ALVASKA 23

357K 47.1K 9.8K
                                    

Alvaska membuka pintu ruangan tempat Kana di rawat. Cowok itu berjalan menghampiri Kana yang sedang bersandar di sandaran brankar. Dia meletakkan nampan berisi makanan dan obat yang ada di tangannya ke atas nakas di dalam ruangan.

"Makan."

Kana melirik Alvaska sekilas lalu kembali fokus pada game balapan di ponsel milik Alvaska yang tadi sempat dia pinjam secara paksa. "Nggak."

"Gue nggak suka dibantah."

"Bodo, gue nggak peduli," balas Kana yang masih fokus pada game balapan di ponsel Alvaska.

Alvaska duduk di tepi brankar yang bersebelahan dengan Kana. Cowok itu merebut paksa ponselnya yang masih dimainkan Kana. "Gue bilang makan."

Kana menatap Alvaska tidak suka. Cewek itu berusaha menggapai ponsel Alvaska yang sengaja cowok itu selipkan di belakang punggungnya.

"Balikin. Gue belum selesai main.." Kana tanpa sadar merengek seperti anak kecil pada Alvaska. "Alva, balikin.."

Alvaska menahan tangan Kana yang masih berusaha menggapai ponselnya. "Makan."

"Nggak. Gue mau main ponsel."

"Gue nggak ngizinin lo mainin ponsel gue," balas Alvaska datar. Cowok itu mengambil makanan yang berada di atas nakas lalu di letakkan di atas pangkuannya. "Makan sendiri atau gue suapin?"

"Gue bisa makan sendiri."  Kana berkata ketus. Cewek itu merebut makanan di pangkuan Alvaska lalu memakan makanan itu dengan paksa. "Setelah makan, gue mau pulang."

"Terserah."

Kana mendelik sebal ke arah Alvaska tapi tetap melanjutkan acara makan siangnya. Sebenarnya Kana juga sedikit merasa lapar karena tadi pagi belum sempat sarapan.

"Nggak usah liat-liat Gue." Kana berkata tidak suka saat Alvaska terus saja menatapnya lekat.

Alvaska memalingkan tatapannya ke arah jendela ruangan, bersamaan dengan itu, ponsel Alvaska bergetar. Cowok itu menyipitkan mata dan membaca deretan angka yang tertera di layar, tulisan dengan nama RagaV tertera di sana, membuat Alvaska segera menggeser icon hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Halo Ga. Ada apa?"

Raga yang saat itu sedang berada di area parkiran SMA Alantra berdecak kesal.

"Lo hancurin gerbang sekolah kita lagi kan? Please Va, Gue nggak tau harus ngomong apa lagi sama lo. Sekarang, mending lo balik ke sekolah. Kasihan pak Rasta kena omel lagi sama kepala sekolah."

Pak Rasta merupakan Pak Satpam yang tadi menyaksikan sendiri kejadian dimana Alvaska, anak dari pemilik SMA Alantra menghancurkan gerbang sekolah untuk ke seratus dua puluh empat kali dalam sebelas bulan terakhir.

Alvaska memutar bola matanya malas. "So?"

"Lo gimana sih Va? Yang hancurin gerbang sekolah kita itu kan Lo, dan yang kena masalah di sini itu Pak Rasta. Harusnya lo tanggung Jawab, bukannya menghindar dari masalah."

"Siapa yang menghindar?" Balas Alvaska tidak suka. Cowok itu beralih menatap Kana yang berada di sebelahnya. "Denger ya, cewek gue lagi sakit. Nggak bisa ditinggal," setelah mengatakan itu, Alvaska langsung memutuskan panggilannya sepihak.

Alvaska meletakkan ponselnya di atas nakas lalu beranjak turun menuju kamar mandi yang berada di dalam ruangan tempat Kana di rawat. Cowok itu berniat untuk mencuci wajah sekaligus membersihkan luka di bibirnya yang terluka.

Kana menatap punggung Alvaska yang perlahan menghilang dari pandangannya. Cewek itu menyentuh dadanya yang tiba-tiba saja berdesir begitu hebat. Debaran jantungnya terasa tidak normal. Napasnya mulai terasa sesak.

"Maksudnya apa coba?" Kana meletakkan mangkuk makanannya kembali ke atas nakas. Cewek itu melirik sekilas ponsel Alvaska yang tiba-tiba saja bergetar. Di sana tertera nama seseorang yang terasa begitu asing bagi Kanara.

Bianca.

Ketika Kana hendak mengambil ponsel Alvaska, pintu kamar mandi tiba-tiba saja terbuka, bersamaan dengan itu, panggilan ponsel dari seseorang yang bernama Bianca terputus seketika, membuat Kana mengurungkan niat untuk mengangkat panggilan dari cewek bernama Bianca.

Alvaska berjalan mendekati Kana lalu kembali duduk di tepi brankar. Cowok itu mengambil obat pereda sakit yang tadi sempat di berikan Dokter Rayn di atas nakas. "Minum obat lo."

Kana menggeleng sambil menutup mulutnya rapat. Cewek itu paling tidak bisa meminum obat dalam bentuk pil atau obat dalam bentuk padat lainnya.

Alvaska menyodorkan obat berukuran cukup besar di depan mulut Kana. "Buka mulut lo."

Kana kembali menggeleng lalu beringsut mundur menjauhi Alvaska yang kini semakin maju hingga membuat tubuhnya nyaris jatuh. "Gue nggak mau!"

"Kenapa?" Alvaska menahan tubuh Kana agar tidak jatuh menghantam lantai di bawah brankar.

Kana menggigit bibir dalamnya kalut. Tidak mungkin juga Kana mengatakan jika dia tidak bisa meminum obat dalam bentuk padat. Bisa-bisa, image-nya yang terkenal sebagai cewek tomboy di sekolahnya hancur seketika saat Alvaska mengetahuinya.

"G-gue sehat. Jadi nggak perlu minum obat." Kana berusaha terlihat biasa saja di hadapan Alvaska.

"Minum."

"Nggak."

"Minum."

"Nggak!"

"Minum!"

"NGGAK!" Kana berteriak parau lalu berusaha turun menjauhi Alvaska yang kini tengah menatapnya tajam.

Alvaska mencengkeram erat pinggang ramping Kana agar cewek itu tidak beranjak dari tempatnya. Alvaska semakin menatap Kana tajam ketika Kana terus saja memberontak minta di lepaskan. "Minum."

"Nggak!"

Alvaska mengeram menahan emosi. "Gue nggak suka penolakan," Alvaska berdesis. Cowok itu memasukkan obat pereda sakit itu ke dalam mulutnya lalu menyesap air putih di gelasnya. Lengannya yang bebas memeluk punggung Kana sementara wajahnya menunduk, hingga bibir keduanya menyatu.

Dengan mulut penuh air dan obat, Alvaska menunggu bibir Kana terbuka. Cowok itu bisa merasakan jika Kana saat ini tengah menahan napas. Detak jantungnya berdetak tidak karuan. Seketika, Alvaska memejamkan mata.

Tidak butuh waktu lama, perlahan Kana membuka bibirnya dan membiarkan Alvaska mengalirkan obat ke dalam mulutnya.

To be continue...

860 word.

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang