29. Kemamang.

1K 137 9
                                    

Suasana Desa Ngadimoro kala itu masih ramai, karena hari belumlah terlalu larut. Lagi pula, warga desa itu—terutama para kepala keluarga—hendak menangkap Kemamang yang akhir-akhir ini meresahkan warga. Banyak warga yang dibuatnya lati terbirit-birit hingga pingsan.

Kemamang, sosok bola api yang melayang tinggi di udara. Lewat di malam hari, biasanya menjelang pukul 00.00. Belum diketahui bagaimana rupa asli makhluk itu, karena sampai saat ini, tidak ada satu pun warga yang berhasil menangkapnya, atau setidaknya menyemprotnya dengan air, hingga nyala api padam.

Rani mencoba untuk bergabung ke dalam gerombolan bapak-bapak yang kini sedang menonton acara bola di sebuah warung yang dijaga seorang janda kembang. "Mbak, mie ayam 1, jangan pedes." Rani memesan makanan untuk mengganjal perutnya yang belum diisi dan untuk menambah energinya.

"Dek, ngapain di sini?" tanya seorang bapak-bapak yang menutupi tubuh bagian atas dengan sarung dan bawahannya celana pendek.

"Ngikut bapak-bapak sekalian, nangkep Kemamang," jawabnya santai.

"Bahaya, Dek. Jangan! Nanti tanganmu kena percikan apinya bisa melepuh, loh."

"Nggak kok, Pak. Saya cuma liat dan minta izin untuk dokumentasi pas acara warga menangkapnya."

Pesanan mie ayam sudah ditaruh di meja. Tidak lupa Rani memesan es teh untuk minumnya. Sembari menyantap makanannya, Rani tetap melanjutkan wawancaranya. Kali ini dinyalakan kameranya merekam mereka yang sedang berbincang.

"Minta izin wawancara sebentar, ya, Pak?" Bapak-bapak di warung tersebut mengangguk-angguk. Banyak yang antusias mendengar jawaban-jawaban dari pihak yang diwawancarai.

"Ini ... biasanya bapak-bapak sini, ngeronda jam berapa, ya?" tanya Rani. Ia menunda sampai wawancara singkatnya selesai.

"Biasanya sih, Dek, jam delapan udah jaga. Dijadwal, gitu. Kebetulan ada fenomena ini, kami semua memutuskan untuk berjaga bersama, supaya tidak ada yang pingsan seperti yang kemaren-kemaren." Rani mengangguk-angguk.

"Oh, iya, tadi ada yang bilang percika api Kemamang bisa bikin melepuh, ya? Itu ... apa ada yang sudah terkena percikannya?"

Kali ini mas-mas muda yang baru datang ikut nimbrung, "Ada, Mbak. Saya! Nih," katanya sembari menunjukkan luka di bawah jari kelingkingnya. Tidak melepuh, hanya keunguan, mungkin sudah membaik.

"Bentuk Kemamang lebih tepatnya kayak gimana, sih?"

"Kalau yang jelas, kami belum tahu, tapi lebih dekat dengan bentuk bola takraw yang dibakar, sih. Menyala-nyala."

Horror Vlogger (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang