Ketika Si Kembar Berkelahi

9.9K 600 31
                                    

"Albern!"

Panggilan itu menghentikan langkah kaki Albern. Albern menoleh dan menatap siswa di depannya.

"Adikmu berkelahi di kantin,"

Albern diam. Tidak menjawab apapun. Namun, kakinya melangkah menuju tempat dimana adiknya berada. Albern menghela saat melihat pemandangan di depannya. Dia pikir saat siswa itu mengatakan adiknya berkelahi, itu artinya salah satu adiknya bukan kedua adiknya yang sedang saling berkelahi satu sama lain.

"Alden! Alvian!" Panggil Albern.

Kedua anak itu tidak menyahut. Mereka sibuk adu tinju hingga kesabaran Albern mulai menipis. Albern menunggu beberapa saat lagi. Bahkan saat Zack sepupunya berniat memisahkan, Albern menarik anak itu untuk berdiri di sebelahnya.

"Kak... sampai kapan mereka mau dibiarkan?" Tanya Zack.

Albern hanya diam saja. Dia melirik bodyguard yang disisipkan sang ayah di sekolahnya. Albern merasa adik-adiknya sudah cukup berkelahi, saat itu Albern mendekati mereka diiringi tatapan cemas dan ragu dari guru dan siswa yang melihat.

Kaki Albern menendang pelan bagian belakang lutut kanan Alvian. Membuat tinjuan Alden tidak mengenai Alvian. Setelah itu Albern menangkap tangan Alden yang ada di depannya.

"Apa kalian tidak lelah berkelahi?" Tanya Albern.

Alden mencoba menarik tangannya namun Albern menahan tangan itu tetap berada dalam cengkramannya.

"Lebih baik kalian berhenti. Atau kalian mau daddy dipanggil kesini?" Tanya Albern.

Alden dan Alvian tetap mencoba lepas dari tahanan Albern. Mereka mau berkelahi kembali. Albern melihat itu dan memilih melepaskan Alvian dan menarik Alden bersamanya. Jika tidak di bawa ke tempat yang berbeda kedua anak itu tidak akan berhenti berkelahi.

"Kakak! Lepas!" Ujar Alden meronta.

Tenaga Albern lebih kuat darinya. Albern menyeret adiknya itu menjauh dari kantin. Alden masih memberontak dan mengata-ngatai kakak kembarnya.

"Kak Albern awas!"

Teriakan itu membuat Albern menoleh, namun, refleks tubuhnya tidak lebih cepat dari gelas kaca yang mengarah ke arahnya. Dia hanya sempat mendorong Alden menjauh darinya.

Prang!

Albern meringis kecil akibat rasa perih di lengan kanan dan lehernya. Albern menurunkan tangannya dan melihat segaris luka di lengannya. Suara pecahan itu semakin menarik semua orang untuk menatap ke arah Albern dan dua saudaranya.

Albern berdecak melihat luka di tangannya. Dia menatap Alvian dan membuat adiknya menunduk. Albern berbalik lalu pergi dari sana. Dia yakin, adik-adiknya akan mendapat hukuman dari ayah mereka.

"Sss..." Albern mendesis saat lukanya di obati dan dibersihkan oleh petugas UKS.

"Kenapa tidak menghindar juga?"

"Aku tidak bisa,"

"Kamu bisa mendorong Alden, kenapa tidak bisa menghindar?"

"Aku tidak tahu. Refleks-ku saat itu hanya mendorong Alden,"

"Hhh... kamu selalu begitu. Ini bukan pertama kalinya, kan?"

Albern diam saja.

"Aku rasa kali ini ayah kalian akan mengetahuinya,"

"Sepertinya begitu," gumam Albern.

Albern masih meringis atau mendesis kecil saat luka di lehernya juga di obatin walau tidak besar namun, sayatan itu nampak menyakitkan.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang