ALVASKA 09 [SPOILED]

454K 53.3K 6.9K
                                    

"Hal terindah dari persahabatan adalah memahami dan dipahami, tanpa pernah memaksa dan ingin menang sendiri."

"Kana!"

Teriakan melengking dari mulut Gara, sahabat Kana begitu menggelegar hingga ke seluruh penjuru sekolah, SMA Alantra.

Kana menghentikan langkahnya yang saat itu akan memasuki kelasnya yang berada di ujung koridor lantai atas. Dia berbalik badan menatap Gara kesal.

"Bisa nggak sih lo nggak usah teriak sehari aja. Sehari. Bisa?"

"Nggak bisa. Hidup Gara itu hampa tanpa teriakan. Gara merasa hidup tanpa nyawa!"

Kana menutup kedua telinganya rapat menggunakan kedua tangan. Cewek itu heran kenapa dia bisa bersahabat dengan Gara? Bukannya Kana menyesal bersahabat dengan Gara, dia malah bersyukur memiliki sahabat setia seperti Gara sejak kecil. Kana, Devan dan Gara dulu merupakan sahabat yang terkenal dengan sebutan trio nakal. Itu karena mereka bertiga dulu memang sering menjahili teman-teman yang mereka temui. Bahkan, mereka pernah membuat teman sekelasnya menangis dan berakhir tidak mau masuk kelas.

"Terserah Ga. Terserah!" Kana berteriak kesal. Cewek itu berbalik badan dan langsung memasuki kelas, mengabaikan Gara yang kembali berteriak memanggil namanya di depan pintu masuk kelas.

Kana mendudukan dirinya di atas kursi belajarnya yang berada di barisan depan. Kedua sahabat perempuannya, Dara dan Sasa mengambil tempat duduk di samping depan Kana.

"Lo kenapa Ka? Muka lo kok kayak kesel gitu?" Tanya Dara.

Kana menggelengkan kepala menandakan jika dia baik-baik saja. "Gue nggak apa-apa kok. Cuman sedikit kesel aja sama si Gara."

"Bukan cuman lo doang. Kita juga sama kali haha.."

"Jadi kalian semua benci sama Gara?!" Gara yang baru saja masuk kelas langsung berteriak histeris ketika mendengar sahabatnya membicarakan dirinya. Katakan saja jika Gara itu lebay. Memang itu kenyataannya. Cowok itu memang suka mendramatisir keadaan.

Sasa bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Gara yang kini tengah meremas dadanya kuat. "Kita nggak benci kok. Kita cuman sedikit kesel aja sama Gara-"

"Jadi kalian semua kesel sama Gara?!" Gara kembali berteriak memotong ucapan Sasa. Kini, cowok itu malah menjatuhkan diri di atas lantai. "Jahat!"

"Kita kesel tapi kita sayang kok sama Gara," ucap Dara yang entah kapan sudah berjongkok di hadapan Gara. "Kita semua sayang banget sama Gara. Iya kan Ka, Sa?"

Kana mengangguk membenarkan. Cewek itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Gara dan langsung memeluk sahabatnya erat. "Lo itu sahabat gue sejak kecil Ga. Gue nggak mungkin benci sama sahabat gue sendiri."

"Gara sayang Kana," ucap Gara sembari membalas pelukan hangat dari Kana. Cowok itu menarik Dara dan Sasa ke dalam pelukan. Mereka berempat berpelukan sebagai sahabat, mengabaikan teman sekelasnya yang kini tengah memperhatikan mereka dengan berbagai tatapan.

Kana berharap, mereka semua akan tetap bersahabat untuk selamanya.

Kana dan ketiga sahabatnya melepaskan pelukan mereka ketika salah satu teman kelasnya yang baru saja datang memanggil Kana dari arah pintu masuk kelas.

"K-Kana, l-lo di panggil s-sama Bu Si-siska di kamar sa-satu UKS," siswi itu berkata gugup. Berbicara dengan Kana memang harus memiliki nyali yang tidak main-main.

Kana mengangguk lalu berjalan keluar kelas menuju UKS setelah tadi sempat berpamitan pada ketiga sahabatnya. Cewek itu membuka pintu UKS perlahan dan menutupnya kembali setelah sampai di dalam ruangan.

Ruang UKS SMA Alantra begitu luas, hingga mampu menampung kurang lebih sepuluh siswa yang perlu perawatan. Tenaga medisnya pun di datangkan langsung dari beberapa rumah sakit ternama di ibu kota.

Kana berjalan ke arah kamar pertama di ruangan itu. Cewek itu membuka pintu kemudian menutupnya kembali. Kana berbalik badan dan seketika terkejut ketika melihat sosok cowok yang beberapa hari terakhir membuat dirinya darah tinggi. Siapa lagi kalau bukan Alvaska Aldebra Lergan. Cowok itu kini tengah berbaring lemah di atas brankar UKS tanpa satupun anggota medis yang menjaganya. Padahal biasanya, satu ruangan kamar UKS di jaga oleh satu sampai dua orang anggota tim medis.

Ketika Kana hendak berbalik badan meraih handle, Alvaska tiba-tiba saja membuka mata membuat Kana mengurungkan niatnya seketika. Entahlah, mungkin Kana merasa tidak tega ketika melihat kondisi Alvaska yang begitu lemah?

"L-lo nggak apa-apa?" Kana bertanya sembari melangkah mendekati Alvaska. Cewek itu menyentuh dahi Alvaska. Tidak panas. Itu artinya Alvaska tidak demam. "Lo sakit apa?"

"Lengan gue luka."

"Oh."

"Obatin."

"Tapi gue-"

"Sakit." Alvaska memotong ucapan Kana.

Kana berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk terpaksa. "Okay."

Kana membuka laci yang berada di samping brankar lalu mengambil kotak P3K milik sekolah. Cewek itu duduk di tepi brankar yang bersebelahan dengan Alvaska.

Kana mengambil lengan kiri Alvaska lalu membersihkan luka cowok itu dari darah di sekitar lukanya. Luka Alvaska tidak terlalu parah, tapi kenapa cowok itu terlihat seperti seseorang yang sedang sakit parah?

Ketika di obati pun, Alvaska tidak pernah meringis kesakitan. Kana sesekali mencoba memancing Alvaska dengan memencet lukanya, berharap jika Alvaska akan berteriak kesakitan atau bahkan menatap dirinya tajam. Tapi dugaan Kana salah besar. Alvaska sama sekali tidak bereaksi apapun. Wajahnya datar dengan mata yang kini tengah menatap dirinya lekat.

"Jangan tatap gue." Kana mulai merasa risih.

Alvaska tidak bergeming.

Kana memplester luka Alvaska sembari meniup luka cowok itu perlahan. Setelah selesai, Kana meletakkan kembali kotak P3K itu ke dalam lemari. Ketika Kana hendak melangkah pergi, Alvaska dengan cepat menahan lengan Kana untuk berhenti.

"Kenapa?" Dia bertanya heran saat cowok itu meletakkan tangannya di atas lengannya yang terluka.

"Elus."

To be continue..

859 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang