PROLOG

13 4 0
                                    

Selamat membaca, ya, semua. Semoga suka.

Senja menyuguhkan cakrawala dengan paduan warna lembayung kala itu. Seorang anak dara dengan paras orientalnya tertunduk bersimpuh di hadapan sebuah pusara dengan nama sang ibu. Iswara, nama anak dara itu sedang dirundung malang. Sang ibu baru saja berpulang meninggalkan dirinya dengan sejuta nestapa. Tangisannya tidak putus sejak tengah hari dimana tubuh kaku sang ibu dimasukkan ke liang kubur.

“Sudahlah, Nak. Tidak baik berlarut-larut dalam berduka. Orang yang sudah berpulang ke sisi-Nya tidak dapat kembali lagi. Kita yang masih ada di dunia ini harus tetap melanjutkan hidup, Nak."

Teguran dari Mbok Endang menyadarkan Iswara. Ia buru-buru menghapus sisa air mata yang mengalir di pipi mulusnya.

“Mbok Endang benar. Ibu pasti tidak suka melihat saya terus larut dalam duka," ucap Iswara sembari membersihkan jariknya yang sedikit kotor.

Iswara, anak dara itu memandang pusara sang ibu untuk terakhir kalinya. Ia menyentuh gundukan tanah yang masih basah sambil memejamkan mata.

‘Ibu, Iswara tinggal dulu, ya. Semoga Ibu tenang disana dan selalu doakan Iswara, ya, Bu. Iswara sayang Ibu,' batin Iswara.

Ia membuka matanya dan menatap Mbok Endang. “Mbok, sebelumnya Iswara mau berterimakasih karena sudah membantu Iswara dan Ibu selama ini," ucap Iswara sambil tersenyum. Dia mendekati Mbok Endang dan memeluk wanita tua itu.

“Sama-sama, Sayang."

“Tapi Mbok, sekarang Iswara tidak punya siapa-siapa. Apakah Iswara bisa bekerja di rumah Tuan Bram untuk menggantikan Ibu?" tanya Iswara dengan nada sedih.

Iswara tidak tahu lagi mau pergi ke mana apabila tidak diperbolehkan bekerja di rumah Tuan Bram. Sebelumnya, hidup gadis itu dapat tercukupi karena sang Ibu selama ini bekerja di rumah Tuan Bram, Jenderal Belanda yang terkenal dermawan.

Mbok Endang tersenyum hangat melihat Iswara. Wanita itu mengelus sayang rambut halus gadis di hadapannya.

“Tenang saja, Sayang. Mbok sudah meminta izin kepada Tuan Bram. Tuan Bram memaklumi keadaanmu. Lagipula Tuan Bram akan cukup senang mengetahui jumlah pembantu di rumahnya tidak akan berkurang," ucap Mbok Endang menenangkan Iswara.

Iswara terkesiap sekaligus bahagia. “Terima kasih banyak, Mbok. Terima kasih …," ucap Iswara terharu.

Gadis manis itu sangat bersyukur masih memiliki Mbok Endang bersamanya. Mungkin jika tidak ada Mbok Endang, sekarang dia akan bernasib sama dengan kebanyakan gadis belia seusianya di zaman ini. Dijadikan gundik dan diperlalakukan laik binatang. Tentu saja dia tidak menginginkan hal itu.
Iswara memimpikan dirinya memiliki pasangan yang akan mencintainya sepenuh hati. Bersama hingga rambut putih semua.

“Iya, Sayang, sama-sama. Sebaiknya kita segera kembali. Sudah mulai beranjak malam dan kamu harus segera menyiapkan barang-barangmu. Tuan Bram berpesan kepada Mbok tadi kalau kalau harus mulai bekerja besok pagi." Mbok Endak mengingatkan Iswara.

“Baik, Mbok, Iswara mengerti."

“Baiklah, Sayang. Kamu tahu letak rumah Tuan Bram bukan? “

“ Ya, Mbok. Iswara tahu. “ jawab Iswara bersemangat.

“Baiklah. Mari kita kembali," ajak Mbok Endang.

Senja itu dihiasi dengan dua orang wanita Jawa yang berjalan pulang dari pusara tempat orang yang mereka sayangi berpulang. Esok hari akan menjadi hari yang baru bagi Iswara. Gadis itu bertekad akan bekerja dengan sepenuh hati di rumah Tuan Bram. Ia tidak sabar menanti hari esok dengan warna-warni baru kehidupan yang akan dihadapinya.

Terima kasih sudah mampir dan menyempatkan diri. Isi kolom komentar untuk dukungan, kritik dan saran jika berkenan.

Big love,

Nivienya
Ruthlaqe

Ingat! Follow author, ya. Selain karyanya yang cantik, orangnya pun tak kalah menarik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Falling for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang