33. Siren

268K 31.2K 35.2K
                                    

33

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

33. SIREN

Langit mengenakan hoodie sambil berdiri di depan cermin. Ia melihat refleksinya di sana, mata tertuju ke leher yang menampilkan sangat jelas jejak merah pekat akibat insiden semalam.

Ringisan keluar dari mulut Langit kala ia menyentuh area merah tersebut. Besar, dirinya terlihat seperti korban pukulan, padahal itu merupakan hasil dari isapan Syadza.

"Perih," gumam Langit.

Seumur-umur, ini adalah cupangan terburuk yang pernah Langit alami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seumur-umur, ini adalah cupangan terburuk yang pernah Langit alami. Entah pelakunya terlalu nafsu atau sengaja menggunakan tenaga dalam. Yang pasti, Langit sangat tidak suka.

Cowok itu mundur sembari menutup kepala dengan tudung. Ia keluar dari kamar, matanya melirik kiri dan kanan sambil kembali menutup pintu.

Alaia tak ada di rumah. Semalam Langit sudah mencarinya sampai ke dermaga, tapi Alaia tak kunjung muncul. Laut pun nampak tenang malam itu, seakan semuanya baik-baik saja, sehingga Langit tidak berpikiran macam-macam.

Di depan rumah ada Ragas dan Bunda yang menunggu. Bunda di dalam mobil, sedangkan Ragas tengah membersihkan kaca spion sambil bersiul sesekali.

"Rumah udah gue kunci," ucap Langit sambil mendekat.

Ragas menoleh bersamaan ia bergerak ke pintu kanan mobil bagian depan. Langit mengikuti jejak kakaknya, ia masuk dan duduk di jok belakang karena Bunda berposisi di sebelah Ragas yang akan mengendarai mobil.

Langit berdeham yang membuat Bunda nengok ke belakang. Senyum Bunda melebar, selalu senang melihat anaknya. Beliau bertanya ke Si Bungsu sambil menatap tudung itu, "Kamu kedinginan ya?"

Ragas melirik dengan tawa tertahan. Dia tau tujuan Langit mengenakan tudung untuk menyembunyikan hickey di lehernya agar tidak dilihat orang lain, terutama Bunda. Wanita itu bisa khawatir bila melihat bentuknya yang mengerikan dan Langit akan bingung menjawab bila Bunda bertanya.

"Lumayan, Bun," jawab Langit disusul senyum tipis.

Bunda sama sekali tidak menaruh rasa curiga. Matanya pun tidak menilik ke leher Langit alias tidak menyadarinya. Beliau kembali mengarahkan pandangan lurus ke depan.

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang