07. Sebuah Rasa?

175 97 6
                                    

Sindy akhirnya tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sindy akhirnya tersenyum. "Gue mau itu..." Telunjuknya mengarah ke suatu tempat.

Aldino menoleh mengikuti arah telunjuk Sindy. Dia tersenyum. "Oke. Yuk kita ke situ."

Aldino membawa Sindy ke sebrang jalan dengan berjalan kaki, di sana terlihat gerobak bertulisan 'Martabak Telor'. Entah apa istimewanya makanan itu hingga Sindy menolak makanan lain bahkan bunga yang ditawarkan oleh Aldino.

"Mau pesan berapa porsi?" tawar Aldino ketika mereka sudah berada di depan gerobak itu.

Sindy nampak berpikir sebentar, "Tiga aja buat gue kayaknya sudah cukup," ucap Sindy membuat Aldino membulatkan matanya.

"Tiga aja lo bilang?" ulang Aldino.

"Iya, emang kenapa?" tanya Sindy ketika melihat ekspresi Aldino.

"Seriusan lo?"

"Iya lah."

"Yaudah empat ya Bang martabak telornya," pesan Aldino pada abang tukang martabak, abang itu menyatukan jempol dan telunjuknya berbentuk 'Ok'.

Setelah memesan, Aldino membawa Sindy ke salah satu tempat duduk yang ada di sana.

Hanya ada keheningan di antara mereka, tak lama kemudian empat buat martabak telor akhirnya tersaji dengan tambahan kuah cuka dicampur dengan mentimun.

"Hah? Ini apaan?" Aldino menggerutu melihat timun berkuah serta lombok di dalam mangkok kecil yang terpisah.

"Itu? Ya makanan lah," jawab Sindy langsung melahap makanannya.

Sindy mengambil potongan martabak telor itu dan mencelupkannya pada kuah dengan mentimun dan lombok tadi.

"Eumm enaknya, ini tuh namanya acar," tunjuk Sindy pada kuah tersebut.

Lalu tangan Sindy mengambil dua buah lombok lumayan besar yang ada pada kuah acar itu dan melahap lombok tersebut.

"Lo kenapa bengong, nih cobain," Sindy mengambil potongan martabak itu lalu menyuapkannya pada Aldino.

Jika kalian ingin tahu, sekarang jantung Aldino berdetak sangat kencang. Sindy yang tak sadar menyuapkan makanan itu pada Aldino lantaran kedekatan mereka membuat Sindy tak bisa menjaga batasannya.

"Enak kan?" tanya Sindy.

"Enak... Apalagi kalo elo yang nyuapin, Sin," Aldino menyambung kalimatnya dalam hati, entah mengapa saat ini ia tak bisa mengeluarkan gombalannya.

"Ini tadi namanya apa? Pacar?" tanya Aldino.

"Bukan pacar, tapi acar," ralat Sindy.

"Ini acar," tunjuk Aldino pada kuah martabak tersebut "kalo yang ini... Pacar," tunjuk Aldino pada Sindy.

"Apaan si, Al," Sindy dibuat salting oleh Aldino, dia berusaha keras untuk menahan senyumannya.

Aldino lantas tertawa melihat wajah Sindy yang salting, dan Sindy berusaha untuk mengabaikannya.

Diary About Sindy •END• {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang