18. Mau Jadi Sahabatku?

243 32 4
                                    

Jangan sungkan buat cerita. Tak perlu membisu untuk menutupi semua. Lepaskan dan tumpahkan segala air mata, agar dirimu lega.

***

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Waktu yang ditunggu-tunggu sedari tadi oleh Fi akhirnya tiba. Agenda diniyah selesai setelah Ustadzah Nisa memberikan simpulan ceramahnya tadi dan mengakhiri dengan salam. Dengan rasa kantuk yang masih menyelimutinya, Fi meminta Indira untuk keluar belakangan.

Para santri wati sudah keluar. Tinggal Fi, Indira, dan Ustadzah Nisa. Fi pikir, Ustadzah Nisa keluar awal, tetapi tidak. Ustadzah Nisa keluar belakangan setelah bersalaman dengan para santri.

"Masih ngantuk, ya?"

Suara itu sontak membuat Fi yang pulas dalam tidurnya di kelas itu terbangun dan menegakkan duduknya. Sebenarnya, tadi Indira sudah membangunkannya. Tapi, sulit untuk membuat gadis itu terbangun dengan suara halusnya.

"Eh, Ustadzah Nisa," ucap Fi sambil terkekeh dan menggaruk tengkuknya yang kebenarannya tidak gatal sama sekali.

Membalas ucapan Fi, Nisa hanya tersenyum. Sedangkan Indira yang duduk di sampingnya terkekeh geli melihat tingkah laku temannya itu.

"Engga kok, Ustadzah. Fi nggak ngantuk. Nih, matanya masih kuat. Hehe...," lanjut Fi sambil membuka matanya lebar-lebar. Tapi, pada kenyataannya beberapa kali ia berkedip untuk menghindari mata terpejam.

"Iya. Ya sudah, gih tidur. Besok ada jadwal lagi yang kalian harus jalankan," tutur Nisa halus.

Mereka berdua pun menjawab secara bersamaan. "Iya, Ustadzah Nisa. Kami balik ke asrama dulu, njih. Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh."

Fi dan Indira pun beranjak dan meninggalkan tempat duduknya. Lalu, melewati lorong-lorong penuh penerangan untuk menuju asrama.

Sesampainya di depan kamar. Mata Fi berbinar-binar senang. Batinnya, selepas ini bisa melampiaskan rasa kantuknya di atas kasurnya yang ada di dalam sana. Secepatnya, ia pun membuka pintu tanpa mengucap salam dan langsung merebahkan badannya di atas kasur bawah.

Kebetulan, tempat tidurnya bertempatkan di kanan setelah membuka pintu. Jadi, tak perlu membuang tenaganya lebih lama walaupun beberapa detik seperti Indira yang tempat tidurnya berada di seberang tempat Fi tidur. Di antara dua kasur itu diberi jarak dengan dua meja kecil di masing-masing tempat tidur.

Di pondok pesantren ini. Kasur di dalam asrama para santri didesain tingkat. Jadi, ada yang tidur di atas dan di bawah. Masing-masing kamar, ada 4 kasur tingkat yang bisa ditempati oleh 8 orang. Dan di setiap kamar, ada satu ketua sebagai pengatur keadaan. Di kamar tersebut, Indira lah ketuanya. Sebenarnya Fi tahu, bila Indira itu ketua di kamarnya, karena dia cerewetnya minta ampun. Tapi, dia kesal sekali bila harus diocehin tiap kali.

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang