[35] Ketahuan

428 52 14
                                    

Aku menunggunya di taman. Bukan Elang tapi Rama. Entah kenapa anak itu tiba-tiba mengajakku bertemu. Perasaanku sebenarnya tidak enak tapi kalau tidak bertemu aku juga jadi penasaran apa yang Rama inginkan.

Rama akhirnya datang. Duduk di sebelahku dan diam cukup lama hingga aku memulai pembicaraan.

"Mau ngomong apa? Tumben banget lo gak jalan sama Nadiya?"

Rama melirikku sejenak lalu terkekeh. "Kenapa? Lo cemburu?"

Aku menatapnya geli. "Ngapain cemburu?"

"Ohiya lupa, lo udah punya cowok."

Aku mengangguk lalu menatapnya kaget karena sadar ucapannya. "Ram, lo..."

Rama mengangguk. "Gua tau. Lo tega ya gak ngasih tau gua, Lan."

"Lo.... Tau dari mana?"

"Bokap lo pas gua main catur bareng dia."

Akhirnya aku ketahuan ya? Aku merapatkan jaket dan menenggelamkan tangan di kantung jaket. "Lo pasti kaget."

Rama mengiyakan ucapanku. "Tapi lebih ke kecewa sih. Ya masa gua taunya gak langsung dari lo? Apa emang gua gak begitu berharga sampai lo gak mau cerita ke gua, Lan?"

Aku menatapnya tidak suka. Bukan begitu maksudku. Mau menjelaskan tapi aku sadar ini memang salahku dari awal.

"But i have one question for you."

"What?"

"Lo gak jadiin Elang pelampiasan kan, Lan?"

Aku menggeleng. "Kenapa lo mikirnya gitu?"

"Gua pernah nyakitin lo dan gua yakin lo gak bakal nyakitin gua balik. Jadi, gua takutnya ngebuat lo nyari pelampiasan lain."

"Gua gak pernah berpikir begitu."

"Satu lagi yang mau gua tanyain ke lo."

Aku menatap Rama yang seperti ragu hendak berucap. Rama memandang ke depan. "Lo tau kan Elang cowok yang ditaksir Nadiya selama ini. Apa lo jadian sama Elang emang beneran jadian atau buat pembalasan dendam lo ke Nadiya yang juga sempat nyakitin lo?"

Aku menatap Rama datar lalu mengangguk paham. "Otak gua gak sepicik itu, Ram. Gua gak pernah ada niatan ngebalas dendam karena kalian temen-temen gua. Kalo lo sampe mikir gitu karena pacar gua Elang, emang salah gua jadian sama dia? Emang cuma Nadiya yang boleh suka dia? Emang gua gak berhak? Emang salah ya kalo akhirnya gua nemuin kebahagiaan gua sendiri?"

"Gua pernah suka sama lo terus lo langsung nyerang gua sampai sakit hati, gua maafin. Nadiya ngebongkar rahasia gua pun gua maafin. Terus sekarang gua udah pacaran dan gak ngusik kalian, masih gua yang salah, Ram?"

Rama mengusap wajahnya dengan gusar. "Gua cuma gak abis pikir. Dari sekian banyaknya cowok di dunia ini kenapa lo bisa jadian sama cowok yang ditaksir temen lo sendiri, Lan?"

Aku menunduk. Rama benar. Jelas-jelas Nadiya duluan yang menyukai Elang.

"Yang bikin gua makin emosi sebenarnya emang lo, Lan. Lo bahkan gak ngomong ke gua soal ini. Lo gak jujur dari awal dan ngebiarin Nadiya tetap minta tolong lo. Otak lo di mana, Lan? Kenapa lo gak ngomong yang sebenarnya ke Nadiya?"

Aku menarik rambutku frustasi. Rama benar. Aku yang salah. Tangisku pecah. "Gu.. gua belum siap. Gua bingung nge ngejelasinnya gimana ke Nadiya. Gua takut dia ma...rah."

"Ya jelas dia pasti marah tapi apa lo sanggup nyembunyiin ini selamanya? Lo sadar kan gua kecewa karena gua taunya dari orang lain. Jangan sampai lo buat Nadiya juga kayak gua. Biarin dia marah, seenggaknya kalo lo yang ngomong langsung ke dia kecewanya gak sebanyak kecewa gua, Lan."

Aku mengangguk. Terkejut ketika Rama ditonjok begitu kuat oleh seseorang yang kini berdiri di depan kami.

