5. emosi

29 7 6
                                    

Disclaimer : Ada kata-kata kasar

Tandain kalau ada typo

••o••

Aku lari tergesa-gesa menuju kelas. Bukti ini kuagung-agungkan dan kujaga sedemikian rupa keamanannya untuk membalas perbuatan keji semua warga kelas yang telah menyudutkanku. Kesal! Akan kubuat satu kelas malu karena telah mempercayai sekretaris osis yang banyak gimmick!

Kepalaku menoleh ke kiri seperti pemain sinetron yang sedang kesal. Mataku melirik sinis menatap seisi kelas. "NIH, BUAT KALIAN YANG SOK SUCI! GUE BAWA BUKTI!" Kuangkat ponselku tinggi-tinggi. "KALIAN SEMUA DIEM! DENGERIN!" Kesalku semakin parah.

Aku memutar icon play pada voice recorder. Hening. Terdengar pengakuan manusia laknat dengan jelas. Sangat jelas. Semua hal yang telah ia perbuat terhadapku.

"Gimana makhluk tanpa dosa? Masih belum percaya dengan bukti yang saya beberkan ini?" tanyaku elegan seperti politisi-politisi ulung.

Aku yakin suara mereka tercekat. Kehabisan kata-kata kan! Main-main sih sama Pelangi Biola. "Malu ya setelah dengar bukti? Hahaha ... " tawaku meremehkan. "Manusia maha benar ya gitu suka nyudutin orang tanpa bukti!"

"Udah-udah, santuy wei ...." Jiko menuntunku kembali ke meja kesayanganku. "Gue percaya sama lo sebagai temen sepernasiban kena hukum."

"Fak!" umpatku kesal.

Setelah duduk nyaman ritual menurunkan emosi; tarik napas hembuskan perlahan terus kulakukan. Takut-takut emosiku tak terkendali, bisa-bisa mengamuk seperti orang gila di kelas. Image yang kubangun bagus-bagus bisa rusak nanti.

"Brengs*k ya ternyata." Tiba-tiba Jiko mengumpat pelan. "Sumpah, nyesel gue bilang dia baik."

"Nyesel kan lo!" Amarah yang berusaha aku redamkan membara lagi gara-gara Jiko kompor. "Lebih dari kata brengs*k! B*jing*n! Bangs*t! Lebih pokoknya lebih!" Aku kesal setengah mati.

"Buset. Gak usah teriak-teriak juga kali."

"Sakit hati gue sakit!" aduku pelan.

"Iya tau. Gue aja tadi pengen nimpuk dia. Tapi karena gue kemakan omongan dia yang katanya lo curi bukunya, ya merasa bersalah lah gue."

"Lo gak inget Image gue selama sekolah di sini bagus terus? Sama guru sopan, sama kakak kelas sopan. Bahkan sama adik kelas aja gue sopan!" Aku benar-benar tak terima dikatai sebagai pencuri.

"Iya sih, saking sopannya guru-guru ngasih nilai tambahan biar nilai lo nggak jelek-jelek amat," kekeh Jiko yang terdengar sangat berisik di telingaku.

"*nj*ng!" umpatku seraya melemparkan kotak pensil ke mukanya.

••○••

"Jadi cewek tuh ngomongnya yang sopan. Gak boleh ngomong kasar."

Aku menoleh sekilas ke kanan dan langsung menyeret tangan Jiko. "Lo denger gak Jik, ada b*jing*n ngomong?" ucapku pada Jiko dengan intonasi agak keras.

Jiko langsung menyentil jidatku keras.

Aku kesal. Banget. Apa-apaan Aksara sok ngingetin cewek gak boleh ngomong kasarlah, cewek harus begini, begitulah ... halah bullshit. Gak sadar sama kelakuannya? Pasti kecoa tadi ada sangkut-pautnya sama dia.

"Jik, gue mohon. Please, antarin gue ya! Ya ya ya ya!"

"Ogah, rumah kita beda arah ya! Duit gue habis, cuma cukup buat ongkos sampai rumah doang."

AKSARA HILANG MAKNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang