No Butterfly Sparks. No Sparks At All

5.5K 859 17
                                    

"Malam Pak..."

Saga dan Sasa keluar dari kanyor sekitar pukul tujuh lewat. Kantor sudah sangat sepi, meski lampu beberapa lantai masih menyala perihal lembur mengejar deadline.

"Malam Pak Sopran." Saga menyapa security depan, lalu menyelipkan uang lima puluh ribu ke kantung baju security tersebut.

"Eh ini apa Pak..?!"

"Uang rokok." Saga tersenyum kecil sambil tetap berjalan. "Semangat ya Pak."

"Siap Pak!"

Sasa yang hanya melihat dari belakang ikut tersenyum saat melewati Pak Sopran.

Selama menjadi anak buah Saga, salah satu hal yang jarang Sasa temui pada orang lain yang ada dalam diri Saga adalah kebiasaan yang satu itu. Saga selalu ringan tangan kepada yang lebih membutuhkan.

Jika sedang rapat di luar kantor, Saga kerap memberi setiap pengemis yang mereka lewati. Jika habis makan bersama satu unit, Saga memberi tip bagi waiter restoran. Jika unit mereka lembur, Saga akan memberi uang kepada OB yang menemani mereka.

"Sa can you walk faster?"

Nah, tapi tabiat yang satu itu yang suka membuat Sasa kewalahan.

Saga itu gesit. Semua kerja serba cepat. Dan tepat. Kalau mengumpulkan tugas juga harus tepat sesuai janji. Ia tak suka jika janji waktu seseorang tidak sesuai dengan kenyataan.

Pernah JK didamprat saat rapat di depan anak-anak karena telat memberi tugas beberapa jam.

"Kamu nge-deadline ke saya pake timezone Jakarta atau Antartika?"

Saga itu bukan bos pemarah yang suka melempar kertas, atau membentak, ia justru memiliki perawakan tenang. Hening. Tapi mulutnya menyakitkan. Diam-diam menghanyutkan.

Hhhh semoga aja nikah sama dia nggak bikin hidup gue kayak kerja dua puluh empat jam tujuh hari.

×××

Sasa langsung menyenderkan kepalanya ke dinding mobil usai chatan dengan ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sasa langsung menyenderkan kepalanya ke dinding mobil usai chatan dengan ibu. Tadi usai memilih ini dan itu di gedung, Sasa semakin tak menyangka ia benar-benar menikah. It's getting real. Mereka memilih konsep pernikahan, warna meja dan bangku untuk tamu undangan, stand-stand untuk prasmanan...

Dan mereka fix akan menikah bulan depan. Tidak ada tanggal lain yang lebih memungkinkan. Hanya itu jadwal yang kosong dan slot baru ada lagi tahun depan.

Semua terasa begitu cepat. Jangankan cinta, komitmen saja belum ada di antara mereka.

"Pak, jangan ngomong ke anak-anak dulu ya masalah pernikahan kita." Sasa terdiam sebentar. "... I need some time."

Saga menganggukkan kepala. "Sa, besok bisa ke rumah saya nggak? Nenek saya dua minggu ini minta kamu dateng terus, pusing saya."

"Oh iya, Pak. Saya juga disuruh bawa Pak Saga ke rumah."

"Yaudah besok saya jemput kamu sekalian ngobrol-ngobrol, abis itu kita ke rumah saya."

"Oke."

Tak ada perasaan kupu-kupu berterbangan membayangkan pernikahan. Tak ada rasa takut bertemu calon ibu dari pasangan. Percakapan mereka terlalu hambar untuk cerita cinta perjodohan.

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang