Intan Kuncoro

195K 3.1K 539
                                    


Alunan kendang dan gending beradu dalam buaian musik yang memabukkan di ikuti gerakan luwes badan seorang penari yang mengenakan topeng kayu dari pohon Sono, Mira mengamati acara ludruk malam ini dengan tawa bersuka cita, ludruk sendiri adalah sebuah kesenian tari yang biasa di ikuti dengan senda gurau dimana penonton biasa di libatkan dalam lakon dan drama. pertunjukan ludruk sendiri sudah lama di kenal di tanah jawa bahkan sejak dulu kala, salah satu dari banyaknya kekayaan budaya khas nusantara.

suara tawa penonton terdengar sesekali manakala si penari yang kebanyakan di perankan oleh lelaki melontarkan candaan kepada lawan main yang biasa di sebut lakon di dalam seni pertunjukan. Mira dan penonton lain tampak begitu antusias, bersama dengan anak-anak desa Mira duduk di barisan paling depan.  usia Mira sendiri belum menginjak sepuluh tahun bersamaan dengan anak-anak lain yang sebaya dengannya. manakala ketika si penari mulai menekuk badan mengikuti gerakan dan dendang nada dari gamelan yang di tabuh tiba-tiba dari  tempat Mira bersila di atas rumput mendadak menjadi sunyi senyap. Mira terdiam gelisah karena sewaktu saat pertunjukan ludruk sedang berlangsung Mira melihat sesosok wanita berambut panjang yang memiliki tinggi nyaris lebih dari 2 meter, ia tiba-tiba hadir dan berdiri di belakang sang penari. dengan hanya berbusana seperca kain putih yang lusuh ia menunduk dalam diam, Mira tertuju pada tangan dan kuku jarinya yang panjang sekali, tak hanya itu ia juga memiliki Rambut yang panjang tergerai tak berujung, Mira menatap sosok itu yang kini seperti sedang memperhatikannya.

Mira masih tertegun menatapnya terlebih saat Mira baru sadar tempat ia bersila tak lagi di temukan keramaian yang sebelumnya di penuhi warga kampung yang sedang menyaksikan ludruk. Lapangan rumput itu kini menjadi tempat kosong yang sunyi senyap sebelum perlahan Mira melihatnya, entah bagaimana sosok itu muncul satu persatu di sekitar tempat Mira duduk.

"MIRAAA" ucap sosok itu mendekatinya. "mrinio nduk" (kesini nak).

Mira tak menggubris ucapan sosok itu, namun Mira tak dapat mengabaikan sosok lain yang kian lama kian ramai, mulai dari sosok tanpa kulit yang di bungkus kain kafan, hingga sosok hitam besar dengan bulu lebat yang memenuhi tempat itu.

Mira gemetar menyaksikannya, ia tak mengerti bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Sebelumnya yang ia lihat hanyalah warga dan anak-anak desa namun sekarang, tempat ini justru di penuhi makhluk-makhluk yang biasa hadir di dalam mimpi Mira.

"nduk" sosok itu mendekat, caranya berjalan begitu aneh. Ia tak mengangkat kakinya melainkan menyeret kakinya. Mira merangkak mundur namun sosok itu mendekat lebih cepat, Mira tersudut karena yang terjadi tempat itu sudah di penuhi balak lelembut.

Tangannya yang kurus kering menyentuh kepala Mira. Ia membelai rambut Mira dengan begitu lembut, wajahnya yang tertutup rambut kini mulai nampak di depan mata Mira, wajahnya sayu, tampak begitu menderita, air mata'nya menetes dan ia membisikkan sesuatu kepada Mira.

"JANUR IRENG IKU TONDO PITU LAKON ISOK DIKALAHNO, NANGING DALAN IKU ISEK SUWE, AMERGO LORO BAKAL DI RASAKNO KABEH KANGGO NGADEP RATU" (JANUR HITAM ADALAH PERTANDA BAHWA SANG TUJUH BISA DI KALAHKAN, NAMUN JALAN ITU MASIH LAMA, KARENA SAKIT AKAN DI RASAKAN OLEH SEMUA UNTUK DAPAT BERTEMU DENGAN SANG RATU)

Mira tersentak membuka mata. keningnya berkeringat dengan tangan gemetar hebat, Mira terdiam menatap sekeliling, untungnya tak di temuinya pemandangan mengerikan itu. Sudah lama sekali Mira tak memimpikan peristiwa itu yang hingga saat ini masih sulit untuk di bedakan oleh dirinya sendiri apakah pengelihatan itu adalah bagian dari ingatan di masa lalunya ataukah hanya sebuah mimpi yang datang secara tiba-tiba. mata Mira teralihkan pada jarum infus di tangannya, ia tak mengerti kenapa bisa sampai ada di tempat ini saat, ngilu di bahu'nya tiba-tiba terasa menyakitkan, Mira baru sadar dengan apa yang sebelumnya terjadi.

JANUR IRENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang