Persentase Kesiapan

6K 930 88
                                    

Sejak sore Sasa mendapat pesan tersebut, hingga perjalanan pulang habis dari gathering kantor sekarang ia masih saja membaca pesan dari Saga lagi dan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak sore Sasa mendapat pesan tersebut, hingga perjalanan pulang habis dari gathering kantor sekarang ia masih saja membaca pesan dari Saga lagi dan lagi.

Aneh banget ya Tuhan.

Hari minggu Sasa kali ini terasa seaneh episode Doraemon membawa Nobita ke negeri yang mustahil ada di dunia nyata.

Selama di acara kantor Sasa & Saga tak berbicara sama sekali. Acara hari ini adalah makan besar bersama dengan nuansa sunset di daerah Pantai Indah Kapuk, dan rupanya seluruh manager diberi dresscode celana jeans dan kemeja abu-abu. Jadi wajar saja Juna mengenakan pakaian yang sama dengan Saga.

Andai aja tadi yang nebeng mobil Pak Saga itu Pak Eugene, senggaknya gue bisa sadar lebih cepet kalo ada yang nggak beres! Sasa mendengus.

Di gathering kantor pun Sasa mendapat jawaban mengapa ia begitu nyaman dengan kesendiriannya.

Sasa jengah sekali melihat karyawan-karyawan kantor yang sudah berkeluarga. Ada yang kesusahan karena anaknya ingin berenang di pantai, ada yang harus mengganti popok karena tiba-tiba pup, ada yang harus terus di mobil karena butuh AC untuk menidurkan anaknya.

Itu dari segi kondisi. Belum lagi finansial. Gila aja nyicil rumah beli mobil check-up dokter biaya melahirkan.

"Jadi kamu seberapa persen setuju sama perjodohan ini?"

Astaga Sasa sampai lupa ia sedang berduaan di mobil Saga.

Saga yang menjadikan mobilnya sebagai mobil tebengan pergi, lantas mengantarkan anak unitnya pulang lagi. Dan rumah Sasa adalah rumah yang terakhir dituju, sengaja Saga melakukannya karena banyak hal yang harus mereka bicarakan.

Segala nanya persen-persen lo Pak nggak sekalian nanya laba-rugi?

"Saya nggak tau kalo saya dijodohin sama Bapak."

"Saya nggak nanya itu, kamu bisa bahasa Indonesia nggak sih."

IH NGESELIN BANGET SIH LU! Padahal sudah jelas salah Sasa. Ditanya persentase dijawab dengan jawaban lain.

"Saya sih sebenernya nggak mau Pak, tapi demi orangtua aja. Makanya saya sampe matiin HP saya pas tau-tau bapak ngasih tugas dadakan." Sasa sengaja menekan beberapa kata-katanya untuk menyindir Saga.

"Padahal saya ngasih tugas dadakan  biar kamu punya alasan buat nggak dateng ke perjodohan tadi. Sengaja saya kasih tugas susah biar kamu takut nggak jadi berangkat, eh kamu malah matiin HP kamu."

Sial. Saga berbalik menyindir. "Tapi Pak, itu bener harus saya masukin ke notulensi?"

"Nggak kok itu harusnya dimasukin ke proposal akhir dan sebenernya itu tugas saya yang harus dirapatin dulu sama Juna. Nggak usah kamu kerjain."

ANJIR TUGAS SESUSAH ITU DIKASIH KE STAFF BIASA. BAYANGIN KALO TADI GUE BENERAN KERJAIN. NGGAK NGOTAK EMANG NI ORANG.

"Padahal saya udah 2x bikin kamu buat nggak dateng. Tadi malem waktu kamu chat izin nggak dateng gathering, sengaja saya nggak bales karena harusnya itu cukup buat kamu takut."

"Jadi bapak udah tau dari tadi malem kalo yang mau dijodohin sama bapak itu saya?"

"Ya iya lah, masa mau ketemuan nggak cari tau dulu? Aneh banget."

Sial. Sasa aneh dong?

"Saya kan sengaja mau surprise aja gitu Pak pas hari H baru ngeliat."

