Chapter 11

3.4K 165 0
                                    

Eve tidak bisa mempercayai apa yang sedang ia lihat. Ketika kulit pria itu terkespos, ia melihat banyak bekas luka disekitar area perutnya. Karena penasaran ia memutuskan untuk memutar tubuhnya sedikit dan menemukanbeberapa bekas luka lagi di punggung pria itu. Beberapa dari lukanya adalah luka kecil seperti habis kena cambuk, namun ada sebuah luka panjang yang berbentuk diagonal di punggungnya. Walaupun kelihatannya sudah lama, namun luka itu tetap memberikan bekas di kulitnya.

Ia membaringkan kembali tubuh Dante yang masih tidak sadar lalu menatapi wajahnya sejenak. Dalam hatinya ia merasa sesuatu bergerak. Suatu rasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Perasaan simpati mulai muncul di benak Eve. Ia tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang memiliki figure seperti Dante memiliki begitu banyak bekas luka di tubuhnya. Mungkin itulah alasan kenapa pria itu pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah olahraga di gym umum dan selalu berolahraga di gym privat di rumahnya ketika Eve pernah iseng bertanya bagaimana caranya ia mendapatkan tubuh seperti itu. Waktu itu mereka baru saja selesai kantor. Setelah diingat – ingat lagi, tidak semuanya tentang pria itu buruk.

Eve jadi merasa sedikit bersalah, entah kenapa ia berpikir bahwa ia telah bersikap terlalu keras kepada pria ini. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya menjadi pria yang sangat menyebalkan. Mungkin dibalik wajah tampan yang menakutkan itu ada seorang anak kecil yang pernah disakiti.

Ah, betapa bencinya Eve akan emosi yang sedang ia rasakan saat itu. Bagaimanapun juga Dante adalah seorang pria yang menyebalkan dan ia telah melakukan banyak hal buruk kepadanya. Namun tetap saja, Eve tidak bisa membiarkan pria itu sendirian saja setelah mengetahuinya. Jadi malam itu Eve memutuskan untuk membiarkan Dante tidur di tempatnya, walaupun hanya di sofa ruang tamunya.

Dia meninggalkan Dante di sana dengan selimut yang menutupi pakaiannya dan bantal sofa sebagai ganjalan kepalanya sementara ia melakukan aktivitas lainnya, ia mandi, membuat dirinya sendiri makan malam yang sebenarnya adalah meal prep yang sudah ia persiapkan sejak akhir pekan dan mengurusi beberapa hal sebelum akhirnya ia bersiap untuk tidur. Namun sebelum tidur, ia menghampiri Dante untuk mengecek keadaan pria itu.

Saat ia mengunjunginya, Dante masih tertidur pulas. Pria itu tertidur seperti seorang bayi. Ketika ia diam seperti itu, ia terlihat... normal. Seolah – olah yang berada di hadapannya bukanlah Dante yang jahat atau menakutkan, dia terlihat seperti seorang pria biasa, tentu saja, pria biasa yang sangat tampan dan kaya raya, namun dia terlihat lebih manusiawi.

Eve menghampirinya lalu jongkok untuk menyamakan tingginya dengan ukuran sofa. Ia memandangi wajah Dante. Tidak ada kecacatan sama sekali di wajahnya, semuanya proporsional, kulitnya juga mulus tanpa bekas luka sama sekali, sangat kontras dan berbeda dengan bagian kulit di tubuhnya.

Sesuatu dalam diri Eve mendorongnya untuk mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah Dante, mengusapnya perlahan. Demamnya sudah lumayan turun, sepertinya ia akan baik – baik saja besok pagi ketika ia bangun. Eve menggerakan jemarinya menyentuh rambut Dante. Rambutnya sedikit basah karena keringat, namun tetap halus.

"Apa yang terjadi padamu, Dante?" tanyanya.

