• 0.5

31 10 0
                                    

TUNG

Satu pesan masuk ke dalam ponselku, aku baru saja merapikan diriku dan beristirahat, sebentar lagi aku harus berangkat lagi ke tempat syuting film, pekerjaanku ini belum selesai.

[Tidak dikenal]

Saya bagian resepsionis yang bertanggungjawab atas penerimaan karyawan baru, dengan ini saya menyampaikan bahwa anda telah diterima kerja disini sebagai sekretaris yang baru dan besok pagi anda sudah bisa bekerja disini. Terimakasih.

Ah, apa ini?

Jadi, aku diterima? Wah, padahal aku nekat mendaftar disana dan apa yang akan terjadi? Aku akan bertemu dengannya, lalu aku bisa dekat dengannya, bagaimana aku bisa menyiapkan perasaanku ini.

Argghh.. ini bisa aku pikirkan nanti, sekarang aku harus kesana terlebih dahulu, atau jika aku terlambat aku akan kena omel seperti kemarin.

---

Tempat syuting film

Beberapa staff berlalulalang dan aku berjalan mencari penulis dan sutradara.

“Hei!” suara ini tidak asing ditelingaku, aku membalikkan badan dan benar saja, suara actor yang menyebalkan itu.

“Ya, ada apa?”

“Kamu lupa? Sekarang, kamu juga asisten pribadiku di tempat syuting film ini.”
Sejak kapan? Perasaan tidak ada perjanjian apapun dengannya.

“Sejak kemarin.”

Seperti membaca pikiranku.

“Sekarang cepat siapkan aku minuman, sebelum aku acting. Kau tahu tenggorokanku sangat kering dan itu menganggu sekali.”

Aku memasang wajah yang menunjukkan senyum terpaksa.

“Ya?”

“JIKA KAMU TIDAK MENGAMBILKANNYA, AKU TIDAK INGIN MELAKUKAN SYUTING.”

Sial! Dia berteriak seperti itu, agar aku disalahkan dan terpaksa mengambilkannya minuman. Kenapa aku harus berurusan dengannya?

“Baiklah Tuan Rain.”

Selama syuting itu aku benar-benar menjadi asisten pribadinya, bahkan saat aku harus mengecek naskah dari pemain lain. Huh, ini membuatku emosi.

---

CHANGE POV

Entah sejak kapan aku jadi suka melihatnya kesal, aku menjadikannya asisten pribadiku agar aku bisa selalu di dekatnya, hanya dengan ini yang kutahu.
Ini seperti skenario cinta yang tak terduga, aku harus bagaimana lagi agar dia selalu di dekatku. Aku terus memikirkan cara yang tepat, tapi apalagi selanjutnya.

"Rain, sebentar lagi kita take adegan yang ke 21." Aku hanya mengiyakan, sekarang yang terpenting adalah filmku.

Take adegan #21

Take adegan #30

Take adegan #38

Selesai.

Hah ini melelahkan, tapi ini pekerjaanku dan tidak bisa berhenti. Seseorang menyodorkan minum ke aku, yah dia seseorang yang tadi mengusik pikiranku, membuat aku harus mengulang adegan berkali-kali. Ini sulit. Sejak kapan aku jadi menyukainya?

"Terimakasih."

"Ya! Itu aku lakukan, karena dari yang kulihat kamu tidak konsentrasi. Jadi, kupikir itu karena kamu kekurangan cairan tubuh."

Aku hanya tersenyum.

Dan dia bingung dengan sikapku itu, ya terlihat dari garis wajahnya. Entahlah, aku juga bingung sendiri, perasaan aneh ini terus menghantuiku.

"Maaf Tuan Rain, saya izin pergi duluan boleh nggak Tuan, ibu saya sakit parah dan saya harus kesana," ucap asistenku (yang asli). "Baiklah, ah ini sedikit bantuan untukmu."

Nanti aku bisa pulang sendiri, lagian aku bisa menyetir mobil sendiri, pun sudah memiliki SIM juga.

03.00pm

Syuting akhirnya selesai juga, keadaanku ngantuk berat dan lelah. Sekarang pun asistenku tidak ada disini, jadi aku harus menahan lelah dan kantukku.

"Saya bisa mengendarai mobil untukmu."

Seseorang menawarkan dirinya, dia lagi, dia yang baru saja menawarkan bantuan, apa dia tahu aku lelah? Apa dia tahu aku ingin selalu di dekatnya?

"Saya bisa sendiri."

"Tapi kamu terlihat lelah dan mengantuk, itu sangat buruk untuk mengendarai mobil."

Ah, dia benar. Karena aku lelah.
Aku melempar kunci mobil kepadanya dan berlalu pergi ke mobil.
Aku tahu dia terlihat kesal dan lucu, dan aku tersenyum bahagia melihatnya.

---

CHANGE POV

Tumben sekali aku melihat dia kelelahan, sepertinya dia memiliki banyak pikiran. Tiba-tiba asisten aslinya menghampiriku dan mengatakan untuk nanti mengantar Rain ke apartemennya. Dia menjelaskan apa alasannya dan aku hanya mengiyakan.

Syuting sudah selesai, aku mencari dia dan dia bersiap untuk pulang. Benar saja, dia terlihat lelah dan aku menghampirinya, memberikan bantuanku. Tapi, ini membuatku kesal, karena dia tetap saja tidak terlihat hangat, bahkan saat aku sudah mencoba tersenyum ke dia. Susah membuat pria dingin sepertinya menjadi hangat.

"Hei! Tunggu!"

Dia tetap berjalan tanpa memperdulikan aku. Oke, sekarang bukan waktunya mengomel, aku harus mengikutinya.

Di dalam mobil

Dia tertidur, wajahnya saat tidur sangat damai. Entah mengapa saat seperti ini dia bukan singa yang galak, seperti kelinci yang menggemaskan.
Sampai.

Ini yah apartemennya

"Benar. Ini tempatnya."

Hah? Dia sudah bangun?

"Terimakasih."

Hah? Hanya itu?

"Tunggu hanya itu? Kamu tidak memberikanku bayaran."

"Ini."

Dia kenapa coba? Tumben sekali tidak membuatku kesal dan benar-benar memberikan uang untukku.

"Tolong angkat barang-barang itu ke apartemenku."

Tidak! Sekarang dia mulai lagi.

"Baiklah Tuan."

"Panggil Rain saja."

Hah? Apalagi ini. Dia kesambet apa coba, gak tahu deh yang penting sekarang aku gak perlu memanggilnya Tuan Rain.

"Baiklah."

Waahhhhh.... Oke, aku katakan sekarang aku norak itu benar. Apartemen ini cukup luas, bukan seperti apartemen yang aku lihat seperti biasanya.

"Ini rumahku. Bukan apartemenku."
Heh, tunggu.

"Asistenku salah memberikan alamat."
Ini dia kenapa bisa tahu kalau aku memikirkan soal ini. Dia tinggal sendirian di rumah sebesar ini.

"Ya aku tinggal sendiri."

Lebih baik aku diam dalam pikiran sendiri, atau tidak dia bisa membaca pikiranku.

"Duduklah. Aku akan ambilkan minum untukmu."

Dia lelah. Aku harus menolak.

"Tidak--"

Dia menarik tanganku untuk duduk, sekarang aku duduk di dekatnya, untuk beberapa detik yang lalu. Sekarang dia sudah berlalu. Huft, jantungku berdetak cepat. Tunggu.

The Scenario Of DestinyWhere stories live. Discover now