15. Amplop Lempes

181 31 15
                                    


HALLLOOOOOOO!!!!!!!
ARA DATANG!!!

Selamat membaca🍃🍃🍃

   🔻     
    🔴
🍞🔴🍞
🍞 🔴🍞
🍞 🔴🍞
🍞 🔴🍞
🍞🔴🍞

Nyut-nyutan iki sirahku....

Sialan! Gara-gara si kaprog gila, Ara harus mengerjakan tugas-tugasnya yang tertinggal pelajaran siang tadi. Harusnya malam ini jadwal nonton drakor. Tapi karena harus hidup irit bin super hemat juga, okelah, Ara cukup ngebatin meratapi nasib malangnya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

Andai bundanya masih di sampingnya, Ara akan hidup lebih bahagia lagi walau tanpa seorang ayah. Ara hanya ingin di dekat bundanya.

Daripada malam-malam overthinking, mending menyelesaikan tugas-tugas setan. Kalaupun bukan kelas dua belas, ogah lah Ara nurutin omongan si kaprog gila. Masa iya, setiap jam sekolah selesai harus ke ruangan pembawa sial yang ada pintu karatannya?

"Kamu mau lulus sekolah apa tidak, Clara?"

"Pak Gila dapat hidayah dari mana, ya? Pak Gila manggilnya Clara. Pas Ara langsung duduk di kursi ini, Pak Gila juga nggak komen umbres. Bagus lah, ada kemajuan."

"Hari ini saya tidak mau basa-basi. Kerjakan soal-soal ini, besok kumpulkan ke saya. Setiap pulang sekolah harus ke ruangan saya."

"Pak Gila emang bener-bener gil---"

"Saya tidak menerima penolakan!"

Sewot, sewot, sewot! Rasanya ingin ngamuk menghncurkan seisi kamarnya. Tapi sadar dirilah. Ia sedang tidak main drama. Ini kehidupan nyatanya. Tak akan ada pembantu yang dengan senang hati merapikan kamarnya. Hidup pas-pasan yang hanya diberi uang dari budhe dan mbak Sarah. Entahlah, atas dasar apa mbak Sarah sering memberinya uang. Padahal suaminya sangat membenci Ara.

Kenapa hidupnya seperti ini? Ditinggal orang tuanya, di rusuhin kaprog gila, dibenci sepupunya, nggak punya uang tabungan, hidup nyusahin orang. Nathan, budhe, mbak Sarah, ketiganya selalu ada buat dirinya. Hanya mereka.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu kamar menyusup ke telinga Ara. Ia turun dari kasurnya, membuka pintu. Edan, edan. Ara mengerjapkan matanya beberapa kali, orang yang yang lagi digosipin oleh hati dan otaknya muncul tiba-tiba.

"Mbak Sarah boleh masuk?" tanyanya setelah beberapa detik.

Ara mengangguk, menutup pintu kamarnya lagi. "Amplop lagi?"

Ara menghela nafasnya. Sudah di duga apa isinya. Setiap datang diam-diam tanpa suami ataupun anaknya, Sarah masuk ke kamar setelah di izinkan lalu memberi amplop berisi uang. Sekitar lima lembar uang ratusan, lumayanlah bagi Ara yang hidup di desa super irit.

Sarah menyodorkan sebuah amplop. "Nggak bilang-bilang sama mas Danu, kan?"

Ara menerima amplop putih itu kemudian menggeleng. "Mau bilangnya gimana? Ara nyapa orangnya aja nggak digubris."

"Maafin suami saya, Ara," ucap Sarah lirih.

"Mbak Sarah ngapain minta maaf? Lagian mas Danu benci Ara kan sebelum kawin sama Mbak."

"Tetap aja, Mbak merasa bersalah karena nggak bisa ngebujuk suami Mbak buat baikan sama Ara."

"Sampai sekarang, Ara belum tau apa penyebabnya, Mbak. Pas Ara tanya budhe, jawabannya sama. Mungkin karena emosi lah, karena pusing banyak pekerjaan, atau apa lah. Nggak tau apalagi alasannya. Tenang aja, Mbak. Nanti kalau udah waktunya, mas Danu bakalan berubah."

Argithan √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang