ALVASKA 42

339K 41.4K 46.6K
                                    

"Bukan menunggu yang buat gue lelah. Tapi ragu lo yang buat gue nyerah."

Alvaska berlari menyusuri koridor rumah sakit dengan napas tersengal. Detak jantungnya berdetak tidak karuan.

Emosi Alvaska tidak terkendali pada saat pesan itu ia dapatkan. Pesan yang sampai-sampai membuat cowok itu tega menurunkan Kana di tengah jalan.

Satu wajah dan satu nama tergambar jelas di pikiran Alvaska. Cemas, panik, takut seakan menguasai seluruh hati dan pikirannya saat itu.

Alvaska terus berlari dan beberapa kali menabrak orang yang tengah berlalu lalang di koridor rumah sakit. Cowok itu juga beberapa kali terjatuh hingga membuat lututnya tergores pinggiran lantai yang sedikit kasar.

Beberapa orang mencoba memberitahu jika lutut cowok itu terluka, tapi Alvaska sama sekali tidak peduli dan memilih kembali berlari walaupun dengan langkah tertatih.

Setelah sampai di depan pintu ruangan nomor 207, Alvaska langsung mendorong pintu itu dan seketika cowok itu merasa seluruh raganya menguap menjadi debu.

"Lepasin gue! Lepasin gue! Lepasin! jahat! Jahat! Jahat! Jahat! Hiks!"

Seorang gadis cantik dengan wajah pucat dan terlihat ketakutan itu menangis histeris dan terus saja mendorong dokter dan beberapa suster yang mencoba menenangkan.

"Lepasin gue! Lepasin! Hiks!"

Gadis itu terlihat begitu kacau. Matanya memerah dan sembab. Kantung mata menghitam, bibirnya pucat seolah kekurangan darah. Rambut acak-acakan tidak tertata. Tubuhnya begitu kurus nyaris tidak berdaging.

"Bianca.."

Hati Alvaska seakan teremas hingga membuat dadanya terasa sesak. Oksigen di sekitarnya seakan menguap, membuatnya kesulitan hanya untuk sekadar menarik napas.

Ini begitu menyakitkan.

Ada rasa sesak yang menggelegak, menyempitkan paru-paru Alvaska sehingga napasnya mulai terengah. Membuat matanya terasa panas. Bibirnya mendesis, berusaha menetralisir rasa sakit yang kian menjadi-jadi.

Alvaska berjalan tertatih mendekati Bianca yang terus saja menangis histeris di atas brankar dan beberapa kali mendorong suster yang mencoba memenangkannya. Infus di tangannya terlepas hingga membuat punggung tangan gadis itu terluka.

"Sayang." Alvaska memanggil parau. Air mata yang sejak tadi cowok itu tahan mendadak turun.

Bianca menahan napas. Gadis itu tidak lagi memberontak.

Suara itu..

"Alva?" Bianca bergumam kemudian menoleh. Napasnya tercekat saat melihat sosok Alvaska di sebelahnya. Air mata gadis itu semakin mengalir deras. "Alva.."

Alvaska tersenyum getir. Cowok itu menarik tubuh rapuh Bianca kedalam pelukannya. Gadis ini.. begitu berharga untuk Alvaska. Dia adalah satu-satunya alasan Alvaska tetap bernapas hingga sekarang.

Sementara itu, Dokter dan para suster yang mencoba menenangkan Bianca memilih keluar dari dalam ruangan.

Bianca membalas pelukan hangat dari Alvaska. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Alvaska. Air matanya membasahi seragam basket yang Alvaska kenakan. "Gue kangen Al.."

"Gue lebih kangen Ca." Alvaska berbisik parau. Cowok itu mengusap lembut punggung Bianca yang tampak bergetar. Gadisnya masih ketakutan.

Alvaska melepaskan pelukannya walau terasa sayang. Cowok itu duduk di tepi brankar lalu mengangkat tubuh lemah Bianca ke atas pangkuannya. Ia melingkarkan lengannya di pinggang ramping Bianca, memeluknya dengan sangat erat seolah jika dilepaskan, Bianca akan menghilang.

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang