Kemarahan Alvaro

5.6K 578 52
                                    

"Akh! Pelan-pelan, kak! Sakit!" Ringis Arsen.

Arman menghela. Dia sudah berusaha sepelan mungkin membantu adiknya menukar pakaian. Apa daya, adiknya tetap merasa kesakitan. Ardan dan Arman memang sepakat bergantian menjaga Arsen. Nah, kebetulan hari ini jatah Arman menjaga adiknya itu. Mengingat sang kakak sulung kemarin malam begadang untuk menjaga Arsen.

Arman diberikan wejangan oleh kakak sulung mereka tadi. Sang kakak mengatakan semalam saat Ardan pulang ke rumah, Arsen sudah terlelap di kamar. Maura tidak berani membangunkan. Alvaro sendiri membiarkan anak ketiganya tidur di kamar tanpa dibangunkan. Saat Ardan memeriksa ke kamar, Arsen tertidur dengan keadaan menghadap ke kiri dan meringkuk seperti bayi.

Ardan mendekat dan mendapati adiknya mengigil kedinginan. Dengan segera Ardan mengambil botol-botol obat di nakas adiknya. Dia mencari obat demam dan tidak menemukannya. Ardan sampai terpaksa memberikan Arsen obat demam biasa malam itu. Ardan juga begadang untuk mengompres Arsen dengan air hangat.

"Masih demam tidak?" Tanya Arman setelah selesai membantu adiknya berganti pakaian.

"Sepertinya tidak," jawab Arsen.

Arman memeriksa suhu badan Arsen dan mengangguk kecil.

"Iya. Sudah tidak demam,"

"Aku lapar kak," ujar Arsen.

Arman mengambil nasi di nakas yang memang tadi sudah dia bawa. Dia menyendok nasi dan juga lauk sebelum mengarahkan sendok itu ke mulut Arsen.

"Ayo, makan!" Ujar Arman.

Arsen dengan senang hati menerima suapan yang kakaknya berikan. Arsen menghabiskan makanan yang dibawa oleh Arman dengan cepat. Arman bahkan dengan baik hatinya membawakan dia buah stroberi kesukaannya.

"Yeay!" Ujar Arsen girang.

Ctak!

Arman menyentil kecil tengah-tengah dahi Arsen.

"Sakit, kak!" Sungut Arsen.

"Jangan seperti anak kecil! Kamu sudah besar, Arsen. Sudah mau menikah,"

"Aku tahu. Tapi, mau setua apapun aku, kalau aku dilihat oleh mata papi, kak Ardan, dan kakak, aku tetap masih bocah, kan?"

Arman mengangguk mengiyakan. Memang apa yang Arsen katakan benar adanya.

"Iya. Dimataku kau tetap adik kembaran kecilku yang dulu sangat alim dan menggemaskan. Tidak seperti sekarang yang menyebalkan dan sangat usil. Kembalikan adik kecilku yang dulu!"

Arsen terbahak mendengar ucapan kakaknya. Sejak kecil memang Arman tidak berubah. Bermulut pedas dan sangat dingin. Arsen menghabiskan makanannya dan meminum obat yang harus dia minum. Dia berbaring dan memejamkan matanya. Arman menyelimuti adiknya dan mengangkat piring kotor di nakas untuk dia bawa turun.

"Kak..." panggil Arsen saat Arman ada di ujung pintu.

"Hm?"

"Kakak dan kak Ardan kerja saja. Di rumah ini ada Mara dan juga Papi,"

Arman mengangguk. Dia memang ada rapat penting hari ini. Hanya saja, jika belum melihat adiknya dia belum tenang. Arman keluar dan turun ke bawah. Di bawah dia memberikan piring kotor kepada ART di rumah mereka. Arman duduk di ruang tamu bersama ayahnya dan Ardan.

"Arsen sudah tidur?" Tanya Alvaro.

"Sudah, pi,"

"Demamnya sudah turun?" Kali ini Ardan yang bertanya.

"Sudah,"

Ketiga pria itu terdiam dan terlarut dalam pikiran mereka masing-masing sampai suara cangkir yang diletakan oleh Alvaro membuat Arman dan Ardan terkejut.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang