Part 23

11.4K 804 17
                                    

11.52 PM

Seorang pemuda terlihat berlari tergesa-gesa di koridor rumah sakit yang kini tak terlalu ramai karena sudah tengah malam. Pemuda itu berlari tergesa-gesa dengan wajah yang kacau dan tersirat akan kekhawatiran. Pemuda itu adalah Davin, tadi saat dia sedang di kamar mengerjakan tugas kuliahnya, Davin mendapat telfon dari Rano yang mengabarkan kalau Devon kecelakaan dan keadaannya kritis. Dengan segera, Davin pun langsung pergi menuju rumah sakit yang di beri tahu oleh Rano.

Saat sudah sampai di lantai tiga, Davin mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah sakit untuk mencari Arka ataupun Rano yang katanya sedang menunggu di depan ruangan Devon yang ada di lantai tiga.

Saat Davin menengok ke arah kiri, terlihatlah Arka yang berdiri dengan tubuhnya yang dia sandarkan di dinding dengan wajahnya yang kacau, dan Rano yang duduk di kursi tunggu dengan kepala yang dia tundukkan dengan tangan sebagai penyangganya dan rambut yang acak-acakan.

Tanpa fikir panjang, Davin segera berlari menuju Arka dan Rano.
"Ar, Ran, gimana keadaan Devon?" tanya Davin saat sudah berdiri di samping Arka dan masih berusaha menetralkan nafasnya yang tak beraturan karena berlari.
"Devon masih kritis Bang, dia belum dapet donor darah, soalnya stok golongan darah AB di rumah sakit ini lagi kosong." jelas Arka sedih.

"Di antara kalian berdua nggak ada yang golongan darahnya sama kayak Devon?" tanya Davin menatap Arka dan Rano serius. Arka dan Rano hanya menggelengkan kepalanya dengan lemas.

"Golongan darah Lo apa Bang, sama kayak Devon nggak?" tanya Rano.
"Golongan darah Gue B." jawab Davin sedih. Karena, itu artinya Davin tidak bisa mendonorkan darahnya untuk Devon dan membantu Devon melewati masa kritisnya.

Davin melangkah duduk di samping Rano dengan lemas.
"Ar, Ran, Gue inget, golongan darah Devan AB juga." ucap Davin tiba-tiba membuat Arka dan Rano terkejut. Sedetik kemudian, mereka langsung tersenyum mendengar jika golongan darah Devan sama dengan Devon.

"Gue telfon Devan dulu." ucap Davin merogoh saku celananya untuk mengambil handphone miliknya.
"Cepet Bang, suruh Devan cepet kesini." ucap Rano tak sabar.
"Tunggu, tapi jam segini Devan mungkin udah tidur." ucap Davin mengingat ini sudah tengah malam.
"Tapi Bang, ini demi Devon, adik Lo juga." ucap Arka.

Davin lalu kembali mengotak-atik ponselnya untuk menelfon Devan. Namun, saat Davin akan menekan ikon telfon pada kontak Devan, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Papanya, Brata. Davin pun mengangkat panggilan dari Brata dahulu.

"Halo Pah, ada apa?" tanya Davin saat sudah mengangkat panggilan Brata dan menaruh benda pipih itu di telinganya.

"Kamu dimana Vin?" bukannya menjawab, Brata malah balik bertanya.

"Aku lagi keluar Pah, ada perlu." jawab Davin.

"Kamu tolong ke rumah sakit Medika Vin, Devan masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh." ucap Brata dengan suara yang terdengar khawatir.

'Ini kan rumah sakit Medika.' ucap Davin dalam hati.

"Vin, kamu masih dengar Papa kan?" tanya Brata, pasalnya Davin hanya diam saja.

"Iya Pah, ini Davin mau ke rumah sakit Medika." jawab Davin berbohong, karena tak mungkin kalau dia mengatakan yang sebenarnya jika dia sedang berada di rumah sakit Medika dan sedang melihat keadaan Devon.

"Cepet ya, Papa tutup telfonnya." ucap Brata lalu menutup sambungan telfonnya.

"Kenapa Bang?" tanya Arka pada Davin.
"Tadi Papa Gue nelfon, katanya Devan masuk rumah sakit ini juga, lagi di perjalanan kesini." jawab Davin.
"Kalo gitu bagus dong, jadi kita bisa lebih cepet buat donorin darah Devan ke Devon." ucap Rano.
"Tapi Gue nggak yakin kalo Papa sama Mama Gue bakal bolehin Devan donorin darahnya buat Devon, Ran, Ar. Gue tahu banget kalo Papa sama Mama Gue benci banget sama Devon." ucap Davin lemas.

Devon [END] Where stories live. Discover now