"Lo gak puas nyakitin April?!"

Itu Elang. Tangannya mencengkram kerah baju Rama membuatku mengusap air mata dan mengelus lengannya.

"Lang, lepasin Rama."

Elang mengubah ekspresi wajahnya. Ia menatapku lembut. "Tapi dia udah nyakitin lo. Dia ngebuat lo nangis lagi."

Aku menariknya mundur membuatnya mau tak mau melepaskan Rama. Rama menatap kami lalu tersenyum tipis.

"Lo beneran sayang sama Bulan ternyata."

Aku menatap Rama yang baru saja bicara. Menahan tubuh Elang yang hendak maju lagi.

Rama berdiri. Melangkah mendekat, sempat mengusap kepalaku lalu meninju pelan bahu Elang. "Awalnya gua gak percaya. Gua kira kalian pacaran boongan tapi gua sekarang sadar. Kalian sama-sama saling sayang."

Rama menunduk. Mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. "Jagain Bulan ya, Lang? Cewek yang udah gua sakitin tapi gua harap lo gak melakukan hal yang sama kayak gua."

"Gua bukan lo."

Rama terkekeh pedih. Ia menatapku lalu tersenyum. "Jangan nyia-nyiain sahabat gua ini, Lang atau lo bakal nyesel seumur hidup lo."

Elang merangkulku erat. Aku menatap Rama yang masih memberi beberapa petuah pada Elang tapi matanya selalu menatapku. Ada apa dengan anak ini?

Elang menarikku untuk pulang ketika Rama sudah pamit pergi. Entah kenapa rasanya tatapan Rama padaku tadi menyalurkan rasa sedih. Apa itu efek mukanya yang bonyok? Ah tau ah, aku pusing sendiri.

"Jadi, mau ikutin saran Marcel?"

Aku mendongak. Menatap Elang yang juga menatapku. Mengangguk pelan. "Tapi belum yakin ngomongnya sekarang. Gua harus nyusun kalimat dulu yang bener."

"Kayak mau pidato aja."

Aku mencubit pinggangnya kesal. "Lo kan liat sendiri gimana Rama pas tau tentang kita. Gua udah bisa bayangin gimana kalau Nadiya yang tau. Pasti lebih mengerikan. Lang, lo tau kan gua lagi takut?"

Elang mengangguk. Mengusap kepalaku dengan lembut. "Tapi lo punya gua. Kita hadapin sama-sama, oke?"

"Oke. Btw, kok lo bisa tau gua lagi di taman tadi?"

"Gps lo nyala."

Aku mengecek hpku. Ohiya, bener juga tapi hal itu malah membuatku memicingkan mata pada Elang. "Tapi gua gak pernah tuh nyalain gps di hp gua. Lo yang nyalain ya?"

Elang dengan santainya mengangguk membuatku melotot. "Lo ngapain segitunya, Lang?"

"Biar tau keberadaan lo selalu."

Jawaban yang membuatku tersenyum jahil. "Oh ngerti. Cowok gua tipe pacar posessif ternyata."

Elang langsung melepaskan rangkulannya dan melangkah duluan meninggalkanku yang terbahak dengan tingkahnya. Lucu melihat saltingnya cowok itu. Aku mengejarnya, menyejajarkan langkah kami sambil menunjuk wajahnya.

"Ih mukanya merah. Lo blushing ya, Lang?" Tebakku yang membuatnya mendekat.

Kukira mau merangkul tapi yang terjadi malah membuatku berteriak kesal karena ia memiting kepalaku di ketiaknya. Aku memukul lengannya dengan kencang. "Lepas, Lang! Gak bisa nafas nih!"

Elang tertawa membuatku akhirnya ikut tertawa. Karena Elang lebih sering memasang wajah datar cool-nya, aku suka setiap melihatnya tersenyum apalagi jika sampai tertawa. Nampak sekali pacarku tampan.




•••




Kasih yang manis-manis walaupun cuma nyempil dikit 🤪

Hitung mundur ya karena tinggal beberapa chapter lagi 🥳🥳🥳

Harapan kalian endingnya bagaimana?

Ohiya, kalian sayang sama siapa sih di cerita ini? Kalau boleh tau, alasannya apa?

Gimana lebarannya? Udah makan apa aja? 😅

Akuelalala,
Pacarnya V

Selasa, 26 Mei 2020
10.05 am

Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang