13 - undangan perayaan

78 22 0
                                    

Allen menghela napas. Sekarang, gara-gara topik yang ia bahas duluan, malah membuatnya galau dan terus kepikiran. Pembicaraan dengan Senja sebelum pulang sekolah, benar-benar berkecamuk di pikirannya. Agak mengganggu, namun sepenuhnya benar.

. . .

"Kamu lagi bahagia?"

Senja menoleh. Telinganya tidak rusak, kan? Apa maksud Allen katakan itu? Bahagia? Memangnya terlihat begitu?

Keduanya saling diam. Tidak ada yang paham kecuali Senja dan Allen sendiri. Mereka seolah bicara bahasa mata, dan mengerti hanya dengan saling tatap.

Setengah menit berlalu, dan Allen hanya menggerakkan hulunya naik turun.

"Iya. Yah, sebenernya aku asal, sih. Tapi kelihatan dari raut wajah tau. Kamu nemuin sesuatu yang menarik? Di taman misalnya? Yang bikin kamu bahagia? Aku cuma nebak, ya. Kalo salah maaf deh, hehehe."

Senja masih diam. Banyak frasa yang saling bertempur--yakin tidak yakin. Taman. Senja memang menyukai taman kota. Tapi memangnya ada yang menarik dari sana selain matahari petang, burung di cakrawala, dan canda tawa yang menggema?

Oh!

Pemuda itu.

"Allen."

"Ya?"

Lengang. Senja memutus kalimatnya.

Allen kebingungan. Percakapan serius seperti ini rasanya pernah terjadi. Namun itu waktu awal pertemuannya dengan Senja. Dan Senja kini mengulangnya lagi.

"Apa aku pantas bahagia?"

. . .

"Anak bodoh," ringis Allen pelan.

"Allen!" Seseorang berteriak dari luar kamar. Berseru seperti orang kesetanan. Eh, tidak juga sih. "Buka pintunya!"

"Iya, Ma!" sahut Allen segera meraih jaketnya. Itu suara Mamanya. Lantas, ia segera membuka pintu kamar. Membiarkan sang wanita paruh baya merangkulnya seperti biasa.

Ia tersenyum tipis. "Jangan takut, ya."

Giliran Allen yang menjawab--kepalanya mengangguk. "Allen kuat kok, Ma."

. . .

Kali ini, Senja kembali ke taman kota. Bertemu dengan pemuda asing yang bahkan tidak ia ketahui namanya. Seolah menjadi medan magnet yang kian menarik Senja semakin dekat.

Selepas pulang sekolah, Senja sendirian menyusuri langkah, tanpa Sera yang menemani seperti biasanya. Ia tiba lebih cepat, sengaja karena ingin melihat taman lebih lama.

Hanya hal-hal sama yang Senja lihat dan rasakan. Suara canda dan tawa, kicau burung yang saling sahutan bernyanyi. Hilir angin menyapa seperti hari-hari sebelumnya.

Pukul setengah enam. Sepi mulai terasa di taman kota. Satu persatu manusia yang menikmati senja perlahan mulai hilang. Kembali ke rumah masing-masing.

Dan tepat pada saat itulah, sosok yang Senja tunggu-tunggu akhirnya tiba.

"Kamu ke taman lagi?" Pemuda itu mengambil duduk tepat di samping Senja. Seolah sudah tahu, bahwa yang diajaknya bicara ialah si gadis penikmat senja.

[✓] Cerita Tentang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang