02. Coklat Hazel

96 21 6
                                    

Dingin.

Itulah yang aku rasakan sejak pertama kali aku sadar bahwa aku adalah penghuni rumah ini.

Ibu berhenti mengurusku secara pribadi sejak aku berumur empat tahun. Karena setelahnya, Ibu kembali fokus dengan karirnya sebagai penyanyi opera yang sudah melalang-buana ke seluruh penjuru dunia. Dan sejak saat itulah figur seorang Ibu yang ada di ingatanku hanya diisi oleh seorang pengasuh yang sudah dipecat tiga tahun lalu.

Bu Nam Jisook namanya.

Ia sudah bekerja dengan keluargaku sejak Kak Seojun berumur tujuh tahun. Mengingat umur kakakku yang hampir menyentuh kepala tiga, bisa kalian bayangkan seberapa besar jasa Bu Nam dalam kehidupan kami?

Dan alasan Ibu memecat Bu Nam adalah karena kami berdua terlihat terlalu dekat dengan wanita yang umurnya sudah lebih dari setengah abad itu. Konyol kan? Padahal Bu Nam adalah satu-satunya alasan kami masih bisa merasakan sesuatu yang disebut rumah. Bukan hanya tentang bangunan yang megah, tapi juga rasa dan suasananya.

Aku masih ingat betul, saat itu umurku baru legal. Dan hal yang kukatakan pertama kali pada Kak Seojun ketika ia memberiku hadiah adalah, bahwa aku ingin pergi dari rumah yang dingin ini. Aku ingin tinggal bersamanya dan Bu Nam. Ya, hanya kami bertiga.

Lebih baik menghilangkan figur Ayah dan Ibuku sekaligus daripada harus terus hidup dalam bayang-bayang bahwa mereka sebenarnya ada, namun entah ada dimana.

Tapi nyatanya Ibuku memecat Bu Nam karena alasan bodoh dan tidak berdasar seperti itu. Yah, mungkin karena itulah aku menjadi kacau dan membangkang seperti ini. Apalagi ketika aku sadar bahwa Kak Seojun mulai menjadi orang yang sangat disanjung di tempat ini.

Uh, rasanya aku benar-benar sendirian.

Maka itu aku kaget bukan main ketika mendengar tawarannya.

"Pihak manajemen bilang aku boleh meminta hal apapun karena pencapaianku. Dan aku berencana untuk meminta satu unit apartemen untuk kita tinggali. Aku juga bisa menghubungi Bu Nam lagi kalau kau benar-benar mau mewujudkan mimpimu waktu itu."

Ada sedikit rasa bersalah yang kurasakan ketika sadar bahwa sebenarnya ia sangat peduli denganku selama ini. Padahal sudah beberapa tahun terakhir aku menutup mata terhadap setiap hal yang ia lakukan agar aku merasa baik-baik saja.

Wah, kau memang adik yang tidak tahu diri Ha Seojung.
___________

"Seojung, kau sudah dengar?"

Aku mengangguk ketika tiba-tiba Mijin bertanya, "Sudah. Aku kan tidak tuli."

"Aku serius, sialan!" seru Mijin kali ini. Suaranya lebih keras, berhasil membuatku menatapnya kali ini.

Helaan napas terdengar dariku, "Baiklah. Dengar tentang apa?"

"Sudah dengar tentang School of Arts International Competition yang diadakan bulan Agustus nanti kan?"

Aku mengangguk malas-malasan dan kembali menatap layar ponselku, "Iya. Lalu kenapa?"

"Katanya kau salah satu orang yang akan dikirim kesana."

Dalam sekejap aku sudah beralih pada Mijin lagi, "H-hah?! Kau dapat kabar bodoh seperti itu dari mana? Ikut seleksi saja aku tidak berminat sama sekali! Bagaimana ceritanya aku bisa ikut pergi? Jangan mengada-ngada, tolong."

Kompetisi itu memang diikuti oleh kampus ini setiap tahunnya. Setiap jurusan akan mengirim beberapa mahasiswanya untuk berkompetisi mewakili kampus dalam berbagai bidang. Mulai dari pertunjukan musik dengan berbagai kategori, sampai penampilan karya sasta dalam berbagai bentuk. Kampus Seni ini tentu saja akan ikut ambil peran disana.

Chasing the SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang