°• BAGIAN KE-EMPATPULUHLIMA •°

306 29 0
                                        

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

"Jatuh cinta itu bukan sesuatu yang fana, ia nyata namun selalu beda keadaannya pada setiap hati."

-Hera Alagna-

|~•~•~•~•~|

20 menit yang lalu.

DUG!

"Aggh!" Bagus. Sekarang keningnya mulai lebam akibat sengaja di benturkan. Kepala Arshel menempel pada tembok, menunduk, terpejam hingga rasa pusing itu tak lagi mengganggu. Sungguh keterlaluan ketika benaknya lagi-lagi harus mengingat bagaimana pengecutnya seorang Arshel.

DUG!

DUG!

Sekali lagi kedua buku-buku tangannya kini giliran terluka, penuh darah segar menyebabkan sedikit ringisan. Tak tanggung-tanggung, ia mengulangi, menonjok tembok di depannya itu sampai amarahnya berhasil menghilang. Sekarang sedikit lega.

Ia terjatuh lemas menyender pada tembok. Deru napasnya mulai sengit. Kedua tangan Arshel lemas serta rasa pusing yang malah semakin menjadi. Arshel meremas rambutnya saking frustasinya sekarang. Entah, ia juga bingung kenapa dirinya bisa menjadi segila ini, normal juga saat seseorang yang dicintai sedang dalam kondisi buruk dan kita bisa ikut menjadi buruk pula. Tapi, Arshel benar-benar tak mau seperti ini.

"Gue harus gimana ...."

"Harus gimana lagi!" Pekik Arshel menggeliat kesal. Ia mendongak menatap langit yang terlihat begitu cerah, sampai-sampai terasa langit pun sedang menertawakannya. Untunglah, di dalam rooftop yang setiap hari selalu sepi, Arshel dapat sepuasnya berbuat apapun di sana.

"Gue mau lo di sini ...."
.
.
.
.
.
.

"Haah." Arshel segera membeliak terkejut ketika baru saja melalui mimpi terburuknya. Keringat bercucuran di pelipis tanda mimpi itu masih saja terngiang. Napasnya sesak sebab betapa ketakutan ia saat berada dalam alam bawah sadar itu. Ia menyibakkan rambut sembari membuang napas kesal, kemudian bangun.

Minggu, 07.35.

Arshel beranjak turun dari ranjang. Berjalan menuju dapur kemudian meneguk segelas air minum dengan tergesa-gesa. Ia menunduk, menaruh gelasnya kasar di atas meja dapur, kedua tangannya menetap menopang tubuhnya di atas meja seraya menatap pemandangan cerah di depan jendela. Pagi ini begitu sengit saat lagi lagi dan lagi benaknya harus mengingat tentang kondisi Zia.

"Mimpi paling buruk ...." Arshel menghela napas gusar. " ... Adalah tentang Zia."

"Gue tetap kepikiran sama lo," imbuh Arshel sengit.

Ngeong!

Arshel segera tersadar dari lamunan. Ia menoleh ke belakang saat suara kucing peliharaannya itu mulai terdengar, namun jauh. Arshel mengernyit kemudian berjalan ke arah ruang tamu, kali saja Jung berada di sana.

A R S H E R AWhere stories live. Discover now