07 : a truth

185 65 403
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
.
.

Saat ini aku dan Renjun tengah berbincang kecil, masih di jembatan jamsu tentunya. Kami berdiri menghadap sungai han dengan menopang badan di pagar jembatan.

Oh iya, kaki kiri ku sudah tidak keseleo lagi. Sekiar 15 menit yang lalu, ada seorang bapak-bapak yang datang menghampiri ku dan Renjun.

Bapak yang mungkin berumur kepala 4 itu menawarkan untuk mengurut kaki ku setelah ia bertanya apa yang sedang terjadi. Awalnya aku sempat ragu, tapi Renjun mengatakan pada ku untuk mengiyakan saja. Jadi, yaudahlah. Lagipula bapak itu berniat membantu. Sungguh keberuntungan di tengah kesialan.

Dia menguruti ku selama kurang lebih 3 menit, Dibagian akhir, bapak itu menyentak kaki ku dengan paksa. Membuat ku refleks berteriak dan Renjun tak sengaja menjadi objek pelampiasan rasa sakit di kaki ku itu.

Meskipun rasa sakit itu sangat sangat terasa mengerikan, syukurnya itu tidak bertahan lama. Ternyata menyentak kaki ku dengan paksa itu memang harus dilakukan. Setelahnya kaki ku sudah tidak sakit lagi.

Tapi kata bapak itu, kaki ku belum boleh di pakai berjalan. Setidaknya harus di istirahatkan 40 menit.

Jadi, oleh karena itulah aku belum pergi meninggalkan jembatan ini. Sementara Renjun tetap disini itu karena aku yang memintanya. Aku tidak ingin menunggu 40 menit itu sendirian. Setidaknya ada Renjun yang bisa ku ajak bicara.



“masih harus nunggu 20 menit lagi, haduh” eluh ku, merosotkan badan dengan lesuh.

“kalau cape berdiri duduk aja” sahut Renjun. Ah, benar juga, kenapa nggak kepikiran daritadi?  Heis, bodo sekali aku ini.

Aku berniat untuk duduk di atas pagar jembatan. Tapi baru saja aku mengambil ancang-ancang untuk menaiki pagar itu, Renjun tiba-tiba saja menahan lengan ku. membuat ku sedikit terkejut.

“kenapa, Ren?” tanya ku

“Mau ngapain naik ke atas pagar?”

“ya mau duduk, kamu bilang kalau cape berdiri, duduk aja” jawab ku.

Renjun tampak menghela nafasnya, kemudian menatap ku dengan pandangan tidak percaya, “ya nggak duduk di atas pagar juga! Kalau kamu jatuh gimana?!” omel Renjun, raut wajahnya tampak khawatir?

Aku membeku di tempat. Dia ini khawatir ke akunya, atau khawatir jika aku jatuh dia yang akan di salahkan? Hah, tentunya opsi kedua.

“ngakpapa kali, Ren. Aku udah sering duduk di atas pagar” ujar ku, menyakinkan Renjun jika tidak akan terjadi apa-apa.

Renjun diam sejenak, Perlahan ia lepaskan lengan ku yang sedaritadi di tahannya. “hati-hati” peringatnya. Duh, perhatian sekali teman sekelas ku ini.

Aku hanya mengangguk paham, kemudian melanjutkan niat ku yang sempat tertunda. Duduk diatas pagar. Posisi ku membelakangi Sungai Han yang terbentang luas.


My savior & protector : Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang