13 - Awal Mula

3.1K 522 43
                                    

Doyoung benar-benar harus banyak beristighfar kali ini. Ingatkan dirinya untuk menampar-jika bisa meninju Hugo nantinya. Kelakuan saudaranya itu benar-benar kelewatan, tidak ada akhlak!

Bagaimana jika Tante Merrisa tahu kelakuan anaknya? Hugo langsung di daftarkan ke pesantren! Doyoung yakin sekali.

Saat ini Doyoung tengah menyusuri area sepi di pinggir kota Yogyakarta. Berbekal lokasi yang dikirim teman Hugo, dirinya nekat membawa motor sendirian untuk menjemput sang saudara yang katanya mabuk.

Doyoung benar-benar ingin menampar Hugo sampai Arab Saudi. Benar-benar definisi manusia tak berguna. Patah hati membuat lelaki itu bertingkah seolah dunia akan runtuh. Tidak seperti dirinya yang kalem saja meskipun patah hati.

Halah, memangnya kamar siapa yang penuh oleh buku-buku yang berserakan dimana-mana?

"Gak ada akhlak." gumam Doyoung ketika maganya menangkap sang saudara yang tengah berjoget-joget ria, meracau tak jelas dan tertawa terbahak-bahak.

Ia menggeleng miris. Ingatkan ia untuk membawa Hugo ke Ustadz Acim nantinya, agar di ruqyah sekalian!

"Hago, pulang lo!" Doyoung sudah seperti ibu yang tengah menjemput anaknya pulang. Namun bukan itu point pentingnya.

Hugo menghampirinya, terkekeh sendiri semacam orang gila dan membelai pipinya dengan lembut. Doyoung bergidik ngeri. Sontak saja tangannya terangkat untuk memukul keras kepala saudaranya.

"Tolol, anak saha maneh, hah?" saking kesalnya Doyoung bicara bahasa lain dengan logatnya yang lucu. Benar-benar mencapai tahap geram, Hugo benar-benar kelewatan!

"Pulang sana lo!" Hugo berucap lalu tertawa-tawa sendiri.

Doyoung melotot mendengarnya, sebentar lagi akan mengamuk bila orang lain mengusiknya. Tatapannya menusuk ke arah teman Hugo, namun teman saudaranya itu kompak mengangkat tangan seakan tak tanggung jawab dengan keadaan lelaki itu.

Dalam hati ia mengumpat, darimana Higo mendapat teman bobrok semacam itu.

"Pulang gak?!" bentak Doyoung dengan muka kesal.

"Bacot!" jawab Hugo lalu berlalu pergi.

Doyoung menahannya, melotot galak. "Mau kemana lo?" tanyanya ketus.

"Pulang lah anjeeeeeng!" jawab Hugo lalu menghempaskan tangan saudaranya.

Doyoung memijit pelipisnya, mengikuti Hugo dari belakang.

"Lo pulang sama gue!" tegasnya.

Hugo menatapnya dengan mata memerah. Tangan lelaki itu terulur untuk menampar pipi saudaranya. "Bacot anjeeeng!" umpatnya.

Sudah, Doyoung pusing dengan kelakuan saudaranya itu. Hugo pintar, namun lelaki itu benar-benar tolol dalam urusan percintaan.

Halah, siapa yang selalu mengatainya bucin? Bila Doyoung bucin, lantas Hugo apa?

"Serah lo lah, mati mampus lo!"

"Lo yang mampus!" Hugo masih saja menjawab. Sebelum lelaki itu pergi, Doyoung memakaikan helm yang dipakainya dengan paksa. Hugo sedang mabuk, paling tidak bila terjadi sesuatu, kepala lelaki itu masih utuh.

Doyoung dengan cepat berlari menuju motornya. Tanpa helm, mengejar Hugo yang mengendarai motor seperti kesetanan. Mengumpat dalam hati, bodohnya dia mengizinkan Hugo mengendarai motor dalam keadaan seperti itu.

Doyoung bisa melihat, Hugo mengambil jalur lain, yang otomatis berlawanan dengan arah kendaraan lain yang sedang melaju. Dalam keheningan malam karena sepinya daerah itu, Doyoung bisa melihat sebuah mobil sedan yang melaju cepat berlawanan dengan arah motor Hugo.

Feeling [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang