Part 24

240 34 0
                                    

Tinggalkan jejak^.^

Malam hari🌛

Setelah seharian Bastian memantapkan hatinya, akhirnya dia memutuskan untuk pertama kalinya makan bersama ayah dan Ibu tirinya.

Bastian menuruni tangga dengan langkah ragu-ragu bercampur detak jantung yang memburu lebih cepat dari biasanya, entah rasa apa ini mungkin bisa dibilang rasa rindu dan bercampur benci pada sesosok ayah.

Selang beberapa menit akhirnya Bastian sampai di meja makan, ia melihat ayah dan Ibu tirinya juga baru duduk dan ingin makan.

"Bastian, Nak apa kau malam ini makan bersama kami?" tanya Santoso dengan semangat, sedangkan istrinya hanya acuh tak peduli.

"Ya," jawab Bastian singkat. Ada sedikit kekecewaan diraut wajah Pak Santoso ketika Bastian hanya merespon ucapannya dengan kata 'Ya' tanpa ada kata selain itu.

Namun dengan sabar segera iya berusaha menunjukkan sikap biasa saja tanpa merasa tersakiti atas ucapan anaknya.

Tanpa banyak bicara mereka mulai makan. Makanan yang dihidangkan rata-rata semua makanan kesukaan Bastian.

Memang setiap malam Pak Santoso menyuruh bibi memasak makanan kesukaan Bastian karena berharap Bastian suatu saat nanti bisa makan bersama mereka dan ternyata itu terjadi sekarang Bastian makan bersama mereka.

Setelah selesai makan, Bastian ingin pergi ke kamarnya tapi itu terhenti karena panggil seseorang.

"Nak, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Santoso dengan ragu takut jika Bastian menolaknya.

"Ya," jawaban yang singkat, jelas dan padat.

Mereka berdua pergi ke ruang tamu yang luas dan begitu sunyi karena hanya ada mereka.

Pak Santoso memberanikan diri untuk memulai pembicaraan ketika mereka sudah duduk di sopa yang empuk dengan jarak yang lumayan jauh.

"Maaf atas semua yang kulakukan dulu," ucap Santoso menunduk tanda penyesalan atas semua sikapnya.

"Aku sudah memaafkanmu," jelas Bastian sambil memalingkan wajahnya.

"Apakah kau serius," Santoso mengangkat kepalanya menatap wajah sang anak yang berpaling.

"Ya, tapi ini semua karena Ibu," ucapnya lagi.

Seketika wajah yang terlihat berharap itu mulai berganti dengan wajah kecewa, bukannya apa? Hanya saja ia ingin anaknya memaafkannya karena keikhlasan tersendiri bukan karena paksaan atau perintah dari Ibunya.

"Mmm nak, bisakah engkau memaafkan aku karena kemauanmu sendiri? Maksudku bukan karena keinginan Alm. Ibumu." tutur Santoso dengan sangat hati-hati.

Sejenak suasan hening. Bastian menarik nafas dengan panjang lalu menghempaskannya dengan perlahan berusaha mengendalikan diri.

"Aku juga memaafkanmu karena inginku bukan perintah Alm. Ibu saja." tutur Bastian menghadap sang ayah.

"Benarkah?" tanya Santoso dengan mata yan berembun. Bastian hanya menjawab dengan anggukan yang mantap.

Seketika Santoso langsung memeluk putranya. Putra yang ia rindukan semenjak meninggalnya sang istri yang sangat berbakti padanya.

Bastian hanya mematung tidak tahu harus berbuat apa semua tubuhnya terasa membeku.

Santoso terisak ketika Bastian sendikit demi sedikit mulai ingin membalas pelukan sang ayah.

"Bisakah kita mulai semuanya dari awal, mmm ayah tau mungkin ini sudah terlambat, tapi setidaknya kita bisa memperbaiki apa yang bisa diperbaiki," tutur Santoso sambil melepaskan pelukannya.

"Baiklah, tidak ada salahnya kita mulai memperbaiki semuanya," jawab Bastian masih dengan wajah datar.

"Hanya itu sajakan, sekarang saya ingin istrihat," lanjut Bastian.

"Iya, selamat malam, Nak," ucap Santoso mengangguk sambil tersenyum hangat.

"Selamat malam juga," jawab Bastian sambil berlalu meninggalkan Santoso di ruang tamu.

Bersambung ....

Rahasia_Takdir (END)✔️Where stories live. Discover now