Chapter 22

1.1K 53 0
                                    

Eve sedang duduk di apartemennya pada jumat malam, ketika ia mendengar seseorang membunyikan bell pintu. Saat itu ia sedang berusaha menghilangkan rasa pusing yang sedang menyerang kepalanya. Untuk berdiri saja ia merasa sulit karena sakit yang ada di kepalanya terasa seperti palu yang sedang menggebu – gebu pelipisnya. Ia tahu itu disebabkan oleh kebiasaannya yang terlalu banyak kerja, terkadang ia bisa meluangkan terlalu banyak waktu dan tenaga terhadap pekerjaannya ia lupa untuk menjaga dirinya sendiri. Ia hanya makan sedikit roti dan langsung minum satu tablet aspirin untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Namun sebenarnya bukan hanya itu saja yang membuat dirinya

Tetap saja, walaupun kepalanya sakit, ketika ia mendengar bunyi bel, ia tetap berdiri dan berjalan menuju pintu. Siapa yang mengunjunginya malam – malam, ia jarang mendapat kunjungan karena memang dasarnya Eve bukanlah seorang wanita yang aktif dalam bersosialisasi, jadi ia tidak begitu memiliki banyak kenalan yang suka mengunjunginya.

Ketika ia membuka pintu, ia tidak terlalu terkejut ketika ia melihat Dante berdiri di sana. Pria itu masih mengenakan pakaian kantornya, yang berarti ia baru saja kembali dari kerja dan ia belum pulang, di tangannya terdapat sebuah buket bunga tulip berwarna merah.

Bunga tulip merah adalah simbol cinta, ketika seorang mengirimkannya kepada seseorang, sebenarnya orang itu sedang mengucapkan 'I love you' kepada orang itu. Eve langsung memandangi Dante yang sedang memegang bunga. Pria itu mempersembahkan bunga tersebut kepada Eve dan wanita itu mengambilnya, sebuah senyuman lebar terpancar dari bibir wanita itu.

"Terima kasih, ini manis sekali." Ucapnya sambil mengundang pria itu untuk masuk ke dalam apartemennya, walaupun sebenarnya pria itu sudah berulang kali masuk ke sana tanpa sepengetahuannya. Ia meletakan bunga itu di meja lalu mereka berdua berjalan menuju sofa untuk mengobrol, Eve menanyakan kepada Dante alasan kenapa dia berkunjung ke sana tanpa memberitahukan Eve terlebih dahulu. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya dan memberitahu Eve bahwa ia rindu padanya, itu saja.

Eve tertawa kecil mendengar jawaban konyolnya. Wanita itu tidak bodoh, dia tahu bukan hanya itu saja alasan kenapa Dante berkunjung ke sana, ia mengenal Dante.

Walaupun pria itu sudah meminta maaf, tetap saja ia tahu bahwa sifat asli seseorang tidak dapat berubah sepenuhnya. Ia tahu persis bahwa di dalam diri Dante, masih tersimpan sifat posesif yang tidak dapat pria itu hilangkan sebelumnya. Walaupun semenjak kencan terakhir mereka, Dante mulai berusaha untuk bersikap lebih manis, ia tahu Dante sebenarnya ingin mengawasinya, memastikan bahwa ia sudah berada dirumah setelah jam kantor selesai dan memastikan bahwa ia tidak pergi keluar bersama pria lain.

Belakangan ini, dari percakapan mereka, Eve tahu bahwa Dante sedang merasa sedikit insecure karena Elliot. Ia tidak senang mendengar bahwa Elliot adalah boss baru Eve. Namun ia berusaha untuk tidak menunjukannya secara terang – terangan setelah Eve memberitahunya bahwa ia tidak menyukai sikapnya yang seperti itu.

Eve tidak bodoh, ia tahu semuanya, namun tetap saja, ia menyukai Dante. Memang cinta itu buta dan bodoh. Namun apa yang bisa ia katakan? Dante menang. Pria itu berhasil merebut hatinya dan Eve tahu bahwa Dante sebenarnya bukanlah pria terbaik untuknya, namun tetap saja, ia menyukainya.

Ketika sedang mengobrol, Dante menyadari bahwa wajah Eve terlihat sedikit pucat. Di sini ia berpikir bahwa wanita itu sedang kurang sehat. Ia menyentuh punggungnya dengan halus lalu bertanya kepadanya apakah ia baik – baik saja.

"Tentu saja aku baik – baik saja, memangnya apa yang bisa terjadi?" tanyanya kepada pria itu. Dengan wajah yang pucat, ia memberitahu pria itu bahwa ia baik – baik saja, tetapi tentu saja Dante tidak percaya akan hal itu, ia meminta Eve untuk berdiri dan ketika Eve berusaha berdiri untuk membuktikan bahwa dirinya baik – baik saja, tiba – tiba kepalanya terasa sakit, seperti ada seseorang yang memukulkan palu di pelipisnya. Rasa sakit itu membuatnya hampir jatuh, namun Danget langsung mengulurkan tangannya dan memegang Eve, memastikan bahwa dirinya tidak jatuh.

"Jelas – jelas kau tidak baik – baik saja, kau tahu itu? Kau harus istirahat Eve." Eve tidak dapat protes, ia terlalu lelah dan pusing untuk melawan pria itu, Dante menjadi khawatir. Ia mengangkat wanita itu dan menggedongnya dengan gaya bridal. Eve menatap pria itu dengan tidak percaya, seumur hidupnya ia tidak pernah digendong seperti itu oleh seorang pria. Dante adalah pria pertama yang melakukan hal itu kepadanya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya kepada pria itu, suaranya terlihat lemas, Dante menatapnya lalu membalas.

"Kau tidak perlu banyak bicara, Eve. Istirahat saja, aku akan mengurus semuanya." Dan benar, Dante mengurus semuanya. Ia membaringkan Eve di tempat tidurnya, menyelimutinya kemudian berjalan keluar dan membuatkan teh herbal untuk Eve. Saat wanita itu sedang tertidur, ia memastikan bahwa temperature di ruangan itu tidak terlalu panas atau terlalu dingin, ia juga bertanya apakah Eve sudah minum obat atau belum, Eve menjawab bahwa ia sudah minum obat, Dante bertanya lagi obat apa yang dia minum dan Eve menjawab Aspirin.

"Lain kali aku akan belikan obat lainnya untukmu, Aspirin terlalu keras, aku tidak ingin kau minum obat semacam itu." Eve tidak mengerti apa masalah Dante tetapi entah kenapa ia merasa bahwa pria ini begitu protektif terhadapnya.

"Apakah ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu, Eve?" tanya pria itu. Eve menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka bahwa Dante bisa memiliki sikap manis dan perhatian seperti ini di dalam dirinya. Eve tidak ingin membuat pria itu mengurusinya semalaman jadi ia menyarankan agar Dante kembali pulang ke apartemennya sendiri, namun jawaban pria itu selanjutnya membuatnya sedikit terkejut.

"Tidak, aku akan tinggal di sini malam ini. Aku akan menjagamu Eve, jadi jika kau perlu apapun, aku akan ada di sini untuk merawatmu." Eve hanya bisa terdiam mendengar jawaban pria itu, entah kenapa, sesuatu bergerak di dalam hatinya ketika ia mendengar perkataan itu.

"Sekarang kau tidak usah banyak berpikir, cukup istirahat saja, aku tidak akan melakukan apapun yang kau tidak inginkan." Ia mencium kening Eve lalu membiarkan wanita itu istirahat sendirian. Dengan sebuah senyuman, Dante berjalan keluar dari kamar Eve. Ia akan tidur di sofa malam itu, karena ia tidak ingin membuat wanita itu risih dengan kehadirannya di kamar tersebut.

Setelah Dante berjalan keluar dari kamar, Eve memejamkan matanya dan berusaha untuk tidak memikirkan apapun, namun ia tidak bisa menghindari kenyataan bahwa saat itu ia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Dante dan Elliot, apa yang terjadi antara dirinya dan Elliot tadi memang benar – benar mengganggunya, apalagi dilihat dari respon pria itu yang tidak begitu baik, ekspresi wajah Elliot terlihat benar – benar terluka. Ia tidak tahu bagaimana ia harus menghadapi pria itu lagi nanti saat kerja.

Sementara itu, mengenai Dante, ia harus memberitahunya bahwa ia sudah tidak ada hubungan romantis apapun dengan Elliot. Ia tahu itu akan membuatnya merasa lebih tenang. Eve tidak mengerti kenapa tiba – tiba kehidupan romansanya menjadi begitu rumit.

Saat itu ia hanya berharap bahwa semuanya akan baik - baik saja.

Ya, semoga tidak ada hal buruk terjadi karena hubungan mereka berdua.

The Devil ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang