10. Kisah :: 8 Maret 2009

62 2 0
                                    

Jangan lupa vomments

Selamat membaca :))

Lamongan, 8 Maret 2009 pukul 00.43 WIB

Aku mengingat apa yang terjadi hari itu. Ketika aku terbangun dini hari lantaran suara gaduh di luar kamar. Sejenak, aku menatap jam yang tergantung di dinding kamarku yang berwarna merah muda itu.

Merasa penasaran, aku lantas membuka sedikit pintu kamar, berniat untuk mengintip dari celah. Yang kudapati pertama kali adalah visual Ibu yang terduduk di atas lantai. Wajahnya sudah banjir air mata. Rambutnya acak-acakan seperti sudah dijambak berkali-kali. Ibu tidak sendiri, ada Ayah yang berdiri di depannya.

Sedetik kemudian, Ayah menampar keras pipi Ibu. Membuatku yang menyaksikannya terkejut sampai terjembab ke lantai. Suara yang kutimbulkan tidak mengganggu sedikitpun sikap Ayah. Mungkin karena suara tangis Ibu, Ayah jadi tidak mendengarnya.

"Ampun, Mas." Ibu memohon saat Ayah menjambak rambutnya lalu mengadahkannya keatas.

Aku menggigit bibir bawahku, berusaha keras untuk tidak menangis. Aku tidak mau karena aku, Ibu mendapatkan perlakuan yang lebih jahat lagi. Aku yakin, orang yang menyiksa Ibu bukanlah Ayah. Meski dia memakai raga Ayah, tapi jiwanya tidak bisa berbohong.

Pukulan maupun tendangan Ibu dapatkan dari Ayah. Hingga Ayah meludahi wajah Ibu. Hal yang tidak bisa aku toleransi dan tidak bisa aku maafkan. Aku berlari melindungi Ibu dari tamparan Ayah untuk kesekian kali. Tamparan keras itu mengenai pipiku. Perih. Itu yang aku rasakan saat ini. Air mataku semakin keluar deras.

"Wulan benci sama Ayah," kataku spontan.

"Anak kurang ajar." Ayah memaksaku untuk berdiri dengan menyeret pergelangan tangan kananku. Dalam waktu sekejap, Ayah membenturkan kepalaku ke tembok. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang kutahu hanyalah Ibu yang berteriak memanggil namaku lalu sekitarku berubah menjadi gelap.

Tbc

15 Juni 2020
Tertanda,

Erina Putri

Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]Where stories live. Discover now