"Masih bagus yang dikenalin ke kamunya saya Sa, kamu kenal. Coba kalo sindikat human-trafficking, sekarang udah ilang kali kamu."

Tak mau mendengar ucapan tajam Saga lebih lanjut, Sasa berbalik menyerangnya. "Kalo bapak udah tau dari kemaren kok bapak nggak bilang ke saya?"

"Karena saya emang mau nyenengin nenek saya, jadi yaudah mau gimanapun juga saya dateng." Saga menginjak pedal rem karena jalanan macet. "Jadi mau ngomong sama kamu juga nggak ada gunanya, mending diem-diem aja, senggaknya nepatin janji ke nenek tanpa peduli saya mau nikah atau nggak."

Sebenarnya tak ada perbedaan jauh antara keduanya. Mereka sama-sama setuju dengan perjodohan ini karena  ingin membuat orangtua senang.

"Jadi? Seberapa persen?" Saga kembali ke pertanyaan awal.

Aduuuuh, nggak tau! "Saya tuh sebenernya nggak tertarik nikah Pak. Ibaratnya nyicil beli rumah aja gimana coba—"

"Loh kamu nggak tau mama kamu udah siapin rumah?"

"Hah?"

"Kemaren saya dikasih tau nenek saya kalo mama kamu udah punya rumah di daerah Menteng yang bakal dikasih ke kamu kalo kita jadi nikah. Saya sampe ditunjukin foto rumahnya, gede banget 3 kamar ada halaman belakang. Kok bisa sih kamu anaknya sendiri nggak tau?"

Demi apa Ibu sampe sebegitunya?

Semenyedihkan itu kah Sasa sampai Ibu memberi hadiah tambahan bagi siapa saja yang mau dengan anaknya? Sampai-sampai mendapat rumah?

Bukannya menjawab pertanyaan Saga, Sasa justru balik bertanya. "Emangnya bapak mau nikah sama saya?"

"Kalo kamu mau, saya mau."

Segampang itu Saga menjawab, sudah seperti naik wahana Dufan saja. 'Kalo lo naik gue naik'.

"Kenapa harus karena saya?"

"Karena saya nggak punya alesan untuk nolak atau maju."

"Meskipun nikah tanpa cinta Pak?" Sasa langsung 'menembak'. Ia ingin memastikan Saga bahwa jika mereka menikah pun, Sasa tak mungkin mencintai pria itu.

"Justru itu salah satu alesan saya tenang aja sama perjodohan ini." Setelah menghindari areal macet, Saga mengarahkan mobil ke kiri menuju komplek rumah Sasa. "Karena saya tau kita nggak mungkin suka-sukaan."

Hm... Ada benernya juga kata Pak Saga. Kalau Sasa menikah, ia mendapat rumah baru, bisa tinggal sendiri tidak perlu diwejangi bapak-ibu. Di lain sisi Sasa bisa hidup melajang sendiri. Kalau dijodohkan dengan orang lain belum tentu Sasa bisa mendapat keuntungan menikah-tanpa-cinta begini.

Apalagi Dio juga ingin menikah. Jika menolak Saga pun bisa saja Ibu akan mencarikan orang baru yang mungkin saja lebih buruk dari Saga.

"Jadi bapak mau nih ya kalo nikah tanpa cinta? Soalnya saya nggak mau ngasih loh Pak."

Saga tersenyum mendengarnya. "Kalo saya suka kamu, dari dulu saya nyoba jadi pacar kamu, Sa."

Iya juga ya. Sasa ikut tertawa kecil. "Kayaknya saya mau deh Pak."

"Yaudah we call it a go then."

Mereka pun sampai di depan rumah Sasa dan Sasa berterima kasih sebelum turun dari mobil.

Tapi tiba-tiba Saga teringat satu pertanyaan. "Oh iya Sa, kamu kalo kita jadi nikah dan misalnya cerai suatu saat siap nggak?"

"Siap." Tanpa pikir 1-2 detik Sasa menjawab.

Siap lah. Lu kira lu siapa?

Sasa pun menutup pintu mobil dan masuk ke dalam rumah.

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang