Bab 5 :: Fakta

934 166 20
                                    

Pertama kali Johnny bertemu Haechan adalah dua tahun lalu, tepat ketika hari kematian ibu bocah itu. Ia tengah menangani salah satu kasus ketika ayahnya menelepon di tengah hujan, mengabarkan bahwa kakak perempuannya yang telah lama hilang sudah tiada, meninggalkan seorang anak yang tidak tahu harus mereka apakan. Johnny selayak merasa ditunjuk demi mengurus anak itu secara tak langsung.

Kesan pertama yang ia dapat ketika berhadapan dengan Haechan adalah: "Anak pendiam yang ditinggal oleh ibunya. Oke, dia memang membutuhkan perhatian lebih."

Johnny tidak pernah menikah, bahkan ketika usianya nyaris kepala empat. Ia hanya hidup sendiri, jauh dari keluarga, bahkan saudara perempuan yang pergi meninggalkan rumah beberapa tahun lalu demi kawin lari, dan kini menitipkan anak laki-lakinya pada Johnny.

Jujur saja, Johnny sudah terbiasa akan ituㅡsegala kesendirian itu. Terbiasa pada rumah yang hanya diisi oleh udara kosong atau suara langkah seretan sepasang kaki saja, serta menganggap bahwa ia tidak lagi butuh apa-apa. Namun ketika Haechan hadir, hidupnya sontak berubah; terpaksa mengikuti alur yang ada, mengajarkan untuk mulai berempati pada sesama.

Hidup dengan bocah selayak Haechan jelas tidak mudah. Johnny mengalami masa-masa sulit, terutama pada bulan-bulan awal kebersamaan mereka. Keadaan tidak saling mengenal lantas membawa perasaan canggung menguar, mengisi jarak antara mereka, menciptakan kabut-kabut samar pemburam mata. Meski pria itu berusaha meraihnya, Haechan kerap tampak menjauhkan diri. Bagaimanapun, ia tak heran. Setiap anak membutuhkan adaptasi, termasuk keponakannya. Tetapi, yang menjadi kekhawatiran Johnny adalah apa yang menimpa bocah itu pasca kematian sang ibu.

Johnny mendapati Haechan berteriak histeris suatu hari. Menekan kedua telapak tangan pada telinga dengan kelopak mata terpejam erat, sementara mulutnya membuka lebar, mengeluarkan suara memekakkan. Tak ada yang bisa Johnny lakukan kecuali membawa Haechan pada orang yang diyakini bisa menangani keadaan bocah itu.

"Yah ...." Lelaki berjas putih meletakkan birit pada permukaan kursi di hadapannya. Johnny memandang dokter dengan tanda nama Chittaphon itu. "PTSD. Seperti apa yang sudah bisa ditebak. Dan agorafobia ringan. Tidak heran apabila mengingat apa yang telah ia lalui sebelum ini."

Johnny melirik ke samping kanan, tempat di mana Haechan duduk di atas ranjang rawat sembari memandang kosong tembok di depannya.

"Apa yang harus kulakukan agar bisa membantu?" Johnny mendapati bibir keringnya membuka, menyuarakan kalimat yang entah bagaimana mampu meremas hatinya. Melihat Haechan seperti itu membuat ia merasa bersalah. Andai saja ... andai saja ia bisa lebih peduli pada keluarga, andai saja ia bisa membawa sang kakak kembali, hal seperti ini pasti tidak akan terjadi. Bagaimanapun, Johnny adalah satu-satunya pria dalam keluarga. Harusnya ia bisa berlaku lebih.

"Kita akan lihat perkembangannya dalam beberapa pekan." Dokter itu menolehkan kepala ke arah Haechan. "Jika tidak ada perkembangan, kurasa harus ada penanganan lebih khusus. Untuk saat ini, pastikan bahwa dia makan dan tidur dengan baik. Insomnia hanya akan memperparah kondisi. Pastikan juga untuk selalu menemaninya. Aku tidak menyarankan kontak langsung dengan dunia luar, setidaknya untuk saat ini. Lakukan saja secara perlahan."

"Bagaimana jika kami membutuhkan Anda dalam keadaan mendesak, Dokter?"

Dokter itu mengalihkan pandang ke arah Johnny, menampilkan senyum yang mengendurkan ketegangan di wajah si pria. "Anda bisa menghubungiku kapan pun." Ia menyodorkan lembar kecil mengilat ke hadapan Johnny, sebuah kartu nama.

"Terima kasih."

***

Satu minggu, dua minggu, tiga minggu, empat minggu; waktu terus berlalu dan Johnny semakin khawatir bahwa Haechan tidak menunjukkan perkembangan apa pun. Bocah itu mengalami kesulitan makan dan parahnya ia tidak bisa mendesak atau kondisi Haechan akan memburuk. Diam-diam, si bocah pun tidak bisa tidur setiap malam, malah meringkuk, menangis tersedu-sedu sembari menutup kedua telinga, persis seperti bagaimana Johnny menemukannya saat itu. Ia merasa sudah kehilangan cara. Obat-obatan pun tampak tidak ada yang bekerja.

[✓] Lucid Dream [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang