33. Kebenaran

57.7K 4.5K 103
                                    

Para lelaki sedang duduk di ruang tamu sedang para wanita menyiapkan makan malam.

"Sudah berbaikan?" tanya Nyonya Prawijaya pada Sara. Sara hanya mengangguk pelan.

Sedikit demi sedikit, batinnya.

"Terima kasih sayang, mama tak sanggup membayangkan kalau kalian berpisah. Tio memang agak bodoh, kamu sabar-sabar ke dia, ya."

Suaminya itu seorang ahli geologist, jadi otaknya pasti pintar. Dia agak lamban soal hubungan manusia, mungkin karena dia tak pernah menjalin hubungan sebelumnya.

Suasana makan malam keluarga sudah disertai tawa gembira, tidak seperti sebelumnya. Tegang dan mencekam. Suara tawa kemudian berhenti saat papa Sara berkata, mereka akan membahas masalah yang penting.

"Jadi, papa dan Tio kemarin sudah melakukan pengetesan ulang." Beliau membuka pembicaraan.

Tio memandang nanap dan penuh harap.

"Tio, seorang dokter pada saat memberitahu vonis kepada pasiennya. Dia pasti menyarankan untuk mencari second opinion."

"Maksud papa?" Sara berkata tak sabar.

"Sara, tenanglah dulu." Beliau menegur Sara, melanjutkan, "Hanya saja kamu memang perlu mencari third opinion."

Tio diam tak bergerak.

"Menurut papa, dua hasil test kamu yang sebelumnya adalah konspirasi."

"Konspirasi bagaimana maksudnya?" Kali ini papa Tio yang bicara.

"Tidak benar ada kelainan kromosom, papa sudah memastikan kerahasiaan hasil test ini," kata-kata papa Sara membuat perasaan Tio tak karuan, di satu sisi dia begitu gembira tetapi mengingat bagaimana dia memperlakukan Sara sebelumnya. Tio merasa tak cukup memaki dirinya sendiri, dia melirik Sara. Terlihat istrinya menutup mulut.

"Jadi maksudnya, hasil test Tio dipalsukan? Dua kali?" Nyonya Prawijaya segera berbicara, di awal Tio merasa kalau mamanya juga sedikit khawatir dengan hasil test itu. Tetapi mengingat bagaimana sifat Sara, keluarga memutuskan tidak mungkin ada kejadian buruk yang menimpa dirinya, tetapi Sara tidak bicara apapun. Keluarga mereka sangat terbuka satu sama lain.

Orang tua Tio tadinya berpikir, bisa saja itu semacam keajaiban. Satu kasus dari sejuta misalkan.

"Kalau kamu mau menuntut dokter dan rumah sakit, papa akan merekomendasikan pengacara yang bagus. Hanya saja jalan yang ditempuh pasti panjang dan rumit."

Tio bungkam, dia ingin bicara banyak hal meluapkan isi hati. Tetapi saat ini dia memilih bungkam.

"Apa David yang berbuat begini?" Sara bertanya.

Tio menghela nafas, "David, sekalipun sifatnya begitu. Melakukan tindakan begini rasanya terlalu jauh, ini pidana."

"Belain aja terus dia." Sara berkata kesal.

"Sayang, aku bukannya membela David."

"Buktinya kami lebih percaya David ketimbang istrimu."

"Sara, tenanglah. Emosi tidak menyelesaikan apa-apa." Mama Sara menegur putrinya itu.

"Maafkan Sara, ma, dia sedang hamil dan sensitif." Tio berbisik lirih. Ucapan Tio sedikit meredakan amarah Sara, biar bagaimanapun dia meminta maaf atas nama Sara sebagai suami, padahal itu mama Sara yang menegur.

"David mungkin tidak bisa melakukan sendiri, ada ayahnya." Papa Sara berkata lagi. "Ayah David bukan orang sembarangan, dia memiliki perusahaan arsitektur itu juga sebagai tameng untuk menutupi bisnis ilegalnya. Papa David memiliki beking organisasi hitam di belakangnya."

Tanpa Keraguan (END)Where stories live. Discover now