6 BELAS (Kawan)

91 50 95
                                    

Kelak kamu akan menyadari bahwa teman yang sebenar-benarnya teman adalah mereka yang selalu ada entah suka maupun duka.



Sinar mentari menyembul dari sela-sela tirai yang sedikit terbuka. Menyinari kamar seorang pria, yang masih setia merangkul gulingnya di balik selimut. Padahal hari sudah semakin cerah.

Pria itu terlihat gelisah, bukan karena sinar mentari yang mengganggu tidurnya saat ini, melainkan suara-suara bising yang asalnya dari ruang tamu.

Berisik sekali, mungkin jika kalian yang mendengarnya, kupastikan kalian ingin melempari mereka dengan kata-kata sarkas yang bisa membuatnya tak berkutik.

Kedengarannya tidak hanya satu orang, melainkan lebih entahlah berapa jumlahnya. Bisa-bisanya mereka membuat keributan di rumah orang yang sedang menikmati tidurnya di hari minggu.

Menyebalkan, karena dirinya harus bangun dari ranjang kesayangannya. Oke ia harus menghampiri mereka dan menegurnya. Ketika  tangannya hendak meraih gagang pintu, langkahnya mendadak berhenti.

Pria itu menutup satu dau telinganya dengan jari lentik miliknya, ada suara teriakan menggema, yang uh nyaris saja membuat gendang telinganya mendengung.

"Bagas gue ambil air minum lu ya di kulkas, haus ni!" teriak pria itu.

"Ngak usah teriak-teriak njir, adek gue masih tidur!" teriak Bagas.

"Lu juga teriak bangke!" teriak pria itu lagi.

Pria bersurai legam itu menarik nafasnya panjang menghadap pintu kamarnya, tidak salah lagi, yang berisik di luar sana sejak tadi adalah teman-teman kak Bagas, entah ada urusan apa mereka mendadak berkumpul.

Padahal sudah lama sekali sejak terakhir kak Bagas membawa teman-temannya ke rumah. Sialan, kalau begitu ia tidak bisa keluar dengan keadaan yang acak-acakan, serta ekspresi baru bangun tidur.

Mau tidak mau ia harus membersihkan diri dulu, kemudian ke luar menghampiri mereka. Kalau tidak, ia akan ditertawai oleh teman-teman abangnya yang cakep-cakep. Bisa di bilang teman abangnya adalah kumpulan cogan-cogan kampusnya.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi dengan kurung waktu sekitar lima belas menit, pria bersurai legam itu keluar dengan handuk yang terlilit dipinggangnya. Ia kemudian melangkah ke lemari di samping ranjangnya, menyambar satu baju kaos di sana sembarangan.

Ia tidak terlalu memperhatikan soal gaya berpakaian kalau sedang di rumahnya, apapun itu yang penting nyaman. Setelah mengenakan kaosnya yang berwarna army dengan celana kargo selutut berwarna hitam.

Pria itu melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang tamu, sembari menggosok rambutnya dengan handuk lembut yang berwarna putih.

Entah karena penampilannya yang mencolok, atau pria itu yang datang tiba-tiba, orang-orang di ruang tamu mendadak mengarahkan pandangannya ke pria bertubuh jangkung itu, sekilas kemudian kembali ke kegiatannya masing-masing. Ah ada sekitar delapan orang jika di hitung dengan Kak Bagas.

Mereka tak akan heran atau kaget, karena orang-orang itu memang sudah kenal dengan anak bertubuh jangkung di hadapannya, adik Bagas yang supel dan suka ikut bergabung dengan mereka.

Tapi ada dua pria yang kelihatannya nampak tercekat melihat Lintang, yang sedang berjalan ke arahnya, matanya mengikuti pria berkaos army itu terang-terangan, dan Lintang pun melakukan hal yang sama. Sepertinya dua orang itu anak baru, terlihat dari gerak geriknya, tapi salah satu dari mereka wajahnya terlihat tidak asing.

"Kamu?" ujar pria itu.

Mengernyit, "Kak Raka ya?" ujar Lintang.

"Lu berdua udah saling kenal?" titah Bagas.

CANDALA [Lebih Dari Sekadar Minder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang