Authors' POV
"Dean... kautahu, belakangan ini ada seorang pria yang suka sekali menggangguku? Si Khun Angkuh itu hampir setiap hari mengirim pesan padaku meski hanya sekedar menanyakan apakah aku sudah makan atau apa aku masih memiliki wajah imut. Sumpah demi Dewi Kebajikan! Aku kesal sekali padanya, Dean."
Krist menumpahkan semua isi hatinya tanpa sadar di depan pusara tunangannya. Setelah hatinya mulai berdamai dengan kondisi saat ini, langkah Krist mulai ringan setiap kali memasuki area pemakaman tempat cintanya beristirahat dengan damai. Krist tak lagi sungkan untuk bercerita tentang banyak hal. Entah soal pekerjaan atau kehidupannya sehari-hari. Ini caranya untuk lebih dapat menerima kenyataan dan sepertinya cukup ampuh karena sekarang ia sudah bisa menyunggingkan senyum tulus pada Dean.
"Apa kau tidak rindu padaku? Kenapa tak datang lagi ke dalam mimpi? Ck.... Jangan bilang kau sudah menemukan penggantiku di sana. Jangan berani kau, Dean! Kalau sampai itu terjadi aku akan menaburkan bunga mawar hitam sebagai tanda permusuhan di makammu! Aku tidak main-main, kau tahu!"
Krist terus saja bersenandika tanpa peduli jika ada yang melihat dan menganggapnya orang gila. Baginya bercengkerama dengan cara ini sedikit menutup lukanya walau belum sempurna. Kegiatan curhatnya dengan Dean sedikit terganggu saat ponsel miliknya bergetar. Ia tahu bukan Asnee yang meneleponnya karena sahabatnya itu mengerti jika ia akan menemui Dean dan butuh privasi.
"Siapa?" Tanpa melihat siapa yang menghubunginya Krist langsung saja menjawab panggilan.
"Hai."
"Siapa ini?" ucapnya malas.
"Kau menjawab panggilan seseorang tanpa melihat layar ponselmu?"
"Aku tak sempat," ucap Krist sambil menghela napas malas.
"Memang kau sedang apa?"
Kening Krist berkerut tajam. Ia segera memperhatikan layar ponsel, melihat siapa yang mengganggu kesenangannya sore itu.
"Ahhh. Khun Angkuh Prachaya."
"Ya, ini aku."
"Ada perlu apa? Bukankah hutangku sudah kubayar lunas?"
"Aku tahu, tetapi apa setelahnya aku tidak diizinkan lagi untuk menghubungimu?"
Krist mencebik kesal. "Bukankah setiap hari dia selalu saja mengirim pesan? Dan apa pernah dia meminta izinku dulu? Tidak, 'kan? Manusia kurang kerjaan dan tidak jelas!" batinnya.
"Jadi apa yang kauinginkan kali ini? Makan siang? Tetapi maaf, ini sudah sore. Atau makan malam? Itu juga tidak akan mungkin terjadi karena aku sedang sibuk."
Suara tawa renyah dari mulut Singto terdengar di seberang sana. Sumpah demi apa pun, Krist lucu sekali dan ia begitu senang mendengar lelucon pria itu. Jujur saja, Singto sedang pusing karena ada beberapa masalah yang muncul di kantor. Niat awalnya menghubungi Krist hanya untuk menjahili pria itu. Tak disangka ia justru merasa sangat terhibur.
"Kau di mana? Kenapa suara anginnya kencang sekali?"
"Apa urusannya denganmu?"
"Hanya tidak ingin kau sakit."
"Apa pedulimu?"
"Tentu saja aku peduli."
"Memang kau siapa?"
"Teman? Atau jangan-jangan kau ingin lebih?"
"Ehm... Lebih ya? Asisten? Bodyguard?"
ESTÁS LEYENDO
M E R C U S U A R [END]
Fanfiction"A rich man buying you something doesn't mean anything, but a busy man giving you his time means you're everything" Main cast: Singto Prachaya Ruangroj Krist Perawat Sangpotirat
![M E R C U S U A R [END]](https://img.wattpad.com/cover/208422603-64-k745283.jpg)