Complicated

338 22 9
                                    

Diana POV

Aku tak bicara apapun lagi. Zayn juga masih diam di sampingku. Entah kenapa rasanya aku lebih nyaman bertanya pada Zayn. Aku masih tersenyum. Tuhan, bahkan hanya dengan membayangkannya saja pipiku terasa panas, senyumku mengembang begitu saja.

Tapi, aku takut. Takut perasaan ini salah. Harry bilang ia baru memulai hubungannya lagi bersama Kendall. Dan jika aku tetap mempertahankan rasa ini terus tumbuh, bukan hanya aku yang sakit, bukan hanya aku yang hancur. Semuanya akan hancur. Dan aku tak ingin semua itu terjadi.

Itu artinya aku tak boleh memperbesar perasaanku pada Harry. Ingat, ia sudah milik Kendall, walaupun belum sah. Lagipula jika dipikir, siapa aku? Mana mungkin kau bisa menyaingi Kendall. Gadis itu sempurna. Dia cantik, tak sepertiku. Kulit saja pucat, sok sok an jatuh cinta!

Harusnya dari awal aku sadar diri. Tak sepantasnya aku--

"Diana," panggil Zayn pelan. Suaranya terbawa angin.

"Ya." Jawabku.

"Aku boleh tau kau jatuh cinta dengan siapa?" Tanyanya. Sedetik kemudian ia mengubah wajahnya. "Maaf aku lancang." Aku tersenyum. Tapi hatiku dag dig dug.

Jawab tidak ya? Kalau aku jawab nanti Zayn bilang pada Harry, kalau tidak,...ah pusing!

"Aku, um..." Ragu ragu.

"Tak perlu kau jawab. Itu privasimu." Katanya. Kulihat wajahnya sedikit berbeda.

Tadinya aku ingin mengatakan pada Zayn jika laki laki itu adalah Harry. Tapi rasanya bukan saat ini waktunya. Aku juga takut jika Liam tau ia akan marah padaku.

"Okay, kalau begitu lebih baik aku masuk. Aku mengantuk." Katanya tanpa menunggu jawabanku, ia masuk kedalam. Meninggalkanku dengan sweater hangat yang melilit tubuhku. Sweater milik Zayn.

Jika aku boleh mengeluh, jika aku boleh marah, aku akan marah pada Tuhan. Kenapa? Kenapa ya Tuhan? Kenapa keadaanku harus seperti ini? Jika saja aku ada keyakinan untuk hidup lebih lama. Aku akan mengejar cinta itu. Walaupun bukan milik Harry.

Aku berhenti, berhenti mengharapkannya. Karena aku tau, cepat atau lambat hidupku akan selesai. Aku tau bukan hanya aku yang akan mati. Semua orang pun begitu. Tapi, takdirku, lebih menyedihkan dari itu.

Mataku terasa panas. Aku menggelengkan kepalaku cepat. Bukan, aku bukan ingin menangis karena Harry. Aku tak selemah itu. Untuk apa aku menangisi orang yang bahkan tak akan pernah menyimpan sedikit rasanya untukku. Jadi, please, jangan menangis Diana!

Terlambat, aku bahkan sudah menangis sekarang. Apa yang membuatku begitu cepat menyukai Harry dalam artian lain?! Ia bahkan sudah memiliki kekasih! Dan kekasihnya itu sempurna, tak sepertiku!

Kuhapus air mata yang jatuh kepipiku. Aku memeluk kakiku, menenggelamkan kepalaku diantaranya. Aku mencoba meredam rasa kecewaku, rasa putus asaku. Aku yang salah dari awal.

Sweater Zayn basah terkena air mata sialan ini. Jujur, aku benci diriku. Aku benci diriku yang semudah itu jatuh cinta.

Sudahlah, jangan terlalu di fikirkan. Kepala sialan ini terasa sakit lagi.

***
From: Harry Styles
Sore, jam 4 aku tunggu di mobil.

Aku mengerutkan dahi saat membaca pesan dari Harry yang baru masuk beberapa detik yang lalu. Untuk apa ia mengirim pesan seperti ini untukku? Atau ia salah kirim?

Aku hendak menanyakan langsung padanya tapi kudengar Harry sedang keluar. Apakah aku harus mengikuti katanya seperti di pesan tadi? Atau kuabaikan saja? Sudahlah, jam 4 masih dua jam lagi.

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang