Good Day

4.9K 702 15
                                    

Weekend ini, untuk pertama kalinya Saga dan Sasa berada di rumah berdua setelah minggu lalu menghabiskan waktu di rumah Mama karena bertepatan dengan tujuh harian. Keduanya fokus menyiapkan tahlilan dan pengajian.

Masih tak ada yang berubah dari Saga. Sampai pagi ini, Saga tak juga banyak keluar. Urusan makan pun ia hanya memasak sesuai jadwal masak lalu ia kembali masuk ke dalam kamar.

Padahal jika bukan karena Mama meninggal, Sasa tak akan peduli jika Saga berdiam di kamar. Sungguh tak akan peduli.

Masalahnya perpisahan merupakan teman lama dalam hidup Saga. Sasa tak tahu seberapa dalam Saga membenci perpisahan, seberapa takut dulu Saga menghadapi kehilangan.

Di lain sisi, Sasa tak pernah menghadapi kematian. Ia tidak tahu bagaimana caranya menegarkan. Sasa takut ucapannya hanya semakin memperdalam kesedihan.

Karena sejujurnya, selama melihat perubahan Saga selama ini, lambat laun Sasa tidak hanya ingin menjadi teman pendengarnya. Lama-lama Sasa ingin mengembalikan senyumnya juga.

Mungkin ini cinta. Tapi jika dikatakan cinta untuk memiliki, sudah pasti bukan itu jenisnya.

Saga membuatnya belajar banyak bagaimana kuatnya menghadapi cobaan. Bagaimana tenangnya dideru kesedihan. Bagaimana ia harus terus berjalan di tengah beratnya kehidupan.

Dan rasanya, hidup orang-orang seperti Saga yang justru paling membutuhkan sokongan. Tak perlu menjadi cinta yang memberikan afeksi, setidaknya memberi rasa kasih sebagai bukti bahwa masih ada orang yang peduli, itu cukup.

Maka dari itu Sasa pun sampai sudah menyiapkan berkas cerai, meski belum ditandatangani. Jika itu yang terbaik untuk Saga, jika itu bisa membuatnya lebih baik, bahkan jika itu bisa melepas stres nya sedikit, Sasa tak masalah untuk bercerai.

Saga saja merasa berat melihat rumah ini, Sasa tak bisa membayangkan seberapa beratnya ia menjalani hidup sebagai suami, di saat alasan Saga menikah pun sudah meninggalkannya pergi.

Sedari tadi Sasa hanya berdiri di depan pintu kamar Saga. Ingin mengetuk namun takut mengganggu. Sudah sampai memegang gagangnya pun namun ia diam membeku.

Should I?

Rasanya ingin mendengar keluh kesahnya. Tak mau muluk menjadi tempatnya menangis, melihat senyumnya muncul kembali pun Sasa sudah skeptis.

Pada akhirnya Sasa mengurungkan niatnya, dan terduduk di bangku piano yang bertengger tak jauh dari kamar Saga.

... No, I should not.

Sasa terdiam lama, berkali-kali menggelengkan kepala. Mengurungkan berbagai niat yang ada di benaknya. Piano yang berada di sisi ruang TV itu menjadi satu-satunya teman Sasa bergundah-gulana.

Sasa terpikirkan untuk memainkan piano di depannya ini. Setidaknya jika ia tidak bisa menjadi pendengar kesedihan Saga, ia ingin bisa menjadi peredam emosinya. Meski bukan melalui ucapan, Sasa ingin untaian musik dapat membuatnya lebih tenang.

Namun melihat balok-balok piano, Sasa hanya terpikirkan lagu Arms. Bayang-bayang Mama menyanyikan lagu tersebut menari indah di kepalanya. Menarik Sasa ke ruang dan waktu di mana wanita tersebut masih ada.

Tepuk tangan orang-orang yang berbahagia di pernikahan mereka. Juntaian dress indah yang dikenakan Sasa. Senyum lebar Mama yang tak pudar di tengah nyanyiannya. Memori itu terekam jelas di kepalanya.


The world is coming down on me and I can't find a reason to be loved
I never wanna leave you but I can't make you bleed if I'm alone
You put your arms around me
And I believe that it's easier for you to let me go
You put your arms around me and I'm home

Lagu itu seperti membawanya ke dimensi lain, ruang imajinasi penentang realitas. Menyediakan ruang, tapi tanpa waktu terbentang. Ruangan itu hanya berisi angan, sebagai tempat ia mengenang.

Sasa menangis menutup wajahnya. Hingga akhirnya ia sadar bahwa ia tak bisa memainkan lagu ini. Tidak boleh, lebih tepatnya. Jika satu hari pernikahan saja bisa membuat Sasa menangis begni, bagaimana dengan perasaan Saga yang selalu memainkan lagu itu bersama Mama?

Bukannya menenangkan, permainan piano Sasa mungkin malah membuat Saga dubalut kesedihan.

Terus apa dong?!

Sasa jadi kesal sendiri. Sudah dua minggu berlalu, namun kondisi Saga masih seburuk hari pertama kepergian Mama. Sasa ingin Saga tersenyum kembali, atau setidaknya membuatnya berpikir bahwa ia masih bisa memiliki hari yang baik. Tugas berat kantor saja sudah menanti, perihal Saga harus ke Inggris beberapa hari lagi.

Tring!

Tiba-tiba sebuah ide muncul di otaknya. Should I play Good Day? By Nappy Roots? That song represents happiness right?

Mengingat lagu itu sangat bright, jauh dari kesan menyedihkan, sepertinya jika Sasa memainkan lagu itu Saga tidak akan berpikir bahwa Sasa menghiburnya.

Tangan Sasa langsung berancang-ancang di atas piano.

He won't be sadder if I play this song, will he?

Tangan Sasa bahkan sedikit bergemetar.

Ah udah lah bodo amat. Intinya niat gue baik.

Tanpa pikir panjang Sasa langsung memainkan pianonya. Suara not-not balok yang ditekan pun langsung menggema ke seluruh penjuru rumah. Membuat heningnya rumah mereka kini seperti Taman Kanak-Kanak.


...
We're gonna have a good day
And ain't nobody gotta cry today
...

Sasa memang hanya bernyanyi di dalam hati, namun ia sedikit tertawa saat memainkan reff mengingat lagu ini yang terputar di TV dulu saat ia dan Saga panik memindahkan baju-baju menyambut Mama. Betapa hebohnya mereka kala itu.

Seperti memiliki magisnya sendiri, lagu ini selalu sukses membuat harinya lebih baik. Semoga saja sama seperti Sasa, mood Saga juga dapat membaik mendengarnya. Sasa ingin Saga setidaknya sadar bahwa masih ada dirinya di sini jika Saga sedang sedih. Sasa mau membantunya jika dipinta tolong oleh Saga.

Finally...!

Setelah lagunya selesai, Sasa sampai menghela napas lega. Berkali-kali ia menarik dan membuang napas panjang. Tanpa sadar jantungnya berdebar, bagaimanapun juga ia takut salah langkah sudah membuat rumah bising dengan permainan pianonya itu.

Dan jantungnya seperti gong yang baru dipukul saat HP yang ia letakkan di atas piano bergetar dengan pesan masuk dari Saga. Buru-buru HP itu ia ambil.

'Kok berenti Sa? Seru padahal hahaha'

Senyum Sasa melebar dan tanpa sadar ia terharu hingga air matanya menetes.

Pak, please get better ya!!!! You can get through this!!!

Pak, please get better ya!!!! You can get through this!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang