Chapter 18: Crashing

221 37 19
                                    

"Bila harus kisah cinta ini ku akhiri, kan ku akhiri sebagai satu jalan yang terbaik untuk kita. Dan kau harus temukan sebuah cinta yang pasti, yang tak seperti aku yang jauh dari harapanmu."
- Last Child

═════  ࿇  ═════

Seorang gadis tengah terburu-buru memakai sepatunya, begitu selesai ia langsung menyambar kunci motornya dan segera menyalakan motor besarnya. Ia memakai helm dengan visor berwarna biru hingga menyamarkan wajahnya, segera saja ia menarik pedal gas menuju tempat tujuannya.

Biasanya ia akan pergi ke manapun bersama sahabatnya, namun sahabatnya itu sedang ada latihan di sirkuit. Baginya, pergi sendiri pun tidak masalah. Lagipula ia merasa jenuh dengan keadaan rumah yang begitu membosankan.

Terik matahari begitu terasa menyerap kedalam hoodie hitam yang ia pakai, jalanan juga mendadak macet karena ada kecelakaan kecil di depan sana, mau tak mau gadis itu memilih putar balik dan mencari jalan lain.

Setelah banyaknya hambatan di perjalanan, gadis itu sampai di daerah pegunungan yang menyejukkan dan membuat beban hidup rasanya menguar begitu saja. Ia membawa motor besarnya ke parkiran yang sudah disediakan, tanpa melepas helm ia berjalan menyusuri jalan setapak yang di kanan dan kirinya terdapat hamparan kebun teh.

"Udah lama banget gue ga ke Cukul Sunrise Point, gila banyak perubahan." gumamnya menunjukkan rasa kagumnya dengan pemandangan alam di sana, rasa lelahnya terbayarkan dengan itu semua. Pandangannya menelisik seluruh sudut kebun teh yang begitu hijau menyegarkan penglihatan.

Ia membuka sedikit kaca helmnya dan mulai menyalakan action cam untuk merekam aktivitasnya. Namun, di tengah kegiatannya ia dikagetkan dengan seorang cowok yang berjalan sedikit limbung dari arah depan. Matanya menyipit memastikan kalau orang itu adalah orang yang ia kenal, entah dorongan darimana ketika langkah kakinya mulai berlari menghampiri lelaki itu yang berhasil membuat perhatiannya terpusat padanya. Rasa khawatir semakin membawa langkah larinya cepat sambil terus menggumamkan nama lelaki itu.

Keringat membasahi seluruh tubuhnya, debaran jantungnya semakin terpacu ketika tepat sekali ia sampai di hadapan lelaki itu dan langsung saja dirinya terhempas ke bawah bersamaan tubuh lelaki itu yang ambruk tak berdaya di atas tubuhnya.

"DERVAN!"

Teriakannya lepas memanggil nama lelaki itu yang sudah di ambang kesadaran yang kian menipis, ia panik dan bingung mencari bantuan ketika keadaan diperparah dengan kondisi Dervan yang mengeluarkan cairan merah kental dari hidungnya. Sekuat tenaga ia membangkitkan posisinya menjadi duduk dan membiarkan posisi lelaki itu berada di pangkuannya.

"Astaga Dervan, bertahan!" gumamnya panik, ia menepuk kedua pipi lelaki itu yang terasa dingin dan pucat.

"Elzavira," lirih Dervan begitu pelan, sangat pelan membuat gadis itu langsung meluruhkan airmatanya.

"Iya, Van. Ini gue Vira, please bertahanlah! jangan tutup mata lo!" balasnya di tengah kepanikan, ia mengusap cairan darah yang keluar dari hidung Dervan dengan ibu jarinya.

Elzavira susah payah merubah posisi Dervan kini menyandar di dadanya, membantu agar darah yang keluar dari hidung Dervan tidak mengalir kembali ke dalam.
"Lo sama siapa ke sini? kondisi lo ga sehat, kenapa lo bisa ada di sini?" tanya gadis itu bertubi-tubi.

Dervan menarik nafas perlahan dan mengerjapkan matanya agar kesadaran tetap menemaninya. Ia merogoh ponselnya dan menyerahkan pada Elzavira, mengabaikan pertanyaan gadis itu.
"Telpon Tino!" ujarnya begitu lemas.

Tanpa banyak bicara lagi, Elzavira segera menelpon Tino. Panggilan tak ada jawaban membuat gadis itu memaki beberapa kali. Dervan berhasil menarik kesadaran penuh ketika memerhatikan gadis itu yang begitu panik karena kondisinya.
"Jangan panik! lo tenang aja, gue juga biasa kok," ucap Dervan menenangkan gadis itu dalam kepanikannya sendiri.

No Leader! || ✔️Where stories live. Discover now