "Yuri udah keterlaluan, maaf."

"Iye, ntar dulu nangisnya. Ganti baju dulu sono, masih pake seragam gini lu, trus gak bilang dulu mau maen." Yena menepuk pelan kepala Yuri, lalu matanya ngeliat Hyunjin mendekat, dia tersentak. "SAMA COWOK PULA MAENNYA DAN COWOKNYA HYUNJIN PULA!"

Yha emangnya apa yang kalian harapkan dari seorang kakak seperti Yena. Seorang yang bacot kayak Yena akan selamanya bacot.









Makan sore ditemani bakso aci keluarga saat itu keadaannya canggung. Mata Chaewon keliatan sembab kayak abis nangis, Yena diajak ngomong Felix malah gak nyambung omongannya, dan Yuri kebanyakan bengong padahal di depan mata ada makanan.

Seokjin gak bego yah untuk menyadari ada yang aneh sama putri-putrinya. "Heh, kalian lagi berantem yak?"

Otomatis ketiga putrinya merespon bersamaan dengan ekspresi berbeda di setiap muka.

"Kalo masih berantem sampe hari-h kita berangkat ke rumah engkong, kita gak jadi liburan yak?" pertanyaan tiba-tiba dari Seokjin ini menimbulkan pekikan keras dari Yena. Kedengerannya gak terima kalau bener liburan mereka dibatalin. "Lagian kalo lagi berantem begini ntar malah ngerusak suasana liburan dong? Ntar bukannya seneng-seneng malah ribur di sono."

Terlihat Felix ngangguk tanda setuju, lalu ada Chaewon yang nampak lagi berpikir di depan makannya.

Yang bapaknya bilang emang ada benernya juga. Kalau misal masalahnya belum selesai dan sewaktu-waktu diantara mereka ada yang meledak, itu bakal bener-bener ngerusak liburan. Yha masa liburan keluarga jalan-jalannya sendiri-sendiri? Keluarga macam apa itu.

"Apa pun masalahnya, pasti ada solusinya. Kalian ini kan kakak-beradik, bertiga pula. Wajar kalo ada sedikit cekcok mah, yang penting itu gimana kalian menyikapi setiap masalah," kata Seokjin lagi, disuapnya bakso aci ke dalam mulut untuk dikunyah lalu diproses lagi di perut. "Oh, jawaban dari pertanyaan Yena tadi, bapak gak pernah yak yang namanya main dibelakang sewaktu masih sama ibu, bapak ini pria bucin pada masanya. Dan juga kalian bertiga ini murni hasil kerja keras bapak dan ibu, gak ada yang namanya anak angkat atau anak pungut apalagi anak tiri."

Seokjin ngomong panjang lebar begitu sampe hampir keselek kuah bakso kalau gak cepet-cepet Felix ambilin minum. Bisa dibayangkan gimana Seokjin ngoceh sambil ngunyah dan kepalanya geleng-geleng.

"Bisa dimengerti, putri-putriku sekalian?"

Ketiga putrinya ngangguk bersamaan.

Felix ketawa kecil untuk mencairkan suasana. "Kalau baikan, diperlukan kejadian di masa depan. Cuma satu peristiwa untuk pembuktian kata maaf."

"Sok tau lu bocil." Yena mengimbuh dengan tangannya ngacak-ngacak rambut sepupunya gak pake perasaan. Yuri udah bisa ketawa ngeliat interaksi mereka.

Sedangkan Chaewon tenggelam dalam pikirannya.






Di lain tempat dengan waktu yang sama, Yujin lagi gigit kukunya dengan khawatir.

Kak Yena Bebek XII IPS-5
|Bagus juga cerpen lu yang tiga kembar terpisah
|Terinspirasi dari gua yak?
|Ceritanya bagus si tapi kenapa harus ada yang mati, buat pansos gituh?

Yujin
Anjrot kak, nggak gituh sumpa

"Waduh, masalah lagi ini mah. Mampus gua," gumam Yujin masih gigitin jari.

Minhee yang duduk gak jauh berusaha ngintipin. Mukanya sengak banget untung Yujin gak liat. "Hmph! Mana yang katanya kalo Yena ada masalah lagi lu yang turun tangan? Yeu malah lu yang bikin masalah."

Ngomong-ngomong, Yujin Minhee dan Jisung jadi temenan semenjak kejadian salah tempat tinggal yang sempet bikin Chaewon geger. Sekarang liat tiga anak baru SMA ini, malah akur setelah berantem hebat.

Jisung yang lagi ngasep di depan pintu ketawa ngejek, untung gak keselek asep. "Sok-sokan sih lu. Kan gua kata juga apa, jangan temenan sama kakak kelas dah. Merasa kayak harus dihormatin banget, idih."

"Gila hormat," tambah Minhee.

"Lu berdua mending diem deh kon**l." Keluar sudah toxic Yujin, malah bikin dua temen cowoknya ngakak bukannya mikir.

JO YURIZ: Bukan KembarWhere stories live. Discover now