00

1K 188 661
                                    

Happy Reading

.
.

.

Terima kasih, karena kau menyukai ku.

Terima kasih, untuk semua perhatian yang kau berikan padaku.

Terima kasih, karena kau selalu melindungiku meski itu mengancam nyawamu.

Terima kasih, karena selalu memberikan ku rasa nyaman dan aman

Dan,

Terima kasih, karena kau menemaniku sampai di akhir nyawa mu.

Sekarang,

Boleh kah aku menyusulmu?

.
.
.



"T-tolong... Tolong istri dan anak-anakku"

"Tolong? Biarkan saja mereka mati. Lagian istri mu tidak peduli pada istri ku saat itu. Ck"

"Ku m-mohon... Ja-jangan sakiti me-mereka..."

"A-ayah?..ayahh.. ugh!"


"Ayahhhh!!" Aku berteriak dan langsung bangun dari posisi tidur ku. Menelan ludah karena tenggorokan ku terasa amat kering. Dengan keringat dingin mengucur di kening ku.

Nafas ku tersenggal.


"Hah..hah..."

"Mimpi- itu lagi?" Gumam ku melirih.

Tanpa ku sadari, satu bulir air mata berhasil lolos dari kelopak mata ku. Aku mulai terisak, tangis ku semakin menjadi beriringan dengan rasa nyeri di sangat terasa di hati ku.

Aku meremat dada ku.

Sial. Sudah berapa kali selama 10 tahun aku begini? Selalu saja.

Mimpi itu datang lagi. Untuk yang kesekian kalinya. Mimpi buruk yang terasa amat nyata. Hanya saja, entah kenapa aku tidak bisa mengingat mimpi itu.

Seberusaha keras apapun aku mencoba untuk mengingatnya, tapi tetap saja tidak bisa. Barang sedikit pun. Aku tak bisa seolah ada pihak lain yang berusaha membuat ku lupa.

Tapi entah kenapa, setiap kali bangun dari mimpi itu, ada rasa bersalah –yang ku tidak tau penyebabnya– yang tiba-tiba saja menyelimuti ku. Tapi di sisi lain, aku juga merasa takut.

Hanya saja, rasa bersalah itu lebih mendominasi. Entah kenapa aku merasa seperti baru saja melakukan suatu hal yang sangat buruk, dan itu tidak bisa di maafkan.

Aku tidak tahu apa... tapi rasa bersalah itu membuat dada ku benar-benar sakit. Aku tidak bisa menahan air mata ku lagi. Ini benar-benar menyiksa.

"Maaf.." lirih ku di sela tangisan ku.

Aku tidak tahu untuk siapa, dan kenapa aku meminta maaf. Hanya saja aku merasa—

Aku harus mengatakannya.

Di sela tangis ku, tiba-tiba saja kepala ku berdenyut, sangat sakit seperti di tusuk-tusuk oleh benda tajam.

Ku pegang dan ku jambak rambuk kuat-kuat, sangat tidak sanggup dengan rasa sakit semakin menjadi.

"Sakiittt.." lirih ku lagi

Oh Tuhan, kenapa harus begini?
Ini sungguh menyakitkan.

Tok tok tok

"Dekk.."

Aku tidak mengubris panggilan –yang ku pastikan dari kakak ku itu. Hanya terus memegangi kepala ku seraya menenggelamkan wajah lembab ku di tumpuan kedua lutut ku.

"Dek.. kakak masuk ya.."

Aku tetap diam. Ku dengar kakak ku membuka pintu kamar. Langkah nya terdengar semakin mendekat. Kini kurasakan dia tengah duduk di ujung kasur ku.

"Dek.. kamu mimpi buruk lagi?"
Suara nya terdengar lirih. Bisa ku rasakan rasa khawatir didalamnya.

Kak Taeyong mulai mengusap pelan rambut ku dengan lembut. Aku mulai mengangkat kepala ku. Menghadap ke arah kak Taeyong. Menatapnya dengan mata yang masih penuh dengan air mata.

"Kak... sakitt..hiks"

Kak Taeyong tidak menjawab, tapi bisa ku rasakan ke khawatirannya lewat air mukanya yang tampak seduh itu. Kemudian kak Taeyong menarik ku ke pelukannya.

"Sudah sudah, kamu jangan nangis lagi. Kakak disini" ujar kak Taeyong seraya mengusap-usap punggung dan rambut ku berkali-kali.

Aku membalas pelukan kak Taeyong, menenggelamkan wajah ku di dada bidangnya. Kak Taeyong pun semakin mempereratkan dekapannya.

Itu membuat ku semakin tenang, isak dan tangisan ku perlahan-lahan mulai mereda, denyutan di kepala ku pun tidak sesakit tadi. Hingga akhirnya benar-benar berhenti.

Kak Taeyong tanpa henti terus mengelus punggung dan rambut ku, sosok yang tengah memeluk ku saat ini adalah orang yang selalu membuat ku tenang disaat aku harus menghadapi mimpi buruk ku. Selalu saja.

Tak lama, aku mulai mengantuk, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk melepaskan pelukan hangat ini.

Semakin mempererat pelukan ku, aku kembali bersuara, "Makasih kak.." lirihku. Nyaris tidak kedengaran.

Tapi kak Taeyong mendengarnya.

"Apapun untuk kamu dek. Kaka sayang sama kamu. Lebih dari apapun" ujarnya tulus yang di akhirinya dengan kecupan di puncak kepala ku.

Kalimat yang dilontarkan kak Taeyong itu membuat ku tersenyum haru sekaligus senang. Aku bersyukur memiliki kak Taeyong sebagai kakak ku.

Dalam hati aku berdoa, semoga kami bisa terus bersama dalam waktu yang lama. Aku tidak tau bagaimana diri ku nanti tanpa sosok ini.

Berada di dekatnya, membuat ku merasa tenang. Juga aman.

.
.
.

Mimpi itu terkadang adalah sebuah petunjuk untuk mu

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My savior & protector : Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang