9. let go

109 28 2
                                        

Yonghee tak pandai olahraga, hanya bisa push-up, itupun bibirnya sering terantuk lantai. Namun lihatlah, siapa yang berhasil membuat Yonghee berlari menyusuri panjangnya koridor?

Di persimpangan kelas menuju tangga, Yonghee hampir tersungkur saat seseorang menghadang.
"Mau menyusulnya? Biar aku saja. Kembalilah ke kelas."

Yonghee tidak mau membuang kesempatan. Tanpa menghiraukan ucapan itu, Yonghee mulai menaiki anak tangga.

"Kau tak dengar, Yonghee?" desak orang itu sambil menarik kasar kerah belakang Yonghee, membuatnya hampir terjungkal.

"Sebenarnya masalahmu apa?" Yonghee menatap tajam sosok di depannya. Sama sekali tak suka diperlakukan seperti hewan. Mata yang selalu menyorot lembut, menyeramkan dalam mode elang.

Lawan bicara Yonghee menyanggah. "Kau menyakitinya Yonghee, biar aku saja."

Yonghee tertawa. "Kau yang lebih menyakitinya, Seunghun."

Padahal, dua-duanya.

"Kim Seunghun!" panggil seseorang dari ujung koridor. Yonghee dan pemilik nama menoleh.

"Ke lapangan basket! Tadi Coach Daniel sudah menunggu. Kita bentar lagi turnamen, bro!" Hyunsuk menarik paksa Seunghun. Si kaki panjang memang maniak basket. Itulah yang membuatnya lari meninggalkan kelas.

Kesempatan terbuka lebar, Yonghee kembali menaiki anak tangga. Ia tahu gadis itu pergi kemana.

༚✧───✺────✧༚

Bahu itu lebih kokoh dari yang dikira. Tak ada guncangan di sana. Hanya surai panjang yang melambai terkena angin. Pemiliknya sibuk menatap gedung lain, menyendiri di atas atap. Yonghee tak tahu harus apa. Dengan alasan apa pula ia berlari ke sini?

Notifikasi hadir berkali-kali, menyeru pada sang pemilik. Yonghee tak bawa ponsel, maka sumber suara pasti dari ponsel Yorim. Gadis yang sempat mematung beringsut memeriksa. Bahu kecil itu melambung tinggi, lalu merosot serendah-rendahnya. "Bahkan setelah aku memberi fakta, aku tetap bersalah."

Sejurus kemudian, bunyi benda beradu dengan lantai semen menyentak lamunan Yonghee. Ponsel yang tadi berada di genggaman, kini tengkurap tak jauh dari kaki sang pemilik. Yonghee tak habis pikir, sebab ponsel apel digigit itu pasti mahal.

"Jangan diambil!" seru Yorim saat tangan Yonghee hendak membantu mengambil. "Biarkan dia hancur, kumohon. Aku lelah diganggu ...."

Yonghee menghela napas. "Kau seharusnya mematahkan kartu SIM-nya saja."

Yorim menggeleng, lalu menatap kosong ke langit. "Kak Yonghee, katakan kalau aku ini penghambat mimpimu, atau katakan seharusnya aku tak mengacau di kelas kalian. Untuk itu kan, Kak Yonghee kemari?"

Ingin Yonghee mengutarakan isi hati. Namun lidahnya mendadak terasa bertulang. "Maaf, Yorim."

Ucapan singkat itu membuat Yorim menunduk, menyanggah lagi dengan gelengan kuat. "Maaf, aku sudah mengacau kelas," isaknya. Yonghee merasakan desiran sesak di dada一satu koyakan tercipta sudah.

Yonghee mendekat, meraih pundak Yorim agar menghadapnya. Tanpa ragu, memakaikan jas almamater kembali pada sang pemilik. "Jangan dilepas lagi, angin musim gugur parah tahun ini."

Bodoh. Bukan itu yang Yonghee ingin katakan.

Batin Yonghee makin nyeri kala Yorim melangkah mundur, menjauh darinya. Gadis penyandang akselerasi itu mengacak rambut dan histeris, seperti orang kesetanan. "Jangan ganggu aku! Aku sama sekali tak mengusik kalian!"

Yonghee terkejut. "Yorim!"

Sial.

Bahu Yonghee naik-turun saat tangannya berhasil menampik obat penenang yang hendak Yorim tenggak. Tabung kecil berisi banyak bulatan itu kini berceceran di lantai. "Bukan begini caranya!" bentak Yonghee. Sebenarnya tak bermaksud, namun ia kalut.

Yorim terduduk di lantai. Tubuhnya bergetar, sebab sulit mengendalikan suara-suara dalam kepala. Matanya memejam, tak kuat lagi sekadar membuka. "Sakit ...," desisnya lirih, "mana obat?"

Satu air bening lolos dari netra Yonghee. Jinyoung benar, mereka membunuh mental Yorim.

Skizofrenia memegang kendali. Suara teriakan kian bertalu. Berkali-kali Yorim menjambak rambut, agar mereka pergi. "Kepalaku sakit ...," isak Yorim kesekian kali. Yonghee berlutut, menyaksikan saat hujan darah turun deras dari hidung Yorim.

Yonghee buru-buru membopong Yorim yang terpejam menuju UKS. "Yorim, tahan sebentar. Kau masih bernapas, kan?"

Yorim menyahut lirih, "Aku tak kuat." Setelahnya, Yorim tak menjawab saat Yonghee menyerukan namanya.


༚✧───✺────✧༚

Kalimat tadi terngiang di kepala Yonghee hingga pelajaran kelima berakhir. Ia tak konsentrasi, matematika gagal menarik minatnya.

"Temanmu dehidrasi, malnutrisi, dan terlalu banyak berpikir. Tidak apa, jangan panik. Ini bisa diatasi. Kembalilah ke kelas, Nak. Jangan membolos."

Apa Yorim setiap hari menyiksa dirinya sendiri dengan tidak makan dan minum?

Seisi kelas keluar untuk mengantre makan siang. Yonghee turut keluar, menyempatkan mampir minimart dekat UKS untuk membelikan Yorim paket makan siang.

Sejujurnya, Yonghee masih tak tahu kenapa Yorim berteriak seakan banyak makhluk sedang mengejar, padahal hanya ada Yonghee di sana? Ia pun tak paham, mengapa Yorim perlu obat penenang.

Sekitar UKS tampak lengang. Yonghee membuka pintu perlahan, tak ingin menganggu orang yang istirahat di dalam. Ia hampir saja menjatuhkan makanan di tangannya, saat melihat Yorim sedang berbicara dengan seorang lelaki berperawakan kurus.

"Yorim, sudah kubilang jangan mengatasinya sendiri. Ayahmu komite sekolah, kenapa kau tak mengadu saja, hah? Biar mereka tahu, mereka mempermainkan orang yang salah!"

Yonghee hampir tersedak liurnya sendiri. Tanpa menimbulkan suara, ia berlalu dari sana. Dadanya berdesir ngilu, mengapa ia tak tahu apa-apa tentang Yorim?


一一੭ु

Aku bukan siapa-siapa
Sebelum kalian tahu

一一੭ु

e x f i l t r a t e  [一kim yonghee ✔Where stories live. Discover now