Eve memandangi wajah itu selama beberapa detik sebelum akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari sana dan masuk ke kamarnya sendiri dan tidur.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi keesokan harinya, namun ia tidak mau memikirkan terlalu banyak. Hari esok punya masalahnya sendiri

***

Pagi itu Dante terbangun untuk menemukan dirinya berada di lingkup yang berbeda. Ia menyadari bahwa ia sedang tidur di sebuah sofa dan ia bertelanjang dada. Butuh beberapa waktu sebelum ia bisa mengingat kembali apa yang terjadi malam sebelumnya. Ia ingat karena ia rindu akan Eve, ia memutuskan untuk pergi ke rumahnya, setelah bertemu, ternyata reaksi Eve berbeda dari yang ia harapkan, lalu ia merasa sedih dan sedikit sakit hati, tadinya ia memutuskan untuk meninggalkan wanita itu sendiri, tetapi kemudian ia merasakan sakit yang sangat dalam di kepalanya. Pikirannya mulai kabur dan sebelum ia menyadarinya, ia sudah terjatuh dan kehilangan kesadaran.

Lalu apa yang terjadi?

Ia melihat mangkok berisi air di dalamnya yang kelihatannya disediakan oleh Eve, sepertinya wanita itu lupa untuk membereskannya. Ia tersenyum kecil ketika ia menyadari pastilah Eve yang sudah merawatnya semalaman, ternyata walaupun dia berkata seperti itu, Eve masih menaruh perhatian dan sayang padanya. Dante merasakan jantungnya berdegup dengan kencang, sebuah memori tentang sentuhan Eve muncul d pikirannya, dia sedang berada di ambang antara sadar dan tidak sadar ketika hal itu terjadi, namun ia merasakan sentuhan Eve di wajah dan rambutnya saat ia sedang tidak tersadar.

Apakah ini artinya aku memiliki kesempatan?

Ia mengangkat wajahnya lalu memandangi sekeliling, mendapatkan tampilan ruang tamu apartemen Eve yang kebanyakan dicat warna eggshell. Suasana apartemennya dapat dikatakan cukup minimalis, ia tidak memiliki banyak barang di sana. Namun apa yang dia punya selalu dijaga dengan rapi.

Tidak lama kemudian, ia mendengar suara pintu terbuka, ia langsung memutar kepalanya untuk menemukan Eve sedang berdiri di sana dengan sebuah senyuman di wajahnya. Ia sudah rapi dengan pakaian kantornya, ia juga sudah membawa tas dan mengenakan sepatu. Ketika matanya bertemu dengan mata Dante, senyuman itu sempat hilang sejenak dari wajahnya, namun wajah Eve sudah berbeda dengan kemarin, ia terlihat lebih tenang ketika berada bersama Dante. Ia menghampiri pria itu lalu duduk di sampingnya.

"Apakah kau sudah merasa lebih baik?" tanyanya kepada pria itu.

"Ya, tentu saja, aku sudah merasa jauh lebih baik." Balasnya.

Eve kembali memandangi tubuhnya dan Dante menyadari hal ini, namun yang dilihat bukanlah bentuk tubuhnya yang kekar dan berotot, melainkan luka – luka yang membekas di kulitnya. Eve kembali menatap Dante dengan tatapan simpatis, lalu ia menggeser tubuhnya untuk mendekatinya. Mata mereka bertemu sekali lagi lalu dengan sangat hati – hati, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bekas lukanya.

Ia pikir Dante akan marah ketika ia melakukan hal itu, namun pria itu hanya diam saja ketika Eve menyentuhnya.

"Apa yang terjadi padamu, Dante?" tanya wanita itu. Eve tidak tahu darimana ia memiliki keberanian untuk menanyakan hal itu dan jika Dante tidak ingin menjawabnya, ia juga tidak akan menyalahkannya. Namun diluar dugaan, Dante justru menjawabnya.

"Apakah kau benar – benar ingin tahu, Eve?" tanya Dante dengan nada tenang. Sekali lagi mata mereka bertemu. Eve memikirkan baik – baik apakah ia memang ingin tahu, tetapi ia sudah terlalu penasaran untuk mundur.

"Aku ingin tahu." Balasnya dengan penuh percaya diri. Ia sudah tahu bahwa apapun yang Dante akan katakan selanjutnya pastilah sesuatu yang cukup berat, namun ia ingin tahu.

Ia ingin tahu agar ia bisa lebih memahami pria itu. Kenapa? Ia tidak tahu, yang pasti ia ingin tahu.

"Baiklah, aku akan memberitahumu." Balas Dante sambil meletakan tangan Eve di bekas lukanya.


The Devil ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang